Ugal-Ugalan Menempatkan Dalil

Fenomena asal menempatkan dalil sering terjadi. Biasanya datang dari mereka yang tidak mengerti ilmu-ilmu syariah seperti bahasa Arab, ushul fikih dan musthalah hadits. Asal tempel. Itu sangat berbahaya.

Kemarin, saya ditanya oleh seorang sahabat tentang dalil “Islam moderat”. Beliau rupanya meneruskan dari argumentasi seseorang yang mengajukan tiga hadits di bawah ini sebagai dalil “Islam moderat”. Diksi “Islam Moderat” sebenarnya problematik. Karena Islam adalah Islam dengan seperangkat akidah dan syariahnya. Islam adalah jalan hidup yang unik dan berbeda dengan agama dan ideologi lain. Mengapa harus ada Istilah “Islam moderat”? Allah memerintahkan kepada kita untuk masuk ke dalam Islam secara kaffah (keseluruhan), tanpa memberikan peluang untuk memilah dan memilih mana yang sesuai dengan selera kita.

Adapun kalau yang dimaksud adalah “muslim moderat” masih mungkin masuk secara redaksi. Namun juga akan menyisakan masalah, yaitu definisi dan batasan “moderat”. Kalau dibiarkan bebas, maka akan sangat berbahaya. Istilah tersebut sering dimaknai pertengahan antara “radikal” dan “liberal”. Saat “radikal” dialamatkan pada mereka yang memiliki komitmen berislam secara mengakar, maka Istilah “moderat” telah melahirkan kegamangan dalam berislam. Lebih dari pada itu “moderat” jadi alat adu domba karena pada faktanya ia berpihak.

Kembali kepada pertanyaan yang diteruskan sahabat saya, seseorang tersebut mengajukan tiga buah hadits dan kutipan syarahnya. Semua berbahasa arab tanpa diterjemahkan. Mungkin agar langsung membuat “gemetar” lawan diskusinya. Setelah saya periksa dari berbagai aspeknya (seperti takhrij dan syarahnya), saya hanya tersenyum, karena sama sekali tidak nyambung. Tiga hadits tersebut tentang akhlak Islam.

Hadits pertama,

عن جابر بن عبد الله، رضي الله عنهما أنَّ رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: ((رَحِمَ اللَّهُ رَجُلاً سَمْحًا إِذَا بَاعَ، وَإِذَا اشْتَرَى، وَإِذَا اقْتَضَى)) .

Dari Jabir ibn Abdillah radhiallahu ‘anhu: Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Semoga Allah merahmati orang yang memudahkan ketika menjual, ketika membeli dan ketika meminta haknya (HR. Al-Bukhari).

Lalu dia mencantumkan syarahnya. Intinya adalah bahwa Allah memberikan kasih sayangnya kepada orang yang memudahkan urusan orang lain. Lafazh “Samhan” disana bermakna “jawadan” dan “mutasahilan”, yang artinya berbuat baik dan tidak membuat kesulitan pada orang lain.

Hadits kedua,

وعن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ((أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِمَنْ يَحْرُمُ عَلَى النَّارِ أَوْ بِمَنْ تَحْرُمُ عَلَيْهِ النَّارُ عَلَى كُلِّ قَرِيبٍ هَيِّنٍ لَيِّنٍ سَهْلٍ )) .

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu: Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Maukah kalian aku tunjukkan orang yang haram baginya tersentuh api neraka?” Para shahabat berkata, “Mau, wahai Rasulallah!” Beliau menjawab: “(yang haram tersentuh api neraka adalah) orang yang qarib [ramah], hayyin [tenang], layyin [lembut], dan sahl [memudahkan]. (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Hiban).

Lalu dia juga mengutipkan syarahnya. Diantaranya makna “qarib” dan “sahl”

((قريب)). أي: من النَّاس بمجالستهم في محافل الطاعة، وملاطفتهم قدر الطاعة. ((سهل)). أي: في قضاء حوائجهم، أو معناه أنَّه سمح القضاء، سمح الاقتضاء، سمح البيع، سمح الشراء) .

Saya menduga, dia mengaitkan lafazh “samh” yang merupakan makna “sahl” dengan “tasamuh” yang merupakan alih bahasa dari kata “moderat”. Padahal makna “samh” disana adalah memudahkan.

Hadits ketiga,

وعن أبي موسى الأشعري رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((إنَّ الله خلق آدم من قبضة قبضها من جميع الأرض، فجاء بنو آدم على قدر الأرض، جاء منهم الأحمر، والأبيض، والأسود، وبين ذلك، والسهل، والحزن، والخبيث، والطيب)) .

Dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah menciptakan Adam dari segenggam tanah dari semua jenis tanah. Kemudian keturunannya datang beragam sesuai dengan unsur tanahnya. Ada di antara mereka yang berkulit merah, putih, hitam, dan antara warna-warna itu. Ada yang lembut dan ada yang kasar, ada yang buruk dan ada yang baik. (HR. Abu Dawud)

Hadits ini juga bercerita tentang karakter manusia. Seharusnya kita menjadi hamba Allah yang lembut, memudahkan dan berlaku baik kepada sesama.

Inilah fenomena asal-asalan menempatkan dalil. Hadits-hadits tentang akhlak yang mulia malah dijadikan dalil “Islam moderat”. Jaka sembung naik ojek, tidak nyambung jek!

Sebaiknya orang yang berargumentasi dengan tiga hadits tsb menelaah dulu apa itu “moderat” atau “moderasi” yang saat ini dikampanyekan. Untuk paham proyek pembangunan jaringan muslim moderat, sebaiknya membaca secara seksama riset dari Rand Corporation sbb:

Building Moderate Muslim Networks
https://www.rand.org/pubs/monographs/MG574.html

Riset dan rekomendasi Rand Corporation tersebut diduga menjadi panduan kampanye Islam moderat di dunia Islam. Di dalamnya termasuk sikap pada demokrasi, sekularisme, dan fundamentalisme.

Untuk memahami pengarus-utamaan moderasi agama di Indonesia, bisa membaca semua artikel terkait itu di laman resmi Kemenag RI sbb:

Artikel-artikel Moderasi Agama
https://www.kemenag.go.id/moderasi-beragama

Moderasi agama adalah antitesis dari geliat beragama yang dinilai radikal dan meresahkan pihak-pihak berkuasa, seperti wacana syariat Islam, khlIafah, sikap kepada pemimpin kafir, dan sikap pada demokrasi dan pancasila. Berangkat dari itu, diwacanakanlah apa yang disebut rekontekstualisasi fikih Islam.

Wacana moderasi agama dengan membawa dalil “ummatan wasathan” juga sudah saya bantah dalam majalah Al-Wa’ie edisi bulan Oktober 2021 lalu. Saya berusaha mendudukan konsep “tawassuth” (moderat/pertengahan) dan “tasamuh (toleran)” sebagaimana mestinya.

Ummat[an] Wasath[an] Bukan Dalil Moderasi Islam
https://al-waie.id/afkar/ummatan-wasathan-bukan-dalil-moderasi-islam/

Jadi, moderasi agama bukan tentang akhlak dan sikap welas asih, tetapi tentang kontra terhadap apa yang mereka sebut dengan radikalisme. Padahal Istilah radikal sendiri masih bias dan cenderung diframing negatif oleh pihak berkuasa. Sikap komitmen pada Islam dengan penerapan pada seluruh aspeknya, serta sikap menolak pemikiran Barat, seringkali dianggap radikal. Ya, ini terkait perang Istilah.

Semoga tidak ada lagi yang ugal-ugalan menggunakan dalil untuk kepentingan syahwatnya.
===

Bumi Para Nabi, 9 Januari 2022, di kala senja membentang dan mengajarkan kita bahwa apa pun yang terjadi hari ini pasti akan berakhir indah

Yuana Ryan Tresna

Share artikel ini: