Mediaumat.info – Pernyataan Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Riset dan Teknologi (Ses Ditjen Diktiristek) yang menyebut pendidikan tinggi adalah kebutuhan tersier, dinilai Cendekiawan Muslim Ustadz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) sebagai kesalahan besar.
“Pernyataan bahwa pendidikan tinggi itu adalah kebutuhan tersier, itu salah besar, dan justru itu yang harus dipersoalkan,” tuturnya dalam Fokus to The Point: Setelah Diprotes, UKT Batal Naik Tahun Ini, Bukti Negara Kapitalistik, Rabu (29/5/2024) di kanal YouTube UIY Official.
Pasalnya, jelas UIY, mengatakan pendidikan tinggi ini adalah kebutuhan tersier, ini adalah sebuah pengingkaran yang luar biasa dari tugas pemerintah dan kebutuhan lahirnya SDM yang unggul di masyarakat.
Jadi, ungkap UIY, jika pemerintah sampai hati mengatakan begitu, itu sudah menunjukkan pemerintah itu hendak menghindar dari kewajiban penting adanya sebuah negara dan kewajiban penting dari sebuah pemerintahan.
“Yaitu menyelenggarakan pendidikan kepada seluruh anggota masyarakat,” ujarnya.
Apalagi, sambungnya, kalau memang tujuan dari bernegara itu di antaranya mencerdaskan kehidupan bangsa.
“Artinya, kalau kita bicara tentang tujuan atau harapan untuk sebuah SDM yang unggul, tidak cukup pendidikan dasar menengah, harus sampai pada pendidikan tinggi,” tandasnya.
Suasana Kondusif
Terkait kebutuhan negara terhadap dokter, insinyur, dan pakar yang hanya bisa terwujud melalui pendidikan tinggi, UIY menjelaskan negara mestinya memberikan atau menyediakan satu suasana yang kondusif bagi berkembangnya pendidikan tinggi dan bagi kesertaan sebanyak mungkin orang untuk sampai kepada jenjang pendidikan tinggi tanpa didiskriminasi oleh kekuatan finansial dari masing-masing peserta didik.
“Karena itu, maka memang menciptakan suasana yang kondusif itu penting sekali,” ulasnya.
Layanan Publik
UIY mengingatkan, pendidikan itu harus diletakkan sebagai sebuah pelayanan publik (public services).
“Itu dulu yang harus diletakkan. Dia (pendidikan) bukanlah bagian dari apa yang disebut sebagai bisnis negara kepada rakyatnya, itu dulu. Mengapa? Karena kehebohan ini terjadi justru di perguruan tinggi negeri (PTN),” jelasnya.
Menurutnya, jika itu terjadi di perguruan tinggi swasta (PTS), mungkin masih bisa dipahami oleh karena memang, PTS itu ya semuanya diadakan sendiri.
Tapi kalau PTN, lanjutnya, tanah sudah ada, gedung sudah ada, segala macam sudah ada, kenapa kemudian dia harus memungut uang kuliah yang disebut tunggal ternyata beragam.
“Jadi sebenarnya tidak tunggal juga, demikian tinggi sampai kemudian mahasiswa itu terkaget-kaget,” pungkasnya. [] ‘Aziimatul Azka
Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat