UIY: Harus Ada Penilaian Dua Arah terhadap Kinerja Presiden

 UIY: Harus Ada Penilaian Dua Arah terhadap Kinerja Presiden

Mediaumat.info – Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto (UIY) menilai tidak cukup sekadar memaafkan atau tidak memaafkan atas permintaan maaf Presiden Jokowi tetapi seharusnya ada penilaian dua arah terhadap kinerjanya.

“Mestinya memang harus ada penilaian dua arah terhadap kinerja presiden, baik secara independen maupun pengakuan,” tuturnya dalam Fokus: Jokowi Minta Maaf, Cukupkah? di kanal Youtube UIY Official, Ahad (29/9/2024).

Menurutnya, penilaian kinerja presiden, pasti tergantung tolak ukur yang diadopsi. “Kalau tolak ukurnya konstitusi, presiden melanggar konstitusi atau tidak? Melanggar UU atau tidak? Kemudian dalam pembentukan UU, ada kesalahan lagi atau tidak? Dan sebagainya,” jelasnya.

Menurutnya, penilaian itu sebenarnya mudah dilakukan, apabila berfungsi. “Jangan kan presiden, seorang ketua RT saja, warganya bisa menilai. Jangankan sepuluh tahun, yang memimpin satu tahun saja bisa dinilai,” ungkapnya.

UIY melihat selama ini, presiden seperti komandan yang tidak boleh salah, tidak boleh dipersoalkan secara hukum, apalagi dituntut di muka umum.

“Dia dianggap suci, harus terus dijaga, kehormatannya dijaga, kalau dipersoalkan secara hukum, seperti seolah-olah mencederai kehormatan. Ini pikiran-pikiran yang keliru,” tandasnya.

Menurutnya, dalam konteks ini tergolong penilaian independen, dalam rangka membantu dan menolong presiden agar terhindar dari pembalasan yang lebih berat di akhirat. “Memang harus ada penilaian independen,” tegasnya.

Ia mengatakan penilaian yang tidak kalah penting datang dari pengakuan diri sendiri.

“Saya kira Presiden Jokowi tahu persis letak kesalahannya di mana? Kalau pemimpin tahu bawahannya korupsi, salah atau tidak? Membiarkan bawahannya korupsi berarti dia korupsi, dan membiarkan kejahatan, berarti dia jahat,” ungkapnya.

UIY mengingatkan ancaman sebelas kasus yang telah bocor, sehingga Airlangga dipaksa mundur dari ketua umum Golkar.

“Artinya, presiden mengetahui bawahannya korupsi. Kenapa malah dibiarkan? Kenapa malah dijadikan alat sebagai menekan agar dia mundur? Tetapi yang lebih konyol lagi dikasih Bintang Mahaputra, bagaimana bisa?” tanyanya heran.

Ia menganggap di negeri ini belum ada kultur pemimpin yang bertanggung jawab.

“Permintaan maaf akan diampuni asal mengakui kesalahannya, berjanji tidak mengulangi, dan mengembalikan hak-hak rakyat, sehingga lahir kultur pemimpin bertanggung jawab, yang selama ini belum ada,” pungkasnya. [] Novita Ratnasari

Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *