Mediaumat.id- Cendekiawan Muslim Ustaz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) mengungkap alasan kenapa khilafah yang merupakan ajaran Islam begitu dibenci.
“Kenapa sekarang begitu kerasnya dibenci, dikutuk, bahkan dihapus dari peta pengajaran agama?” tuturnya dalam acara Menyorot Para Pembenci Khilafah, Ahad (5/6/2022) melalui kanal YouTube UIY Official.
Menurutnya, hal itu menunjukkan ada peta global dan peta lokal (nasional). “Peta globalnya, jelas khilafah ajaran Islam yang akan menjadi kunci tegaknya universalitas Islam. Islam dari awal sudah dipahami, diyakini dan sudah dibuktikan sebagai agama universal dalam arti bahwa Islam adalah agama yang ditujukan untuk seluruh umat manusia,” bebernya.
UIY mengungkap, perkembangan Islam melintas batas ras, suku, bangsa, ketika Islam mewujud menjadi sebuah kekuasaan bahkan peradaban. “Kekuasaan dan peradaban itu juga peradaban universal,” tukasnya sambil menunjuk kejayaan Khilafah Abasiyyah dan Khilafah Ustmaniyyah.
“Karena itu dalam sejarah, kompetitornya juga sesuatu yang bersifat universal (global). Dulu sebelum Islam datang ada Persia (dan) Romawi. Ketika Islam datang berhadapan dengan Persia dan Romawi. Pertemuan Islam dengan Persia dalam perang Al-Qadisiyah. Pertemuan Islam dengan Romawi dalam perang Mu’tah. Begitu seterusnya, sejarah tidak pernah berhenti,” urainya.
UIY menilai, sejarah pertarungan global adalah pertarungan antara yang hak dan batil. Hak itu Islam, batil bermacam-macam. “Kita pernah menjumpai konteks Persia-Romawi, kemudian konteks ideologi ada kapitalisme, sosialisme bahkan komunisme,” paparnya.
“Mereka tahu satu-satunya jalan mengalahkan Islam, yaitu ketika sumber kekuatan Islam diruntuhkan. Mereka menyebut dua: khilafah dan jihad,” terangnya.
“Mereka berhasil memukul itu. Khilafah runtuh pada 1924 setelah satu abad sebelumnya berusaha menghentikannya. Setelah itu tidak ada lagi kehidupan Islam, peradaban Islam. Universalitas Islam hilang,” imbuhnya.
UIY menilai universalitas Islam akan muncul kembali saat khilafah dan jihad tegak kembali. “Utamanya khilafah karena jihad akan dikumandangkan oleh khalifah,” jelasnya.
“Karena itu mereka berusaha untuk menghentikan ini. Mereka tahu jika ingin terus bisa memegang hegemoni dan dominasi atas peradaban dunia maka jangan biarkan Islam tumbuh jadi kekuatan global. Ini perspektif global,” tambahnya.
Sementara peta lokal, kata UIY, sebenarnya mengikuti peta global, karena Indonesia part-off (bagian). Kebencian terhadap khilafah bukan hanya terjadi di Indonesia tapi terjadi juga di berbagai negeri Muslim. “Kita tahu dakwah khilafah dihalangi bukan hanya di satu atau dua negara tapi di banyak negara,” bebernya.
“Jadi kita mesti melihat bahwa apa yang terjadi di lokal nasional itu merupakan turunan dari apa yang terjadi secara global. Kalau kita sudah memahami peta global maka dengan mudah bisa melihat peta lokal atau nasionalnya,” imbuhnya.
UIY memaparkan peta Rand Corporation yang membagi dunia Islam menjadi empat yakni fundamentalis, modernis, tradisionalis dan sekularis. “Mereka mengatakan jika ingin menghentikan tegaknya universalitas Islam dengan terwujudnya khilafah adalah dengan mengajak tiga melawan satu. Mengajak kelompok tradisionalis, sekularis, modernis melawan fundamentalis,” tukasnya.
“Kalau kita lihat sekarang ini sebenarnya satu dari tiga ini atau bahkan tiga-tiganya sedang bekerja melawan pikiran-pikiran yang dikembangkan atau dakwah atau gagasan-gagasan yang bersumber dari ajaran Islam yang mengancam kepentingan global Barat,” urainya.
Sikap Umat Islam
UIY bersyukur dalam Ijtima Ulama 2021 ditegaskan bahwa khilafah itu ajaran Islam yang tidak boleh ada stigma negatif terhadap ajaran itu. “Saya kira hasil ijtima ini penting untuk menjadi pedoman buat siapa pun dalam menyikapi khususnya persoalan khilafah, karena ini hari tidak ada lembaga yang dianggap paling kredibel berbicara tentang agama Islam kecuali MUI sebagai lembaga yang lintas ormas,” jelasnya.
Karena itu, lanjutnya, tidak selayaknya ada pikiran yang menabrak hasil ijtima’ itu. “Memang kita menengarai ada usaha ke sana. Ini harus diwaspadai, sebab jika itu dibiarkan akan menjadi kerugian besar. Bagaimana bisa negeri yang mayoritas penduduk Muslim itu membenci ajaran-ajaran Islam,” sindirnya.
Meski demikian, UIY berpesan, agar mencermati fatwa MUI itu, karena selama ini memang note binding, tidak mengikat, tidak mulzim. “Karena itu sering sekali yang menguntungkan rezim diambil sementara yang tidak menguntungkan atau bertentangan dengan kepentingan rezim ditabrak,” tutupnya.[] Irianti Aminatun