Mediaumat.id – Cendekiawan Muslim Ustadz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) menegaskan, Islam mengakui pluralitas tetapi tidak dengan paham yang memandang seluruh agama adalah benar.
“Islam mengakui keragaman itu, Islam mengakui pluralitas agama. Tapi kita harus menolak pluralisme agama,” ujarnya dalam #Kutbahremainders: Mewaspadai Paham Pluralisme Agama, Jumat (27/1/2023) di kanal YouTube UIY Official.
Menurutnya, pluralitas adalah sebuah kenyataan di tengah masyarakat. Karena itu, dalih menciptakan kerukunan antar umat beragama lantas diperlukan satu teologi pemersatu yakni pluralisme agama, sebenarnya tak perlu, sebab Islam mempunyai tuntunan sendiri.
“Islam juga punya tuntunan yang sangat jelas untuk menciptakan apa yang disebut kerukunan tadi itu,” jelasnya.
Di antaranya, tidak ada paksaan atas orang lain masuk agama Islam. Sebab, kata UIY, akidah atau keyakinan terbit di atas kerelaan, tidak mungkin di atas paksaan.
Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Allah SWT di dalam QS al-Baqarah ayat 256, yang artinya; ‘Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)’.
Berikutnya, lanjut UIY, umat Islam tidak boleh dan bahkan haram menghina atau melecehkan Tuhan dari kaum non-Muslim. “Seburuk apa pun menurut kita Tuhan mereka itu, itu tidak boleh kita hina,” terangnya.
“Mengapa? Kalau kita hina Tuhan mereka, mereka akan balas menghina Tuhan kita,” sambungnya, seraya menyampaikan kaidah fiqih ‘Wasilah yang menghantarkan kepada suatu keharaman maka hukumnya haram’.
Artinya, umat Islam harus menghormati ibadah kaum non-Muslim. “Ketika ada Natal kita hormati mereka dengan membiarkan mereka merayakan. Bukan kemudian kita ikut serta, apalagi menjadi panitia segala macam,” tuturnya.
Pun demikian dengan tempat ibadah. “Tempat ibadah mereka itu, gereja atau apa pun itu jangankan di masa damai, di masa perang saja itu enggak boleh dijadikan obyek perang,” urainya.
Itulah mengapa, lanjut UIY, di negeri dengan mayoritas Muslim ini masih tegak katedral di depan Masjid Istiqlal, misalnya. Pula bangunan lain seperti Candi Prambanan dan Borobudur.
Lebih dari itu, terang UIY, umat Islam diwajibkan untuk turut serta menjaga harta benda, kehormatan hingga darah ahlu dzimmah atau kelompok masyarakat non-Muslim yang hidup di negeri Muslim.
Bahkan kata UIY, Imam Ali bin Abi Thalib ra pernah memberikan ungkapan luar biasa tentang itu, yakni ‘Harta mereka (ahlu dzimmah), seperti harta kita. Dan darah mereka seperti darah kita’.
Dengan demikian, jelaslah bahwa ajaran Islam telah memberikan tuntunan yang sangat jelas berkenaan upaya manusia dalam hal menciptakan kerukunan atau keharmonisan sosial di tengah keragaman.
Dan terakhir yang juga penting, sebut UIY, itu bukan hal baru. Namun sudah berjalan ratusan tahun dan tercatat dengan tinta emas sejarah. “Bukan sejarah Islam saja tetapi sejarah dunia,” pungkasnya.[] Zainul Krian