Mediaumat.id – Setelah menjadikan sebagai teladan yang baik (uswah hasanah), Cendekiawan Muslim Ustadz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) menyampaikan, tanda paling utama seorang Muslim cinta kepada Nabi Muhammad SAW adalah ittiba’ (mengikuti seluruh syariat yang dibawanya).
“Tanda cinta kita kepada Nabi itu menjadikan Nabi sebagai uswah hasanah dan ittiba’ kepadanya,” ujarnya dalam Khutbah Remainders: Ini Cara Keren Membuktikan Cinta Kepada Nabi SAW, Jumat (10/3/2023) di kanal YouTube UIY Official.
Sebelumnya, tentang keteladanan dimaksud, sambung UIY, telah Allah SWT terangkan dengan jelas di Al-Qur’an surat al-Ahzab ayat 21, yang artinya:
‘Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.’
Begitu pula dengan ittiba’, “Katakanlah: ‘Jikalau Engkau (Muhammad) mencintai Allah, ikutilah aku’, ikutilah Kanjeng Nabi dengan ittiba’ yang benar,” ucapnya, mengutip tuntunan Allah SWT di dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 31.
Untuk dipahami pula, ittiba’ di ayat tersebut didefinisikan oleh Imam Ibnu Katsir sebagai upaya mengikuti syariat dan as-sunnah dalam setiap perkataan dan amal perbuatan, serta dalam berbagai keadaan yang dialaminya.
Sehingga, lanjut UIY, bukti seorang Muslim cinta kepada Nabi SAW adalah memang harus menjadikan Rasulullah sebagai teladan untuk diikuti. “Bukti cinta kita kepada Nabi yang utama, menjadikan dia sebagai teladan dan kita mengikuti, mengikuti Nabi di dalam cara berpikir dan perilakunya,” tandasnya.
Manusia Hebat
Menurut UIY, Nabi Muhammad SAW adalah pribadi luar biasa dan hebat. “Nabi ini manusia yang luar biasa, manusia yang hebat,” sebutnya.
Karenanya ia tak heran ketika Michael H. Hart, dalam buku 100 Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia, menempatkan Nabi Muhammad SAW di urutan pertama daftar 100 tokoh paling berpengaruh dalam sejarah dunia.
“Andai kita sebagai seorang Muslim tidak kagum kepada Nabi, maka kalah kita dibanding dengan Michael Hart yang notabene adalah seorang Nasrani keturunan Yahudi,” jelasnya.
Maka tidak bisa tidak, ujar UIY sekali lagi, sebagai Muslim harus kagum sekaligus menjadikan Beliau SAW sebagai teladan yang baik, berikut ittiba’ kepadanya.
Berdasarkan Islam
“Nabi dalam sepanjang hidupnya dia hidup selalu berdasarkan Islam,” bebernya.
Lantaran itu, ia mempertanyakan kepada siapa dalam hal meneladani jika cara berpikir seorang Muslim berdasarkan sekularisme, liberalisme, sosialisme; dan bertindaknya tak lagi mengindahkan halal dan haram. “Lalu dia itu meneladani siapa? Ia ittiba’ kepada siapa?” lontarnya.
Pun demikian dengan perekonomian, budaya, hingga perpolitikan. “Jikalau ini hari ada orang Islam yang ekonominya ekonomi kapitalis, politiknya politik machiavellis (menghalalkan segala cara), budayanya budaya westernis, sikap beragamanya sinkretis, mengatakan semua agama sama segala macam, dia itu meneladani siapa?” tanyanya lagi.
Dengan demikian, apa pun kata orang serta risikonya, ia kembali menekankan agar kaum Muslim benar-benar mengambil teladan serta ittiba’ hanya kepada Nabi SAW.
“Maka penting, sekali lagi sungguh sangat penting, segera kita menata hidup kita menjadi Muslim yang sesungguhnya, Muslim yang betul-betul cinta kepada Allah, cinta kepada Nabi-Nya agar seperti yang dibilang oleh Nabi, kita insyaAllah nanti akan bersama yang kita cintai bersama, Baginda Rasulullah SAW di surga-Nya,” tutup UIY dengan doa.[] Zainul Krian