Mediaumat.id – Terhadap rezim yang makin sekuler saat ini, Cendekiawan Muslim Ustadz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) mengimbau, umat harus lebih mampu membagi energi perjuangan untuk menghadapinya.
“Saya pikir energi kita, kita harus bagi. Bahkan lebih dari itu, harus mengalokasikan energi lebih besar untuk menghadapi sekularisme yang makin radikal di negeri ini,” ujarnya dalam Bincang Perubahan: Politik Mengatur Hukum, Gak Bahaya Ta? di kanal YouTube Bincang Perubahan, Selasa (4/7/2023).
Pasalnya, seperti diketahui bersama, sekularisme adalah asas. Sedangkan asas tak mungkin hilang kecuali tergantikan oleh asas baru. Yang berarti pula, sambungnya, umat harus berupaya mengembalikan hukum-hukum Allah SWT, agar hukum yang selama ini dijadikan alat kepentingan kekuasaan/politik misalnya, tidak terjadi lagi.
“Jika hukum Allah tegak, yang begini ini (hukum sebagai alat politik) kagak bakal ada,” tegasnya.
Terutama, alokasi energi yang ia maksud harus diletakkan pada bagaimana mengubah negeri kaum Muslim ini dari asas sekuler menjadi asas Islam.
Sebutlah KUHP Baru yang di dalamnya terkesan malah melegalkan LGBT. Terlebih baru-baru ini muncul perkara berkenaan sosok Panji Gumilang yang mencerminkan penguasa tak mampu menjalankan salah satu tugas pokok dan fungsinya menjaga agama umat.
Begitu pula kemunculan UU Cipta Kerja, UU Minerba, Perppu Ormas, Perppu Covid-19, yang lahirnya pun sarat dengan kepentingan kekuasaan/politik.
Doktrin Machiavellis
“Kalau kita membaca teori Machiavellis, sebenarnya rezim sekarang ini rezim Machiavellis,” tegasnya, yang berarti melekat kepribadian manipulatif pada diri rezim.
Artinya, penguasa memang berprinsip harus taat terhadap suatu hukum. Tetapi sepanjang hukum dimaksud mampu memperkuat kekuasaannya. Sebaliknya, apabila ada hukum yang justru memperlemah kekuasaan, harus segera diganti dengan membuat hukum baru. “Itu doktrin Machiavellis,” ulang UIY.
Karenanya, tak boleh umat memandang persoalan kepentingan ini sekadar sebagai permasalahan hukum. “Ini harus kita pandang justru sebagai persoalan politik, hukum menjadi alat (kekuasaan) saja,” tandasnya.
Lantas tentang perjuangan perubahan dengan cara mengalokasikan energi yang ia paparkan sebelumnya, tak ada lain kecuali melalui umat. “Tidak ada jalan lain kecuali melalui umat,” urainya.
Penyadaran Umat
Menurutnya, secara potensi umat, negeri ini memiliki jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia berikut 85 persen penduduknya beragama Islam.
“Logikanya kan bagaimana bisa 85 (persen) kalah lawan 15?” lontarnya, yang meski demikian secara fakta tak lantas mempermudah jalan juang perubahan.
Yang tak kalah penting, imbuhnya, tak mungkin jalan penyadaran umat ini dilakukan sendiri, tetapi harus bersama-sama. “Karena itulah memang penting sekali kita hand in hand, kita bergandeng tangan, kita terus membangun komunikasi,” terangnya.
“Dari komunikasi, ada saling pengertian. Dan dari saling pengertian, kita bisa berbagi. Dari berbagi, kita akan merasakan bahwa tugas berat itu menjadi terasa ringan, InsyaAllah,” pungkasnya.[] Zainul Krian