UIY Singgung Potensi Pendapatan Ribuan Triliun Tanpa Pajak

 UIY Singgung Potensi Pendapatan Ribuan Triliun Tanpa Pajak

Mediaumat.info – Di tengah sikap pemerintah yang bersikeras menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen, Cendekiawan Muslim Ustadz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) menyinggung potensi negeri ini yang bisa mendapatkan Rp2.500 triliun hanya dari sektor tambang batu bara saja, tanpa pajak.

“Dari (sektor) batu bara saja dengan pengandaian tadi itu (dikelola negara), kita bisa dapatkan 2500 triliun (rupiah),” ujarnya dalam Focus to The Point: Negara Tanpa Pajak, Mungkinkah? di kanal YouTube UIY Official, Kamis (5/12/2024).

Ia menegaskan, itu baru dari pengandaian terkait potensi sektor batu bara saja, belum termasuk sumber daya alam lainnya yang sangat melimpah. Maknanya, tanpa pajak pun negeri ini sebenarnya bisa memiliki APBN yang lebih dari cukup.

Sebelumnya, ia merincikan sehingga muncul angka Rp2.500 triliun dari sektor batu bara bila dikelola oleh negara, bukan swasta apalagi asing.

Sebagaimana data British Petroleum (BP) per 2020 misalnya, Indonesia termasuk dalam 10 besar negara yang memiliki cadangan batu bara terbesar di dunia. Menempati posisi ketujuh, Indonesia memegang 3,2 persen cadangan batu bara dengan volume 34.869 juta ton.

“Disebut-sebut produksi kita itu kurang lebih sekitar 600 juta ton tiap tahunnya,” papar UIY, tak beda jauh dengan keterangan resmi Ditjen Minerba dalam acara Coal Summit 2024 di Samarinda, Senin (01/07/2024) yang menyebut meski diproyeksikan sedikit ada penurunan dibandingkan tahun 2023 tetapi rencana produksi batu bara nasional tahun 2024-2026 sekitar 710-730 juta ton.

Namun demikian, dari jumlah sebesar itu yang merupakan produksi dari BUMN kurang lebih hanya 5 persen atau kurang lebih 30 juta ton.

Selebihnya, kata UIY menambahkan, diproduksi oleh perusahaan-perusahaan besar yang telah mendapatkan konsesi dari negara.

Tak ayal, muncul pertanyaan kenapa negara memberikan konsesi kepada perusahaan besar pertambangan dalam hal ini swasta? “Ini kan jadi pertanyaan,” tambahnya.

Sebagaimana diketahui, meski dari pemberian konsesi bakal muncul besaran pungutan tetapi hanya sebagian dari seluruh hasil produksi tambang. “Hanya part off saja, disebut-sebut kurang lebih pajaknya itu 17 persen, anggaplah 20 persen gitu,” kata UIY.

Dengan harga jual yang pernah melesat lebih dari USD300 per ton yakni pada kuartal pertama tahun 2022, sementara ongkos produksinya di kisaran USD40 per ton, maka dengan kurs Rp15 ribu per USD, dan setelah dikurangi pungutan 20 persen yakni sebesar 468 triliun, maka swasta telah mendapatkan keuntungan sebesar Rp1.872 triliun.

Menurutnya, jika pengelolaan tambang batu bara dilakukan oleh negara secara langsung, maka pendapatan yang bisa didapatkan negara hampir Rp2.500 triliun atau lebih tepatnya Rp2.340 triliun setelah dikurangi ongkos produksinya.

Daulah Jibayah

Namun demikian, dikarenakan sistem ekonomi kapitalis yang memandang pajak sebagai sumber utama pendapatan negara, maka negara ini sejalan dengan apa yang disebut dengan istilah negara pemungut atau pemalak (daulah jibayah) bukan daulah riayah atau negara pengurus dalam hal ini urusan masyarakat secara umum.

Di dalam negara pemalak, rakyat memang dianggap sebagai sumber pendapatan negara, walaupun disertai dalih ‘pajak dari rakyat untuk rakyat’.

Karenanya, jika teori atau prinsip negara tak boleh terlibat di dalam kegiatan ekonomi dan hanya sebagai regulator ini bisa diubah menjadi negara sebagai operator, maka hasil dari sektor tambang batu bara saja bisa menggeser predikat daulah jibayah menuju daulah riayah.

“Itu kemudian akan menggeser dari apa yang disebut daulah jibayah menuju kepada daulah riayah,” pungkasnya.[] Zainul Krian

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *