Mediaumat.id – Berdasarkan segala macam bukti yang ada, Dai Muda dan Inspirator Hijrah Nasional Ustaz Felix Siauw (UFS) menilai deradikalisasi yang dipropagandakan rezim itu sama dengan deislamisasi. “Saya membaca deradikalisasi itu sama dengan deislamisasi dengan segala macam bukti yang ada. Maka saya enggak suka dengan gaya kepemimpinan yang seperti ini,” Ahad (23/10/2022) di kanal YouTube Refly Harun.
Mereka, lanjut UFS, seolah-olah menjadikan something to blame (sesuatu yang dipersalahkan) adalah Islam. Seolah-olah apa pun bisa-bisa baik kalau seandainya tidak islami.
“Anda bisa jadi seorang koruptor asal jangan jadi seorang Islam, anda bisa jadi seorang yang tidak setia pada negara asal Anda jangan jadi seorang Islam. Kenapa, karena masalah terbesar di Indonesia enggak ada lain cuma satu Islam radikal, kadrun dan segala macam,” sindirnya.
Oleh karena itu, beber UFS, ada orang bicara tentang ‘Saya Indonesia’, ‘Saya Pancasila’ besok ketangkap KPK. Ada orang bilang ‘Saya Indonesia’, ‘Saya Pancasila’ besok ternyata dia ketahuan ngambil duit dan masuk penjara.
UFS mengingatkan, sebagai seorang Muslim seharusnya hanya mengusung narasi Islam saja karena Islam lebih dari sekadar agama ritual.
“Bagaimana cara manusia untuk bisa menjalani kehidupannya secara total mulai dari urusan politik sampai urusan berkeluarga, mulai dari masuk WC sampai menentukan bagaimana sumber daya alam, mulai dari hukum pernikahan dengan suami istri sampai dengan hukum ekonomi. Semua itu diatur di dalam Islam,” tegasnya.
Karena itu, lanjutnya, ketika negeri ini didirikan, dengan sangat humble (rendah hati) para pejuang menyatakan atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa. “Itu adalah bukti pengakuan bahwasannya negara ini dibuat dengan semangat tertentu yaitu dengan semangat untuk bisa mengabdi kepada Tuhan penguasa semesta alam,” tukasnya.
Menurut UFS, para pemimpin harus taat pada Allah, harus menerapkan hukum Allah. Karena itu, ia hanya mendukung pemimpin yang menjunjung tinggi narasi Islam. “Selama orang-orang memperjuangkan narasi ini maka kita pun mendukung siapa pun itu. Tapi begitu narasi ini ditinggalkan silakan cari spotlight yang lain,” ujarnya.
Islam, tegas UFS, akan berada di garis terdepan ketika ada kezaliman, sehingga ia menduga narasi deradikalisasi merupakan topeng untuk pengalihan sesuatu yang lebih besar. “Kalau kita baca sejarah, dari dulu ada orang-orang atau kelompok-kelompok tertentu yang senantiasa menjadikan Islam sebagai kambing hitam, padahal tujuan mereka adalah penguasaan sumber daya alam,” bebernya.
Dulu, lanjut UFS, dunia mengenal 3G (gold, gospel, dan glory). Mereka ingin masuk menguasai tanah sebagai bentuk imperialisme. Mereka masuk ingin menguasai ekonomi sekaligus menguasai akidah.
Ulama di Sumatera Barat waktu itu mengatakan, dilarang menjual tanah kepada orang Cina. “Ini bukan rasis, tapi yang ingin mereka katakan adalah jangan sampai ketika tanahmu dikuasai, kamu kehilangan akidah dan kamu kehilangan faktor ekonomi. Ketiganya (ekonomi, akidah, tanah) itu nyambung,” urainya.
Begitu juga, ketika orang sudah kehilangan akidah maka mereka kehilangan tanah dan mereka kehilangan ekonomi.
“Ini sebenarnya yang ingin diraih oleh orang-orang yang membenturkan narasi agama dan negara, ada kepentingan tertentu. Dan ini terjadi di Indonesia,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun