UIY: Dukung Islamisasi Politik, Tolak Politisasi Islam

Mediaumat.id – Menanggapi banyaknya politisi yang begitu keras menolak sebutan politik identitas tapi memanfaatkan agama untuk kepentingan politik, Cendekiawan Muslim Ustadz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) menegaskan menolak politisasi Islam.

“Penting sekali kita menegaskan bahwa kita harus mendukung islamisasi politik dalam arti politik itu harus berdasarkan Islam, tapi di saat yang sama harus keras menolak politisasi Islam,” tuturnya di Focus to the Point: Politisasi Agama Dipersoalkan Jokowi, Ada Apa? melalui kanal YouTube UIY Official, Kamis (15/6/2023).

Islamisasi politik berarti menggunakan Islam sebagai dasar dalam berpolitik, sementara politisasi Islam menjadikan Islam sebagai alat politik. “Yang terjadi sekarang adalah penolakan terhadap islamisasi politik tapi membiarkan Islam sebagai alat politik,” imbuhnya.

UIY mencontohkan perilaku politisi yang menjadikan Islam sebagai alat politik, seperti menggunakan simbol-simbol Islam, keluar masuk pesantren bukan untuk belajar agama, bukan untuk mendengar nasihat, tapi sekadar menarik simpati kiai, simpati penghuni pesantren untuk mendukungnya.

“Sementara dia sendiri sebagai calon, pun juga partai yang mendukungnya, sama sekali tidak berurusan dengan Islam. Tampak dari asasnya bukan Islam bahkan sekuler, tampak dari tujuannya, narasi-narasi yang dibangunnya juga tidak pernah bersentuhan dengan Islam bahkan tidak jarang bertentangan dan memusuhi Islam. Jelas ini adalah politisasi Islam,” tegasnya.

Oleh karena itu, UIY berpesan, agar rakyat cermat dalam menilai orang yang datang apakah melakukan islamisasi politik atau politisasi Islam. “Kita harus keras menolak politisasi Islam, tapi harus mendukung keras islamisasi politik,” tandasnya.

Beribadah

UIY juga menekankan, hidup itu untuk beribadah kepada Allah SWT. Allah telah menurunkan risalah-Nya sehingga ketika ingin mewujudkan hidup untuk beribadah dalam seluruh aspek kehidupan termasuk politik, maka politik harus berdasarkan risalah Islam. “Di situlah islamisasi politik ketemu,” tukasnya.

Jangan sampai, lanjutnya, menjadikan risalah yang diturunkan Allah, sekedar alat untuk meraih kekuasaan. Setelah kekuasaan didapatkan, digunakan kewenangan dan kekuasaannya untuk melakukan langkah-langkah yang bertentangan Islam, tidak sesuai dengan ajaran Islam, bahkan memusuhi Islam.

“Seperti dia punya kekuasaan justru untuk membubarkan kelompok dakwah, sementara kelompok yang bertentangan dengan Islam malah dibiarkan. Dengan ringannya dia mengatakan bahwa L68T itu punya hak untuk hidup sementara untuk kelompok dakwah apa tidak punya hak untuk hidup? Mestinya yang bertentangan dengan ketentuan agama seperti L68T, riba, itu harus dibersihkan, yang sesuai syariat harus didukung,” urainya.

Narasi Kebencian

Dalam penilaian UIY, kegaduhan yang terjadi oleh karena dibiarkannya para buzzer (pendengung) menyuburkan narasi kebencian, narasi kecurigaan. Narasi seperti, “Jika Islam berkuasa di negeri ini, orang kafir akan diusir, akan di-Suriah-kan” dan lain-lain sehingga menimbulkan kecemasan, padahal faktanya tidak.

Buzzer-buzzer inilah sebenarnya yang telah menimbulkan kegentingan dengan narasi itu. Kegentingan narasi itu bisa memicu konflik sosial karena dia seperti memanas-manasi situasi yang sebenarnya tidak panas atau sebenarnya biasa saja,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun

Share artikel ini: