UIY: Lumrahisasi Kejahatan Anak Penyebab Perundungan
Mediaumat.id – Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto (UIY) menyebut, penyebab maraknya perundungan (bullying) adalah lumrahisasi kejahatan di dunia anak.
“Satu faktor yang saya kira sangat berpengaruh kepada maraknya bullying, bahkan kejahatan anak adalah saya sering sebut dengan istilah lumrahisasi kejahatan atau lumrahisasi kekerasan di dunia anak,” tuturnya dalam Focus to The Point: Ini Solusi Bullying, Senin (2/10/2023) melalui kanal YouTube UIY Official.
Menurutnya, anak nakal, anak berkelahi itu sebenarnya biasa karena begitulah dunia anak. Di masa lalu perkelahian itu lebih karena faktor anak semisal kalah bermain, dan selesai dalam waktu singkat, tidak mengarah kepada tindakan kekerasan yang over untuk ukuran anak-anak.
“Tapi kenakalan anak hari ini, kita tidak lagi bisa menyebut sebagai kenakalan anak tapi sudah merupakan kejahatan anak, seperti bullying. Seperti yang kita lihat dalam video bagaimana anak memukul, menendang alat vital dengan penuh amarah. Sudah jatuh masih juga dihajar,” mirisnya.
UIY menyebut, lumrahisasi kejahatan itu muncul karena pengaruh sosial media. “Kita tahu tidak semua orang tua, tidak semua sekolah memiliki kemampuan untuk membatasi penggunaan gadget. Ini diperparah (karena alasan pandemi Covid) anak terpaksa menggunakan gadget sebagai satu-satunya sarana untuk melanjutkan proses belajar mengajar, yang berakibat terjadi lumrahisasi pemakaian gadget,” urainya.
UIY mempertanyakan, siapa yang bisa menjamin anak tidak menyaksikan tayangan yang penuh kekerasan, karena begitu gadget dibuka segala macam sajian ada. Anak-anak sangat tertarik dengan game yang penuh kekerasan.
“Anak lalu melihat bahwa kekerasan adalah salah satu jalan menyelesaikan masalah atau lebih jauh lagi menunjukkan pride (keunggulan) dia. Pelaku-pelaku kekerasan itu dianggap heroik, orang hebat,” paparnya.
Perhatian Ekstra
Untuk mencegah maraknya perundungan, UIY menekankan pentingnya keluarga dan sekolah memiliki perhatian ekstra terhadap tindak kekerasan anak ini.
Meski demikian, UIY tidak menampik, adanya regulasi yang membuat sekolah dalam posisi tidak mudah mengatasi perundungan.
“Dulu guru memukul murid itu biasa sebagai bagian dari pendisiplinan. Tapi sekarang itu dianggap sebagai tindak kekerasan terhadap anak sehingga guru lebih baik diam. Ditambah sikap orang tua yang kadang tidak rela anaknya diperlakukan sedikit keras. Ini membuat tidak ada yang ditakuti oleh anak, ditambah lingkungan pertemanan yang penuh kekerasan maka lengkap sudah,” bebernya.
UIY juga mengingatkan, dalam perkembangannya, anak akan melakukan proses identifikasi dengan lingkungan teman-temannya sehingga terbentuk per grup (kelompok yang memiliki minat dan perasaan sama) agar tidak tersisih dari lingkungan teman-temannya.
“Celakanya per grup sekarang ini banyaknya berupa geng, seperti geng motor misalnya,” sedihnya.
Menanamkan Keimanan
Untuk mencegah terjadinya perundungan pada anak, UIY menekankan pentingnya menanamkan keimanan kepada Allah, ketundukan kepada ajaran Islam sejak anak kecil.
“Begitu pentingnya pendidikan usia dini ini sampai Imam Hasan al-Basri mengatakan, pendidikan di masa kecil itu seperti memahat di atas bebatuan, akan menancap dan bertahan lama,” ujarnya.
Namun UIY kecewa, pendidikan agama yang sangat penting ini justru sering dicurigai sebagai sumber radikal sampai-sampai ada usaha mengawasi sekolah-sekolah Islam, masjid, rohis, sehingga kegiatan keagamaan menjadi sepi.
“Tidak sedikit orang tua yang terpengaruh dengan framing jahat terhadap Islam yang dilakukan oleh penguasa ini, sehingga melarang anak-anaknya aktif di pengajian. Coba bayangkan kalau dia tidak boleh ikut pengajian lalu bagaimana dia dapatkan pengetahuan agama?” ungkapnya kecewa.
Dengan tegas UIY mengingatkan, orang-orang yang mencitraburukkan Islam, mencitraburukkan kegiatan keagamaan, harus bertanggung jawab sampai di negeri akhirat, karena telah merusak sendi-sendi yang sangat diperlukan dalam pendidikan agama.
“Orang tua seharusnya protes keras terhadap pendiskriditan kegiatan keislaman ini, karena situasi ini membuat anak-anak tidak mendapatkan sentuhan nilai Islam yang sangat diperlukan dalam mengatasi berbagai persoalan kenakalan anak,” ungkapnya.
Ia mencontohkan kenakalan anak itu, bagaimana bisa anak membunuh kedua orang tuanya. “Anak itu menghunjamkan pisau ke tubuh ibunya berulang-ulang sampai 20 kali,” mirisnya.
Ia menegaskan kembali pentingnya penanaman tauhid dalam diri anak, sebagaimana yang dipesankan Lukman (kisah dalam Al-Qur’an) kepada anaknya.
“Jadi menanamkan nilai-nilai agama berupa akidah, ketaatan kepada syariah, dibawa ke dalam lingkungan yang kondusif agar per grup yang terbentuk positif,” jelasnya.
Di samping itu, orang tua juga harus bisa menjadi role model yang shalih, juga mewujudkan tatanan masyarakat yang kondusif paralel dengan yang didapat di keluarga dan sekolah.
“Jadi kalau mau betul-betul kokoh maka di keluarga harus islami, di sekolah islami, di tengah masyarakat dan negara juga islami,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun