Mediaumat.id – Menanggapi ironi melangitnya gaji petugas Ditjen Pajak tapi tidak menjamin perilakunya bersih, Ekonom Hamfara Dwi Condro Triono Ph.D., menilai hal itu menyakiti hati masyarakat.
“Ini membuat masyarakat semakin sakit hati, sudahlah tunjangan ditinggikan ternyata juga tidak membuat bersih,” tuturnya dalam diskusi Gaji Petugas Dirjen Pajak Selangit, Kehidupan Masyarakat Menjerit Bisakah Indonesia Menjadi Negara Bebas Pajak? di kanal YouTube PAKTA Channel (Pusat Analisis Kebijakan Strategis), Ahad (26/2/2023).
Menurutnya, hal ini terjadi karena seiring dengan gaya hidup yang semakin high class kemudian adanya peluang, perilaku menyimpang akan muncul lagi. “Ketika manusia itu diberi peluang, seberapa pun yang namanya keserakahan manusia itu enggak ada hentinya,” paparnya.
Ekonom Hamfara ini menilai perlu perbaikan dari 2 tinjauan. “Apakah perbaikan itu dari sisi mentalitas petugas pajaknya atau aturannya?” ungkapnya.
Ia meragukan kalau dari mentalitas. “Kalau dari mentalitas kita semua kayaknya tidak terlalu yakin dengan previlege-previlege yang akan dimiliki oleh petugas itu akan bisa membuat mereka itu benar-benar bersih,” bebernya.
Menurutnya, kalau memang agak berat tentu saja pilihannya adalah aturannya yang harus diubah. Seharusnya aturan itu bertumpu kepada sumber-sumber ilahiyah dari Allah SWT. “Kalau aturan dari manusia kita khawatirnya ya blunder lagi seperti masuk dalam lingkaran setan,” jelasnya.
Ekonomi Islam
Dalam pandangan ekonomi Islam, kebijakannya sangat berbeda dengan pandangan ekonomi kapitalis yang memandang bahwa sumber pendapatan utama negara itu dari pajak. “Kalau Islam mohon maaf, Islam justru memandang pajak itu bukan sumber utama bahkan kalau kita mau teliti dengan dalil-dalil yang lebih terinci, justru Rasul mengharamkan itu,” terangnya.
Menurutnya, ada 12 sumber pendapatan negara, yang terakhir adalah pajak. Tapi pajak hanya boleh ditarik dalam kondisi darurat. “Karena hukum asalnya itu haram. Dalam Islam memang boleh dilanggar asal kondisinya darurat, karena kaidah kondisi yang darurat itu bisa membolehkan sesuatu yang diharamkan,” paparnya.
Darurat di sini jika kas negara (Baitul Mal) itu kosong, maka negara itu boleh menarik pajak. Itu pun kalau sampai 11 sumber pendapatan lain itu kurang. “Sehingga ada kewajiban-kewajiban yang harus dipikul oleh negara yang kalau kewajiban itu tidak ditunaikan, maka akan terjadi kondisi-kondisi darurat, yaitu kondisi yang bisa menimbulkan kematian atau kebinasaan dan seterusnya,” pungkasnya.[] Lussy Deshanti