UIY: Penguasa Negeri Muslim Justru Lindungi Zionis Yahudi
Mediaumat.info – Makin masifnya kebrutalan entitas penjajah Yahudi atas warga di Gaza, Palestina, terlebih dengan apa yang tengah terjadi di Rafah, menunjukkan para penguasa negeri Muslim bukanlah pelindung umat tetapi pelindung Zionis Yahudi.
“Mereka itu bukan lagi sebagai pelindung umat, yang ada malah justru pelindung orang-orang (Zionis) Yahudi,” ujar Cendekiawan Muslim Ustadz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) dalam Focus to The Point: “All Eyes on Rafah”, Genosida Berlanjut, Sabtu (18/5/2024) di kanal YouTube UIY Official.
Saat berita ini ditulis, warga yang sebelumnya mengungsi ke Rafah justru harus meninggalkan tempat itu karena serangan tentara Zionis Yahudi. Bahkan, sebagaimana laporan badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk anak-anak (Unicef), Sabtu (11/5/2024), lebih dari 600.000 anak Palestina di Rafah mengalami kelaparan dan ketakutan.
Sedangkan, Rafah adalah wilayah paling Selatan di Gaza yang berbatasan dengan semenanjung Sinai di Mesir. Rafah juga merupakan tempat berlindung bagi jutaan pengungsi dari wilayah lain di Gaza untuk menghindari serangan Zionis Yahudi.
“Mereka itu tertahan di situ karena tidak bisa lagi bergerak lebih jauh,” ungkap UIY.
Memang, kata UIY mengungkapkan, di sana ada pintu satu-satunya yang membuka wilayah ke arah Mesir. Namun, tidak boleh dibuka kecuali atas izin Tel Aviv dan Washington.
Artinya, warga Gaza sudah terpojok. “Kalau bahasa ininya itu sudah put on the corner. Jadi mereka itu sudah ada di pojok, sudah kepepet, tersudutkan,” tandasnya, seraya membeberkan sekeliling Rafah menjulang tembok-tembok tinggi dan Laut Mediterania.
Artinya pula, warga di sana kini kebingungan harus mengungsi ke mana lagi karena bagian utara Gaza juga telah porak-poranda.
Brutal Luar Biasa
Namun, kondisi terpojok tersebut tak membuat Zionis Yahudi menghentikan kebrutalannya. “Jelas ini sebuah kebrutalan luar biasa,” tandasnya.
Beberapa video dari Rafah menunjukkan aktivitas serangan militer Zionis Yahudi yang intens di area tersebut, terutama di bagian timur Rafah dan sekitar perlintasan menuju Mesir.
Menurut UIY, hal inilah yang kemudian membuka mata dunia tertuju ke Rafah, dan ramai diperbincangkan di media sosial dengan seruan All eyes on Rafah.
Lebih jauh, duka nestapa Gaza ternyata juga menarik simpati dari mereka yang selama ini berada di negara-negara pendukung Zionis Yahudi. Sebutlah di antaranya para mahasiswa dari kampus-kampus ternama, semisal Columbia University, Harvard University, Boston University, Massachusetts Institute of Technology (MIT), University of Texas, University of California, dsb.
“Mereka tak mempedulikan jika aksi itu kemudian mengundang kekerasan dari aparat, bahkan sebagian ada yang ditangkap,” papar UIY.
Padahal di saat yang sama terdapat sekitar 2 miliar umat Islam di dunia. Namun, kata UIY lebih lanjut, tak ada satu pun bisa menolong saudaranya sekitar 2 juta jiwa yang saat ini menghadapi situasi sangat kritis.
Menurut UIY, hal ini dikarenakan para penguasa negeri Muslim tahu persis jika mereka tampak mendukung Gaza, berisiko kehilangan kekuasaan. Sementara di belakang Zionis Yahudi adalah Amerika Serikat (AS).
Dengan kata lain, AS sudah mengancam para penguasa negeri Muslim di sekitar Palestina agar berdiam diri, kecuali membantu menghalau serangan udara Iran ke wilayah pendudukan, misalnya, seperti yang dilakukan oleh Yordania pada awal April 2024.
“Itulah yang membuat akhirnya mereka berdiam diri,” tandasnya.
Arab Spring Kedua
Cepat atau lambat, sikap ‘diam’ para penguasa negeri Muslim, ditambah akumulasi berbagai persoalan politik, ekonomi, sosial budaya dalam negerinya, dinilai bakal mengancam kekuasaan mereka sendiri, dan berpotensi menjadi pemicu atau pelatuk dari peristiwa The Arab Spring kedua.
“Ini akan meledak menjadi sebuah perubahan mungkin orang yang bisa membayangkan akan menjadi semacam Arab Spring yang kedua,” tutur UIY.
Sehingga itu terjadi, ia berharap, momen tersebut tidak sekadar mengeluarkan umat Islam dari ‘mulut buaya’ kemudian masuk ke ‘mulut singa’, yang berarti perubahan yang terjadi tidak lantas sesaat lalu kembali ke kondisi semula, seperti pasca-Arab Spring 2010. Tetapi lebih dari itu, umat harusnya punya agenda perubahan yang jelas dan mendasar.
“Umat, pemimpin umat, gerakan dakwah di wilayah itu khususnya itu harus memiliki agenda yang clear bahwa jika ada perubahan maka perubahan itu harus mengarah kepada terwujudnya kembali kekuatan umat yang hakiki yaitu tegaknya kembali al-khilafah,” harapnya.
Bukan tanpa dasar, hanya itulah cara yang mampu menyatukan berikut menyelesaikan seluruh permasalahan umat.
“Hanya itulah yang bisa menyatukan umat dan dengan kesatuan itulah umat memiliki kekuatan, dan dengan kekuatan itu umat bisa menyelesaikan seluruh masalah yang menimpa umat khususnya ini hari persoalan yang terjadi di Palestina, Gaza lebih khusus lagi,” pungkasnya. [] Zainul Krian
Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat