UIY: Revolusi Akhlak Itu Perubahan Tatanan Masyarakat

Mediaumat.id – Cendekiawan Muslim Ustaz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) menyebut, revolusi akhlak yang digaungkan Imam Besar Habib Rizieq Shihab (IB HRS) adalah suatu perubahan tatanan kehidupan masyarakat.

“Revolusi akhlak itu adalah perubahan. Jadi kalau kita mencoba menggunakan itu, itu kan tatanan,” ujarnya dalam Diskusi Online: Ahlan wa Sahlan IB HRS, Rabu (20/7/2022) di kanal YouTube Ahmad Khozinudin.

Setidaknya, lanjut UIY, tatanan yang ia maksud terbagi menjadi beberapa aspek. Tatanan terkaitnya kehidupan personal, keluarga, hingga bermasyarakat termasuk bernegara.

Sebagaimana diketahui, tak lama usai kebebasan beliau pada Rabu (20/7/2022) dan disambut hangat oleh pihak keluarga dan simpatisan di kediamannya di Petamburan, Jakarta, IB HRS kembali menggaungkan revolusi akhlak. Bahkan menyatakan jika negara ini sedang mengalami darurat ‘kebohongan’.

“Ayo sama-sama kita gaungkan kembali dan terus-menerus yaitu revolusi akhlak. bagaimana kita punya negeri saat ini, Saudara, di mana-mana terjadi kerusakan, di mana-mana ada kemungkaran, Saudara. Bahkan kebohongan saat ini sudah membudaya, negeri kita ini lagi darurat kebohongan,” demikian seruan IB HRS.

“Apakah itu darurat kebohongan? Apakah itu darurat korupsi? Apakah itu darurat kezaliman? Apakah itu darurat utang? Apakah itu darurat ekonomi? Dan lain sebagainya. Maka kuncinya, yuk sama-sama kita obati semua itu dengan revolusi akhlak,” lanjut ucapan beliau kala itu.

Namun di saat bersamaan, UIY mengingatkan tentang revolusi yang berarti perubahan mendasar dan relatif cepat. Sehingga secara tatanan, negara ini sebenarnya berada dalam kondisi sedang tidak baik-baik saja. “Negara ini berada pada satu keadaan yang kalau kita menggunakan istilah yang lugas itu, amburadul,” terangnya.

“Baik dari segi hukum, ekonomi, politik, sosial budaya itu begitu rupa,” tambahnya.

Namun pula sebagai catatan sekali lagi, sebagaimana pernyataan IB HRS tentang diskursus revolusi, yang ditawarkan untuk menyelesaikan semua persoalan darurat dimaksud bukanlah resep revolusi fisik, tetapi akhlak.

“Saya kira publik atau masyarakat merasakan itu. Selama sekian tahun di bawah kepemimpinan yang ada ini, itu kita secara sosial itu yang ada itu bukan integrasi, tetapi disintegrasi sosial, pembelahan masyarakat,” tutur UIY memaknai pernyataan IB HRS.

Sementara, kondisi yang demikian itu memang hanya mungkin kembali tertata kembali dengan sebuah langkah perubahan yang revolutif. “Di situ, pattern line (garis pola) dari apa yang beliau (IBHRS) sampaikan,” ucap UIY.

Sebutlah kondisi dengan beban perekonomian masyarakat yang semakin berat, sebagai bagian dari dampak kenaikan yang luar biasa atas harga-harga kebutuhan.

“Sekadar minyak goreng yang notabene ini negeri produsen CPO terbesar di dunia, itu saja hampir-hampir tak terjangkau oleh masyarakat,” ulasnya.

Persoalan Hukum

Sedangkan persoalan hukum, menurut UIY, situasi ketidakadilan di tengah masyarakat malah semakin tampak. “Kepura-puraan hukum, rekayasa hukum seperti yang saya kira publik melihat dalam kasus tembak-menembak kalau kita meminjam istilah polisi antara Bharada E dan Brigadir J,” misalnya.

“Itu kan cerminan yang nyata tentang bagaimana keadaan institusi penegak hukum utama ini hari,” imbuhnya.

Secara politik juga begitu. “Bagaimana rekayasa-rekayasa politik itu sudah sampai pada tingkat atau level yang rusak atau mengobrak-abrik akal sehat.,” bebernya, sembari menyampaikan polemik _presidential threshold_ atau ambang batas pencalonan presiden 20 persen.

Namun seperti diketahui bersama, meski sudah diatur dalam Pasal 222 UU Pemilu No. 7/2017, hukum positif juga mengatur terkait uji materi suatu ketentuan perundangan apabila memang disinyalir terdapat ketidakadilan di dalamnya.

Hasilnya sebagaimana diketahui pula, harapan menghapus aturan presidential threshold 20 persen pun sirna usai uji materi ditolak MK. Sementara DPR pun enggan merevisi UU Pemilu.

“Bagaimana ada presidential threshold dua puluh persen anteng, enggak tersentuh sama sekali, yang menutup semua peluang bagi putra putri terbaik di negeri ini, itu untuk sekadar muncul gitu, sudah tidak mungkin,” responsnya.

Sehingga UIY menyebut pantas perpolitikan saat ini adalah sebuah sirkuit politik yang hanya dinikmati oleh segelintir orang. “Kalau partai itu ada sepuluh, saya kira sepuluh orang itu saja yang bermain ini hari, mengatur semua spektrum politik yang ada,” sayangnya.

Dengan demikian, kondisi seperti itulah yang sebenarnya mendorong kita semua khususnya IBHRS untuk melakukan sebuah langkah perubahan yang sifatnya revolutif tersebut. “Dalam bahasa beliau itu disebut dengan revolusi akhlak,” tandasnya.

Memang, kata UIY, problem yang harus dihadapi masyarakat sudah semakin kompleks. “Bukan lagi sektoral, tetapi sudah sistemik,” ujarnya.

Artinya, permasalahan kehidupan itu berangkai dan bersifat organik antara satu aspek dengan aspek lainnya.

“Keadaan ekonomi ini hari sangat dipengaruhi tindakan-tindakan pemerintah. Tindakan pemerintah bertumpu pada hukum. Hukum yang ada dibikin oleh rezim, baik itu ada di eksekutif maupun di legislatif,” urainya.

Maka itu, menjawab perubahan macam apa yang seharusnya dilakukan, UIY menegaskan ada dua. Perubahan sistem sekaligus person. “Karenanya maka di sinilah saya kira konteks revolusi akhlak itu menemukan titik relevansinya,” timpalnya.

Maknanya, berbagai kekacauan yang terjadi akhir-akhir ini dipengaruhi oleh orang atau kumpulan orang yang sedang membangun sebuah sistem untuk menopang seluruh ambisi politik, ekonomi, bahkan ideologi mereka sendiri.

Pasalnya, partai-partai politik yang ada sekarang sudah menjadi bagian dari oligarki kekuasaan itu sendiri.

Berikutnya, mengenai instrumen-instrumen penopangnya pun nyaris pula direnggut dari tangan publik. “Pers mainstream sudah begitu rupa, organisasi masyarakat begitu rupa, buruh,” ungkapnya, meski setelah itu mengaku sayup-sayup melihat masih ada kekuatan kaum buruh.

Oleh karena itu, umat harus senantiasa berharap adanya pertolongan Allah SWT. “Di situlah saya kira penting bagi kita untuk tidak hands off (lepas tangan),” cetusnya, seraya menyinggung kebangkrutan Sri Lanka yang bisa saja merembet ke negara lainnya termasuk Indonesia.

Kesadaran Problematik

Terlepas pemahaman setiap orang yang berbeda terhadap problematika kehidupan, dengan kata lain ada yang memahami permukaannya saja atau justru sampai akarnya, kemampuan dimaksud menurutnya sudah merambah ke hadapan publik di mana-mana.

Tengoklah bentuk solusi serta metode penerapannya, yang menurut UIY, sebenarnya sangat relevan dengan keefektifan sistem pendidikan dan sosial Islam.

Di sisi lain, UIY menekankan, berhasil tidaknya tatanan kehidupan masyarakat islami, tergantung pula pada pilar politik dan ekonomi. “Dari tatanan politik itu ada kekuasaan yang melahirkan keputusan. Kemudian tatanan ekonomi itu, dia melahirkan kebijakan alokasi sumber daya ekonomi,” bebernya.

Untuk lebih efektif, tentu tidak ada cara lain kecuali dengan dakwah. “Dakwah seperti apa? tanyanya, sembari menjelaskan tahapan-tahapan dakwah yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW.

Mulai pengkaderan sampai benar-benar memiliki kesadaran problematik umat (politik). Dilanjutkan interaksi dengan dalam rangka menumbuhkan kesadaran baru berikut penyebaran opini tentang Islam sebagai way of life.

“Akhirnya di situ ada opini yang timbul dari kesadaran masyarakat tentang Islam sampai akhirnya muncul juga mereka-mereka yang memiliki kekuatan memberikan pertolongan dan terwujudlah,” jelasnya.

Memang masih pada level teoritik. Tetapi tahap ini bagi UIY, tetap penting. “Seorang (Karl) Mark saja kan punya (teori sosialisme), apalagi Islam yang bersumber dari wahyu, pasti lebih punya lagi,” tegasnya.

“Itu saya kira yang penting untuk dipahami dan dijelaskan,” pungkasnya.[] Zainul Krian

Share artikel ini: