Mediaumat.id – Cendekiawan Muslim Ustaz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) berharap, kondisi belum adanya hukum internasional yang memihak atau membela kepentingan Islam di mana pun, bisa memberikan pelajaran penting betapa kaum Muslim lemah.
“Saya kira harapannya adalah memberikan pelajaran betapa umat Islam itu begitu lemahnya (tanpa khilafah),” ujarnya singkat dalam Fokus: Singapura dan Islamofobia, Ahad (22/5/2022) di kanal YouTube UIY Official.
Termasuk permasalahan dialami Ustaz Abdul Somad (UAS) yang menurutnya telah sangat berani bersuara hingga beberapa hari lalu menjadi alasan Singapura menolaknya masuk.
Padahal, kunjungan UAS bukan dalam rangka dakwah. “Untuk vacation sebenarnya kan? Untuk siyahah, itu saja sampai diperlakukan begitu,” sesalnya.
Lebih jauh UIY juga berharap, kaum Muslim bakal tersadar, bangkit dan bergerak mewujudkan sebuah institusi dan pemimpin yang mampu memimpin umat Islam seluruh di dunia.
Bukan tanpa dasar, sebab memang sudah menjadi tabiat Islam. “Islam itu, berjaya, tegak, kuat, mulia dengan Islam. La izzata illa bil Islam, tidak ada kemuliaan kecuali dengan Islam,” tuturnya, sebagaimana dipahami umat terkait sabda Rasulullah SAW yang artinya, ‘Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi darinya.’
Lantas sebagaimana pula diketahui, lanjut UIY, Pew Research Center pernah merilis data jumlah umat Islam di seluruh dunia, sekitar 1,7 miliar penganut dan menjadi entitas terbesar di dunia.
“Ini adalah entitas umat beragama terbesar di muka bumi. Lebih dari Kristen Katolik yang kira-kira 1,1 miliar, Kristen protestan sekitar 700-800 juta, Hindu kurang lebih 1,1 (miliar), Budha kurang lebih 400 juta,” beber UIY.
Akan tetapi ia menyayangkan, kondisi umat Islam saat ini bagai buih di lautan. Walau terlihat banyak, namun tidak berarti apa-apa.
Rasulullah SAW bersabda, ‘Bahwa akan tiba suatu masa umat Islam diperebutkan oleh orang-orang lapar, bagaikan makanan diperebutkan orang-orang dari berbagai arah.’
Lalu sahabat bertanya, ‘Ya Rasulullah apakah waktu itu jumlah kita sedikit?’
Rasul pun menjawab, ‘Tidak, pada waktu itu jumlah kamu banyak. Akan tetapi kondisi kalian itu seperti buih di lautan.’
Atas dasar itu UIY mengilustrasikan, seorang nakhoda di dalam mengemudikan kapal tidak akan pernah menghitung buih. “Yang dia hitung itu karang. Mengapa? Karena buih tidak pernah memberikan bahaya kepada kapal,” tuturnya seraya menekankan kembali apa yang terjadi hari ini persis seperti yang digambarkan Rasulullah SAW.
Bahkan ketika Amerika Serikat (AS) hendak melakukan invasi ke Irak, UIY menyebut upaya itu sempat tertahan, gegara khawatir ancaman Saddam Hussein tentang terjadinya the holly war.
Namun, usai melakukan perhitungan matang berdasarkan analisis data-data detail yang AS dapatkan, mereka bisa memastikan tidak akan ada perang suci setelah invasi dilakukan. “Betul, invasi dilakukan, enggak ada. Paling jauh hanya demo saja. Tetapi tidak pernah betul-betul menjadi perang suci,” tandasnya.
Meskipun waktu itu, Saddam Hussein mencoba dengan upaya menambah tulisan AllahuAkbar pada bendera, tetapi tidak mampu membangkitkan umat Islam kala itu.
Maknanya, mereka tahu bahwa umat Islam tidak memiliki kekuatan lagi. Alasannya, catat UIY, karena umat Islam tidak bersatu. “Kenapa tidak bersatu? Karena umat Islam tidak memilki institusi yang mempersatukan dan tidak memiliki pemimpin yang mempersatukan umat Islam,” runtutnya.
“Nah apa institusi yang mempersatukan umat Islam? Itulah yang disebut dengan khilafah. Dan siapa, pemimpin seperti apa yang mempersatukan? Itulah khalifah, imam atau amirul mu’minin,” imbuhnya sembari menjelaskan memang itulah istilah spesifik dalam Islam.
Sehingga, UIY menyebut aneh kepada umat Islam yang menolak terhadap istilah dari agamanya sendiri.
Sementara, dia bisa menerima begitu saja istilah-istilah yang muncul dari khazanah yang bukan dari Islam. “Bahkan dari khazanah yang sebenarnya sangat berbeda dengan latar belakang dari kita punya agama,” tukasnya.
Sapu Lidi
Maka sekali lagi, sepanjang persatuan kaum Muslim di bawah naungan khilafah belum terwujud, umat Islam akan senantiasa lemah. Ibarat lidi yang tak terikat menjadi sapu, kata UIY, 1,7 miliar umat Islam kini bercerai berai menjadi negara-negara bangsa tanpa ada yang menyatukan.
Lebih lanjut, kendati menurutnya hanya sarkasme, tetapi relevan menjawab perlakuan atau sikap Singapura atas UAS tempo hari.
“Disetop pasokan air bersihnya dari Johor, selesai. Disetop pasokan sayur-sayurnya atau berasnya dari kita, selesai gitu. Atau kita setop Selat Malaka, selesai juga gitu,” ucapnya memisalkan.
“Cuman masalahnya kan, punya keberanian enggak kita melakukan itu?” sangsinya.
UIY menegaskan, betapa tidak perlu berpikir tentang nuklir dan sejenisnya. “Dengan cara begitu saja, selesai. Wong Singapura itu seupil (kecil) ibarat kata itu,” senyumnya.
Dengan demikian, ia kembali menuturkan, umat Islam semestinya berpikir tentang cara mewujudkan lagi sebuah institusi dan pemimpin yang mampu menyatukan umat secara riil.
Pasalnya, bagi UIY, mereka sudah keterlaluan. Jangankan mengatur orang yang akan berdakwah, risalahnya pun turut diatur. “Wong Islam itu datang mengatur kok malah sekarang diatur. Boleh (berdakwah) tetapi jangan radikal, harus moderat. Moderat itu apa? Begini, begini, begini. Diatur lagi,” ungkapnya.
“Ini saya kira posisi yang sudah sedemikian rendahlah. Jadi titik nadir sebenarnya umat Islam ini,” pungkasnya.[] Zainul Krian