Tuduhan Tidak Mendasar dan Kasar Terhadap Seorang Guru Besar

Oleh: Imran Wahid, S.H. | LBH PELITA UMAT Korwil Sultra

Beberapa hari ini kita dikagetkan dengan keputusan tidak adil kemenristekdikti yang terkesan kasar dan tanpa berdasar hukum terhadap seorang guru besar hukum dari salah satu universitas di Jawa Tengah. Prof. Suteki, S.H., M.Hum, diketahui dibebastugaskan dari amanahnya di kampus tempatnya mengajar hanya karena berpegang teguh pada prinsip dan keyakinan berdasarkan ilmu yang dimilikinya.

Meskipun keputusan ini dikeluarkan Rektorat, tapi tidak lepas dari kebijakan Kemenristekdikti dan pihak-pihak tidak bertanggung jawab yang menuduh sang Profesor tersebut Radikal dan anti Pancasila. Terhadap hal ini, Prof. Suteki telah mengklarifikasi tentang tuduhan tersebut  bahwa hal tersebut tidak benar bahkan yang mencengangkan ternyata beliau sudah hampir seperempat abad mengajar mata kuliah pancasila.

Kita juga bisa melihat kebijakan represif ini terkait kapasitas beliau sebagai Guru Besar Hukum yang hadir memberikan keterangan sebagai Ahli dalam sidang Judicial Review terhadap PERPPU Ormas di MK dan Ahli dalam sidang gugatan sengketa TUN di PTUN Jakarta antara HTI vs Pemerintah. Atas peran intelektual dan legal itu, beliau dicap radikal dan anti NKRI. Tudingan ini juga berlaku terhadap siapapun yang hadir dan mendukung perjuangan hukum HTI Juga di stigma Radikal dan anti pancasila.

Padahal, HTI adalah organisasi legal dan mengambil upaya hukum yang sah secara konstitusi. Secara hukum HTI masih sah dan memiliki legal standing untuk mengajukan upaya hukum membela Hak konstitusionalnya. Terlebih lagi, UU Ormas memberi pengakuan eksistensi kepada setiap ormas, baik berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum.

Kehadiran beliau bukan dalam kapasitas sebagai angota HTI, namun sebagai akadimisi yang mempuyai keahlian dalam bidang hukum sehingga keterangannya dianggap layak sebagai ahli dalam sebuah forum persidangan yang terbuka untuk umum. Keterangan beliau, membantu majelis hakim untuk membuat terangnya sebuah persoalan, terkait adanya perbedaan doktrin dan pandangan hukum atas suatu keadaan tertentu.

Kita semua tentu sangat menyesalkan, apakah MeristekDikti tidak melihat akan adanya potensi banyak mahasiwa yang ikut perkuliahan Prof. Suteki yang akan dicap Radilkal oleh sebagian pihak? Hal ini berpotensi membuat kacau dunia akademik karena tudingan dosen radikal juga akan merembet pada seluruh mahasiwanya.

Logika ini juga yang diberlakukan kepada HTI pasca pencabutan status BHP oleh Pemerintah. Semua orang yang pernah hadir dan berinteraksi dengan dakwah HTI dituding radikal, diawasi, di persekusi. Seharusnya pemerintah yang dalam hal ini menistekdikti melihat persoalan secara objektif, bukan melakukan generalisasi. Janganlah karena didasari kebencian kemudian melakukan keputusan kasar dan tidak berdasar kepada Guru besar yang dalam dunia kampus mereka sangat dihormati, disegani dan dihargai.

Kebijakan dan Keputusan ini tidak sesuai dengan amanat konsitusi khusunya Pasal 28E ayat 3 UUD 1945 tentang kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat di muka umum. Jika dinalar secara hukum bukan Prof. Suteki dan HTI yang melanggar hukum namun pemerintahlah sejatinya yang melanggar konsitusinya.

Bahkan, menurut UU No. 39/1999 Tentang HAM pada ketentuan pasal 3 disebutkan :

1. Setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia yang sama dan sederajat serta dikaruniai akal dan hati nurani untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam semangat persaudaraaan.

2. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum.

3. Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi.

Pada momen bulan Ramadhan ini kami berpesan kepada pemerintah agar berhenti menuduh dan menyebar teror kepada para guru besar dan aktivis dakwah yang ada di kampus. Balasan di akhirat itu sangat pedih dan di dunia pasti ada konsekuensi. Siapapun pihak yang menghalangi dakwah dan memperlakukan pengemban dakwah secara zholim dan tidak adil, segeralah bertaubat.

Semoga pemerintah segera sadar dan bertobat atas tindakannya yang zalim kepada para guru besar dan aktivis dakwah serta ulama sehingga karunia dan berkah dunia Akhirat menaungi negeri ini. [].

Share artikel ini: