Mediaumat.info – Cendekiawan Muslim Ustaz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) memaparkan, pembebasan Palestina dari cengkeraman entitas penjajah Yahudi hanya bisa dilakukan ketika sang penjaga, dalam hal ini khilafah Islam, ditegakkan lagi.
“Logika sederhananya, itu Palestina akan dibebaskan lagi jika penjaganya itu diadakan lagi atau diwujudkan lagi, ditegakkan lagi,” ujarnya dalam Fokus Reguler: Setahun G3nos1da G42a, Ahad (6/10/2024) di kanal YouTube UIY Official.
Karena itu, sambungnya, penting bagi umat untuk mengetahui seputar awal mula entitas penjajah Yahudi bercokol di bumi Palestina, yakni setelah Khilafah Utsmaniah runtuh pada tahun 1924.
Artinya, lanjut UIY, umat harus diberikan pembinaan agar bisa memandang dengan benar persoalan di Palestina. Dengan begitu, diharapkan umat bisa memberikan respons dengan benar pula.
“Yang dengan itu (umat) bisa memberikan respons dengan benar lalu mengerahkan potensi apa pun yang dia punya, waktu, tenaga, pikiran, bahkan juga nyawa dengan benar pula,” sambung UIY, yang berarti pula umat bakal berjuang bersama-sama menegakkan kembali institusi penyatu umat tersebut.
Bahkan, kata UIY lebih lanjut, kaum Yahudi telah mengetahui keberadaan mereka akan terancam jika sang penjaga dimaksud dihidupkan lagi. Maka tak heran, jika negara-negara di belakang Zionis Yahudi senantiasa mengantisipasi betul agar institusi pelindung umat tersebut tak berdiri untuk kedua kalinya.
“Maka Inggris, Amerika dan negara-negara Eropa itu, kalau bahasa jawanya itu, wanti-wanti betul jangan sampai khilafah Islam itu berdiri kembali,” ungkap UIY.
Adalah kaum Yahudi yang sudah berdiaspora sebelum entitas Zionis Yahudi mendeklarasikan kemerdekaan pada tahun 1948, menyadari penjaga bumi Palestina yakni Sultan Abdul Hamid II, penguasa Kekhilafahan Utsmani kala itu, adalah sebuah kekuatan besar.
Theodore Herzl, tokoh Zionis Yahudi saat itu yang sering dijuluki juga sebagai ‘the father of modern Zionism’, pada tahun 1897 datang kepada Sultan Abdul Hamid II dan menyodorkan sejumlah tawaran agar kaumnya diizinkan tinggal di Palestina.
Tetapi, tawaran menggiurkan itu ditolak, bahkan sekalipun pada kedatangan kedua pada tahun 1901, setelah Herzl berkunjung ke Istana Wilhelm II, yang tak lain adalah kaisar Jerman, sahabat Sultan Abdul Hamid dan sekaligus sebagai satu-satunya sekutu Utsmani di Eropa.
Bermula penolakan tersebut, rasa memusuhi terhadap khilafah Islam pun membuncah sebagaimana perkataan Nizhamuddin Nazhif, dalam bukunya yang berjudul I’laan al-Hurriyah wa al-Sulthan Abdul Hamid al-Tsani.
“Tatkala menolak permintaan delegasi Yahudi–yang mendapat dukungan dari kaisar William–dalam usaha memperoleh tanah tempat mereka tinggal, atau tatkala Herzl kecewa dengan usahanya maka semakin tinggilah permusuhannya terhadap Istana Yaldaz (Yildiz),” demikian kata sejarawan Turki tersebut.
Hingga akhirnya, 24 tahun pasca runtuhnya Kekhilafahan Utsmani tercapailah cita-cita mendirikan negara sebagai tempat berkumpulnya orang-orang Yahudi yang menjadi ide inti dari Gerakan Zionis. Berikutnya, berbagai nestapa pun menimpa rakyat Palestina hingga hari ini. [] Zainul Krian
Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat