Mediaumat.id – Pernyataan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas terkait reaktualisasi atau konstekstualisasi fikih yang disampaikan dalam acara konferensi pendidikan Islam, Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2021, menurut Cendekiawan Muslim Ustaz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) perlu dikritisi.
“Saya melihat, apa yang dia sampaikan pada pembukaan acara tadi itu, AICIS itu, memang perlu dikritisi,” ujarnya dalam acara Fokus Live: Konstekstualisasi Fiqh, Adakah? di YouTube UIY Official, Ahad (31/10/2021).
UIY mengatakan, gagasan Menag tentang reaktualisasi atau konstekstualisasi fikih tersebut bukan gagasan yang baru. Sebelumnya ide konstekstualisasi ini pernah disampaikan juga oleh Hasbi Ash Shiddieqy yang dikenal sebagai pakar fikih tentang perlunya fikih Indonesia. Ide Hasbi itu kemudian dilontarkan kembali di era Menag Munawir Sadzali yang menimbulkan kehebohan di kala itu.
UIY menyebut, empat alasan Menag terkait perlunya konstekstualisasi fikih ini beberapa perlu dikritisi. Alasan pertama, pengamalan Islam adalah operasionalisasi dari nilai-nilai pesan utamanya yaitu tauhid, kejujuran dan keadilan. Menurut UIY pada poin ini masih bisa diterima.
Alasan kedua, model operasionalisasi tersebut dikontekstualisasikan dengan realitas aktual. UIY mempertanyakan, apa ada pelaksanaan ajaran Islam itu bertentangan dengan pesan-pesan utama Islam itu sendiri. Misalnya pelaksanaan hukum waris itu apakah betentangan dengan nilai keadilan, kejujuran dan tauhid.
Alasan ketiga, Islam harus dijalankan dengan tetap memelihara harmoni masyarakat secara keseluruhan. Menurut UIY dakwah memang berharap mencapai harmoni, tapi harmoni bukanlah tujuan dari dakwah. Bahkan dalam beberapa hal dakwah itu menimbulkan gejolak seperti yang terjadi pada masa Rasulullah SAW.
“Jadi semestinya ukurannya itu bukan soal harmoni, ukurannya adalah ini benar atau tidak gitu, kalau benar dan menimbulkan gejolak itu wajar” ucap UIY.
Alasan keempat, meskipun tidak menjadi Muslim, diadopsinya nilai-nilai Islam sebagai nilai operasional dalam masyarakat adalah capaian dakwah yang amat tinggi harganya. Dalam hal ini UIY menilai tergantung dari tujuan dakwah tersebut.
Menurut UIY, dakwah kepada non-Muslim tujuan utamanya memang untuk mengajak masuk Islam. Jadi persoalannya bukan diadopsinya nilai-nilai Islam saja, tapi apakah memang berkehendak untuk mengajak non-Muslim masuk Islam atau tidak.[] Agung Sumartono