UIY Ungkap Kecacatan Sistem Demokrasi

Mediaumat.info – Menanggapi pernyataan sebagian pihak yang menyebutkan ‘terjadinya kisruh terkait keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai mencederai demokrasi’ dan sebagiannya lagi menyatakan ‘itu adalah cacat demokrasi’, Cendekiawan Muslim Ustadz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) menegaskan bahwa itu adalah cacat demokrasi.

“Ini cacat demokrasi. Jadi, demokrasi yang sebenarnya yang kayak begini ini,” ucapnya dalam Fokus to The Point: Kisruh Keputusan MK, Mencederai Demokrasi atau Cacat Demokrasi? di kanal YouTube UIY Official, Jumat (23/8/2024).

Menurutnya, kalau orang ingin melihat kenapa ada yang menolak demokrasi, sekarang ini bukti sangat nyata, bahwa demokrasi itu dalam teorinya memang kedaulatan itu di tangan rakyat, tapi pada faktanya kedaulatan itu di tangan pemilik modal.

“Pemilik kekuasaan yang di belakangnya itu adalah para pemilik modal, dan itu sangat-sangat kelihatan, dan itu bukan hanya terjadi di negeri ini, tapi di hampir seluruh dunia,” bebernya.

UIY menjelaskan satu hal lagi kecacatan dari demokrasi adalah di situ (di dalam demokrasi), nirnilai-nilai spiritual.

“Coba dilihat, dari semua perbincangan itu, ndak ada istilah dosa, halal-haram, takutlah kamu kepada Tuhan, enggak ada itu sudah. Jadi semua itu sudah bicara kepentingan-kepentingan. Paling jauh itu adalah hormatilah kedaulatan rakyat,” sesalnya.

Jadi, lanjutnya, ketika manusia menggunakan sistem itu (demokrasi), ini sebenarnya sudah secara sadar meninggalkan Tuhan.

Letak Masalah Demokrasi

Sebelumnya, UIY menjelaskan tentang letak masalah demokrasi ketika MK mengeluarkan amar putusan terkait batasan usia calon wakil presiden dengan calon kepala daerah, yang direspons berbeda oleh presiden.

“Kalau kita lihat, ini persoalannya ada dua,” ujarnya.

Yang pertama adalah pada fakta bahwa begitulah ketika hukum itu diserahkan kepada mereka yang berkepentingan. Maka pasti hukum itu menjadi area permainan mereka-mereka yang berkepentingan.

“Ini kan ada ironi yang luar biasa… ada kontradiksi, dan kontradiksi ini sekarang sudah menyebar di sosial media,” ucapnya.

Ketika presiden mengatakan bahwa keputusan MK ini harus dihormati, dia final dan mengikat ketika MK itu memutuskan ambang batas umur wakil presiden boleh lebih atau kurang dari 40.

“Kemudian yang kedua, di saat ada keputusan yang menyangkut pilkada, dia (presiden) mengatakan ‘Ah… itu perbedaan biasa…’,” kutipnya.

“Tak seperti yang pertama,” ujarnya heran.

Ini menunjukkan bahwa ini problem yang besar. “Akhirnya kemudian kita bisa melihat hukum tidak pernah bisa steady (stabil). Padahal, masyarakat itu menjadi teratur kalau hukum itu steady, hukum itu stabil, hukum itu ada kepastian,” terangnya.

Menurutnya, ketika terjadi ketidakpastian, maka sebenarnya itu sama dengan seperti tidak ada hukum.

“Nah, ini yang sebenarnya berbahaya di dalam sistem demokrasi,” tegasnya.

Kemudian yang kedua, jelas UIY, kenapa itu semua bisa terjadi, selain kepentingan juga, itu akhirnya menggunakan alat kekuasaan dan transaksi finansial.

“Itu akhirnya membuat mereka-mereka yang punya kekuasaan dan memiliki kemampuan finansial itulah, yang akhirnya yang bisa merubah-rubah hukum. Ketika jargon di bidang hukum mengatakan equality before the law, kesamaan di muka hukum, hal itu tidak ada,” pungkasnya. [] ‘Aziimatul Azka

Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat

 

Share artikel ini: