Mediaumat.news – Kuasa Hukum Habib Rizieq Syihab (HRS) Aziz Yanuar mengungkapkan tujuh poin yang menunjukkan telah terjadi upaya mempermainkan hukum dan keadilan dengan cara-cara kotor sehingga kliennya mendapat vonis penjara 4 tahun oleh pengadilan dalam kasus hasil swab test di RS Ummi Bogor.
“Janganlah kita itu mempermainkan hukum ya, mempermainkan keadilan seperti itu kan, dengan cara-cara kotor seperti ini,” ujarnya dalam acara Fokus: Vonis 4 Tahun HRS, di Mana Keadilan Hukum? Ahad (27/6/2021) di kanal YouTube UIY Official.
Adapun tujuh poin dimaksud Aziz adalah sebagai berikut. Pertama, yang dilaporkan oleh terlapor dalam kasus itu adalah Rumah Sakit Ummi, tapi bagaimana bisa malah menyeret-nyeret nama HRS.
Baca juga:HRS Divonis 4 Tahun, UIY: Ini Kriminalisasi!
Kedua, kasus tersebut adalah pelanggaran protokol kesehatan, yaitu menghalang-halangi penanggulangan wabah. Ternyata melebar sebegitu jauhnya hingga menjadi kasus ujaran kebohongan yang menimbulkan keonaran. “Jadi dua poin ini saja kita heran bin bingung,” kata Aziz.
Ketiga, jaksa dan majelis hakim atas nama penegakan hukum untuk keadilan membawa kasus ini pada UU Nomor 1 Tahun 1946 Pasal 14 dan 15 mengenai kebohongan yang menimbulkan keonaran. “Di sisi lain banyak kebohongan yang dilakukan oleh pejabat negara tidak ada yang membawa ke jalur hukum,” bebernya.
Keempat, majelis hakim memvonis HRS melakukan kebohongan yang menimbulkan keonaran. Padahal ucapan HRS yang dianggap kebohongan itu untuk meng-counter kabar-kabar bohong yang santer terdengar bahwa habib meninggal dan habib sekarat, sehingga HRS mengatakan, “Saya sehat-sehat saja, baik-baik saja.”
Tapi, kata Aziz, itu malah menjadikan HRS dipidana sedangkan kabar bohong pemicunya tidak ada yang mempermasalahkan dan mempidanakan.
Kelima, terkait keonaran yang dimaksud dalam pasal tersebut, majelis hakim menjadikan keterangan ahli yang diajukan jaksa sebagai pertimbangan, bukan merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia. Sehingga menurut Aziz rujukannya tidak ilmiah.
Keenam, saat HRS mengucapkan “Saya sehat-sehat saja, baik-baik saja” yang kemudian dianggap melakukan kebohongan, faktanya setelah mengucapkan itu HRS memang baik-baik saja, bahkan setelah beberapa hari juga tidak terkapar atau bedrest.
Ketujuh, saat HRS di-test swab antigen dan reaktif itu masih probable yang menurut dokter bisa iya bisa tidak. Hal itu disebabkan saat itu test swab antigen masih belum jadi standar untuk menyatakan seseorang terkena covid-19 atau tidak. Karena menurut Menteri Kesehatan standarnya adalah test swab PCR.
Sehingga, menurut Aziz, saat kondisi probable tadi HRS menyugesti dirinya dengan kata-kata “Saya sehat, saya baik-baik saja” tentu adalah hal yang bagus kalau merujuk pada ungkapan kesehatan rakyat adalah hukum tertinggi.
“Kami jujur sangat-sangat keberatan dimulainya kasus terkait swab Rumah Sakit Ummi ini,” pungkas Aziz.[] Agung Sumartono