Jum’at (25/5/2018), sejumlah ulama di kota Bekasi, menggelar ijtima’ ulama bertemakan Khilafah Ajaran Islam – Bukan Ajaran Terorisme. Kegiatan ini dilaksanakan menjelang berbuka puasa, sekaligus ajang silaturahmi para ulama.
Pertemuan ini dihadiri oleh para ulama pengasuh pondok pesantren di kabupaten dan kota Bekasi.Tampak hadir KH. Mahmudin al Hafidz – pengasuh PP Tamrinus Syibyan, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Kong Haji Ahmad Jawara Betawi;Ustadz Aceng Amirudin –Sekretaris NU Bekasi Barat, Ustadz Setiawan – Pimpinan MT Baabus Salaam Jatirangga; Ustadz Zakaria –Muballigh Jatisampurna.
KH. Mahmudin al Hafidz, sebagai pembicara, mengatakan bahwa kita harus tetap semangat berdakwah dimanapun, karena kita tidak bisa menjamin hasilnya bisa diterima, karena di masa Rasulullah, dakwah susah diterima petinggi–petinggi Quraisy yang diharapkan beriman, namun Allah membuktikan dakwah bisa diterima Abdullah bin umi maktum.
Beliau mendengar di media sosial, bahwa para penceramah dilarang berdakwah tentang khilafah selama bulan Ramadhan. Beliau pun menyinggung bahwa Rasulullah ikut perang Badar justru di bulan Ramadhan. Kemudian menyinggung teman FPI yang beramar ma’ruf nahi munkar di bulan Ramadhan yang justru lebih besar pahalanya.
KH. Mahmudin al Hafidz, menambahkan terkait beberapa definisi tentang pemimpin dalam Islam. Memberikan gambaran tentang kerajaan dimana pemimpinnya turun temurun. Menurut beliau, sistem kerajaan ini adalah sistem yang fana, ada musimnya dan jaraknya pendek, karena bukan dari Allah. Ukuran sistem yang panjang masanya yang menerapkan syari’at Islam, yaitu sistem Khilafah.
Beliau menyinggung pula masa akhir zaman sebelum fase hari kiamat, yang beliau hitung sejak tahun 1998 bersama ulama thariqat, beliau menghitung prediksi khilafah berdiri di masa sekarang, maksimal di tahun 2024.
Beliau menambahkan bahwa pantas sistem sekarang rusak dikarenakan meninggalkan risalah Allah dan Rasul-Nya. Bahwa hanya khilafah yang mampu mengatasi segala kezhaliman di muka bumi, seperti penzhaliman terhadap Palestina dimana saat ini negara–negara di dunia tidak bisa menolong Palestina.
“Para imam seperti Imam Ahmad yang dizhalimi penguasa, kontras dengan ulama saat ini yang mendapatkan fasilitas saat berceramah, namun mendengar HTI dan khilafah jadi alergi” sindir KH. Mahmudin al Hafidz.
Ustad Junaidi Ath Thayyibiy, pembicara berikutnya, Beliau mengetengahkan tentang pembelaan intelektual cerdas Indonesia terhadap tuntutan tidak cerdas terhadap dakwah khilafah.
Beliau juga mengisahkan kisah Belanda yang melarang haji dan bisa dibubarkan larangan tersebut dengan siasat politik yang cerdas dari Khalifah Abdul Hamid II, ditengah kekurangan yang dialami Khilafah Utsmaniyah. Siasat ini berbekal data dan opini.
Beliau mengatakan orang yang mendakwahkan dakwah li isti’nafil hayatil Islam (melanjutkan kehidupan Islam), Rasulullah sampaikan sebagai orang yang kuat pemikirannya dan sebagai orang yang selalu berintrospeksi diri. Mengevaluasi dakwah.
Beliau menyinggung, jika Kyai Mahmudin memprediksi 2024 tegaknya khilafah, maka NIC juga memprediksi khilafah tegak 2020 dan membuat Global Fear yaitu ISIS.
Ustad Junaidi Ath Thayyibiy mengungkapkan bahwa dakwah khilafah bukan berarti memaksakan khilafah mengganti rezim yang ada, tetapi khilafah ini harus disampaikan sebagai konsep, pengganti dari realitas yang rusak. Kenapa rusak? Karena dirusak dengan tatanan hukum bukan berasal dari Allah. Maka menggantinya dikelola dengan apa yang diturunkan Allah.
Beliau kemudian mengutip Surat Al Maidah ayat 49 :
وأن احكم بينهم بما أنزل الله ولا تتبع أهواءهم واحذرهم أن يفتنوك عن بعض ما أنزل الله إليك ، فإن تولوا فاعلم أنما يريد الله أن يصيبهم ببعض ذنوبهم ، و إن كثيرا من الناس لفسقون
Artinya: “Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka, dan berhati-hatilah terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah berkehendak untuk menimpakan musibah atas mereka karena sebagian dosa-dosa mereka. Sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.”
Maka adanya yang difungsikan untuk memberlakukan ini, wajib. Karena perintahnya wajib memberlakukan. Maka adanya yang memberlakukan adalah wajib. Maka Ulama membuat kaidah ma la yatimul wajib, ilabihi fahuwa wajib.
Ulama mazhab Syafi’i, Syaikh Ibnu Hajar al Haitami mengatakan, “jadi ketahuilah pula bahwa nashbul imam, mengangkat seorang imam/khalifah, setelah wafatnya Rasulullah itu wajib. Kewajiban yang paling penting. Maka ketika pengangkatan sahabat Abu Bakar Ash Shiddiq sebagai Khalifah, selama tiga hari menunda pemakaman Rasulullah karena pentingnya kewajiban ini. Para ulama perlu berijtima, perlu bermudzakarah tentang pentingnya kewajiban ini.
Ustad Junaidi Ath Thayyibiy menambahkan, bahwah orang yang paling bodoh adalah orang yang meletakkan keyakinan tentang janji Allah dan kabar bisyarah Rasulullah tentang tegaknya khilafah, dan lebih memilih jabatan, perjuangan mendapatkan kekuasaan menghalalkan segala cara.
Sedangkan menyambut janji Allah dan bisyarah Rasulullah ini adalah satu sikap yang harus ditunjukkan orang-orang cerdas. Dan teroris ini dipakai untuk memalingkan orang cerdas dari perhatiannya. Seperti yang terjadi saat ini ketika muncul ISIS yang dibidani oleh Amerika dalam opini Global war on terrorism sehingga memunculkan new chaliphate versi Amerika.
Ijtima’ ini ditutup dengan pernyataan sikap ulama yang dibacakan oleh Ustadz Endik Sodikin, Pimpinan MT Al Hidayah. Kegiatan ditutup do’a dan dilanjutkan berbuka puasa, shalat maghrib dan makan bersama.