Ukraina dan Konflik Kepentingan!

Barat mengayunkan pedang sanksi ekonomi di hadapan Rusia, sedangkan Putin menolak perluasan NATO di dekat negaranya (aljazeera.net, 14/12/2021).


Eskalasi mengenai Ukraina berlanjut di antara pihak-pihak terkait, Rusia menganggap Ukraina sebagai taman depannya, dan takut jika ia bergabung dengan NATO, sehingga NATO tidak langsung berada di perbatasannya. Sementara Eropa meperhitungkan ribuan kali invasi Rusia ke Ukraina, agar tidak vis a vis di depan beruang Rusia. Sedangkan Inggris, yang menuangkan bensin ke api konflik, terus memperingatkan Rusia agar tidak melakukan kesalahan strategis di Ukraina. Adapun Amerika mengancam akan menjatuhkan sanksi ekonomi dan non-ekonomi pada Rusia, yang telah memperingatkan kemungkinan invasi Rusia ke Ukraina.

Jelas bahwa pemain terbesar dalam konflik ini adalah Amerika, karena ia merupakan pemain jauh yang tidak terpengaruh secara langsung oleh bahaya percikan konflik ini, tetapi tampaknya ia ingin melanjutkan konflik, sehingga dapat mengalihkan perhatian Rusia, dengan membuang-buang energinya, serta sebagai tekanan padanya untuk menjauh dari aliansi dengan Cina. Di sisi lain, ancaman Rusia terhadap Ukraina menjadi ancaman terhadap Eropa, karena ingin menjaga Eropa di bawah sayapnya, sedangkan Eropa terus membutuhkan perlindungan Amerika, dan Amerika menggunakan intimidasi dari Rusia sebagai wasilahnya.

Di antara sanksi yang Amerika ancam untuk digunakan terhadap Rusia adalah pengeluarkannya dari Asosiasi SWIFT (Society for World-wide Interbank Financial Telecommunications) untuk transfer keuangan antara negara dan bank, hukuman ekonomi ini dapat mengisolasi Rusia secara finansial dari dunia, termasuk menghentikan pekerjaan pada proyek transmisi gas Nord Stream 2, Amerika juga menggunakan Kelompok Tujuh untuk mengirim peringatan ke Rusia, dan akan terus memasok Ukraina dengan senjata melalui perjanjian bernilai miliaran dolar. Krisis ini diperkirakan tidak akan segera berakhir, bahkan dapat berlanjut untuk waktu yang lama, sementara Amerika telah terbiasa mengelola krisis, karena itu Amerika adalah pemenang terbesar, dan tidak mengalami kerugian apa pun dalam konflik ini. [Khalifah Muhammad]

Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 15/12/2021.

Share artikel ini: