Mediaumat.id – Cendekiawan Muslim Ustadz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) menyampaikan islamisasi politik akan mewujudkan suatu aktivitas politik yang rahmatan lil ‘alamin. “Islamisasi politik ini akan membawa politik itu menjadi politik yang rahmatan lil ‘alamin,” tuturnya kepada Mediaumat.id, Senin (2/1/2023).
Oleh karena itu, lanjut UIY, siapa pun orangnya tidak boleh khawatir terhadap istilah tersebut. “Orang tidak boleh khawatir terhadap islamisasi politik,” tuturnya.
Terlebih, sambung UIY, tidak pernah sekalipun ada Islam menghancurkan negara. “Apa buktinya Islam menghancurkan negara?” sahutnya bertanya.
“Yang menghancurkan negara kalau di konteks Indonesia pada masa lalu hampir-hampir adalah komunis,” bebernya menambahkan.
Sementara di masa sekarang, kata UIY, kapitalis liberalislah yang mengeruk sumber daya alam sedemikian rupa tanpa menyisakan kebaikan bagi rakyat di negeri ini. “Emas di Freeport diambil, sementara Irian Jaya (Papua, sekarang) tetap saja (rakyatnya) tinggal seperti itu,” ulasnya, tanpa berniat merendahkan.
Begitu pula liberalisasi hukum, ekonomi, budaya, dsb., yang kata UIY, akhirnya menjadikan orang kaya makin kaya, sementara yang miskin bertambah miskin. “Itu yang harus dianggap sebagai (hal) yang membahayakan negara, bukan Islam,” tegasnya.
Lantas untuk menjamin bakal terciptanya politik yang rahmatan lil ‘alamin, ia pun menyampaikan perihal konsekuensi dari keimanan dan ketaatan kepada seluruh syariah Allah SWT yang akan memastikan itu.
“Yang menjamin adalah, pertama keimanan, yang kedua ketaatan kepada syariah-syariah, itu kan ada halal haram (di dalamnya),” papar UIY meyakinkan.
Dengan demikian, jelasnya, tak hanya secara normatif disebut sebagai rahmatan lil ‘alamin, tetapi secara faktual kehadiran Islam juga mampu memberikan alternatif bagi pengaturan kehidupan masyarakat dan negara menggantikan isme-isme yang justru rusak dan merusak tatanan politik negeri ini.
“Secara faktual Islam bisa memberikan alternatif bagi pengaturan kehidupan masyarakat dan negara menggantikan sekularisme, kapitalisme, liberalisme,” pungkasnya.[] Zainul Krian