UIY: Sistem Kapitalistik Sebabkan Kasus Seperti Pagar Laut Terus Muncul

Mediaumat.info – Cendekiawan Muslim Ustadz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) mengingatkan, sepanjang umat hidup di dalam sistem kapitalistik, bakal senantiasa menemui berbagai kasus sebagaimana sengkarutnya pagar laut di perairan Tangerang, Banten.
“Sepanjang kita ini hidup di bawah sistem sekuler kapitalistik, kita akan terus menemui kasus-kasus seperti ini,” ujarnya dalam Fokus: Pagar Laut, Bukti Oligarki Mencengkram Negeri, Ahad (2/2/2025) di kanal YouTube UIY Official.
Tengoklah konflik di Pulau Rempang, Galang, Kota Batam, Kepulauan Riau, yang kembali memanas setelah puluhan petugas PT Makmur Elok Graha (MEG) menyerang posko warga penolak Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City pada Rabu dini hari, 18 Desember 2024 yang menyebabkan delapan warga luka-luka.
Konflik Rempang pecah sejak lebih dari setahun lalu, tepatnya pada awal September 2023. Kala itu, sejumlah aparat gabungan TNI dan Polri memaksa masuk ke perkampungan warga.
Ketika itu, kedatangan mereka guna memasang patok tanda batas lahan untuk proyek Rempang Eco City yang direncanakan dibangun di atas lahan seluas 165 kilometer persegi. Padahal masyarakat tempatan belum sepakat digusur.
Demikian, sebagaimana disinggung sebelumnya, kasus serupa juga tampak dari sengkarut dan belum tuntasnya kasus pagar laut di perairan Kabupaten Tangerang, Banten.
Sebagai catatan, keberadaan pagar bambu sempat diprotes nelayan setempat karena kesulitan melaut. Bahkan setiap nelayan harus memutar jauh ke lokasi lain agar bisa mencari ikan dan hasil laut lainnya.
Tak tanggung-tanggung, telah diterbitkan ratusan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan hak milik (SHM) atas laut tersebut.
Semisal di Desa Kohod, Pakuhaji, Tangerang, yang terbit sebanyak 263 SHGB dengan total jumlah luas bidang mencapai 390,7985 hektare, dan 17 bidang SHM yang memiliki luas 22,934 hektare, baru 50 sertifikat yang dibatalkan Kementerian ATR/BPN.
Bahkan diungkapkan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid, rincian SHGB dan SHM di area pagar laut terdiri dari 234 bidang SHGB atas nama PT Intan Agung Makmur dan PT Cahaya Inti Sentosa sebanyak 20 bidang tanah. Keduanya adalah anak perusahaan milik taipan Sugianto Kusuma alias Aguan, bos Pantai Indah Kapuk dan Agung Sedayu Group.
Peran Presiden
Dengan kata lain, yang paling menentukan tuntas tidaknya kasus agraria atau konflik yang terjadi terkait kepemilikan, penguasaan, serta pengelolaan tanah dan sumber daya alam (SDA), termasuk pagar laut ini adalah peran presiden.
“Dalam hal (penyelesaian) ini yang paling menentukan adalah penguasa ini hari, rezim ya, khususnya presiden, standing positioning-nya di mana,” paparnya.
Pasalnya, meski legalitas penerbitan sertifikat-sertifikat itu adalah sebuah keputusan hukum, tetapi tetap saja didasarkan pada keputusan politik. “Nah ini hari, keputusan politik itu bisa mengubah hukum,” harap UIY, seraya mengisyaratkan presiden adalah seorang pejabat politik.
Dengan kata lain pula, sebagaimana pidato awal jabatannya yang menekankan bahwa kekuasaan milik rakyat dan karenanya pemimpin di semua tingkatan harus bekerja untuk rakyat, presiden bakal diuji apakah mengambil peran untuk menegakkan keadilan atau justru melegalkan seluruh penguasaan yang dilakukan oleh oligarki.
“Itu akan dibuktikan dengan bagaimana cara dia menyelesaikan soal ini,” tandas UIY.
Lantas, adalah hal wajar jika sebuah kebijakan tak bisa menyenangkan semua pihak. “Itu di mana-mana kayak begitu,” sebutnya.
Misal, ketika penguasa ingin menegakkan keadilan pasti bakal menyenangkan orang-orang yang terzalimi. Sebaliknya, sikap demikian bisa dipastikan akan menyusahkan pihak yang selama ini sudah diuntungkan dari suatu ketidakadilan.
Pun berkenaan dengan perkara pagar laut yang di dalamnya terdapat penguasaan tanah-tanah rakyat maupun laut yang sarat kezaliman sebagaimana kerap diberitakan. “Ini (kejadian) luar biasa, ini mengarah pada ketidakadilan dan kezaliman,” paparnya.
Syariah Islam
Demikian sehingga menjadi sesuatu hal yang relevan, syariah Islam menjadi sandaran hidup umat yang realitasnya tak pernah lepas dari berbagai macam persoalan ini.
Dengan landasan ketakwaan, kata UIY menjelaskan, seluruh urusan termasuk pengelolaan area pesisir akan sesuai syariat yang sarat dengan keadilan. Maknanya, berdasarkan ketentuan Islam, laut dan segala potensi yang ada di dalamnya adalah milik umum yang haram dikuasai oleh swasta.
Lebih jauh, UIY menambahkan bahwa investasi adalah suatu yang tidak dilarang, tetapi Islam telah menentukan batasan-batasan seputar halal dan haramnya. “Investasi itu sesuatu yang tidak dilarang, hanya mesti diatur investasi apa yang boleh dan apa yang tidak boleh,” pungkasnya.[] Zainul Krian
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat