Tudingan Pemaksaan Jilbab di Yogyakarta Mengonfirmasi Islamofobia

Mediaumat.id – Tudingan pemaksaan jilbab yang terjadi di SMAN 1 Banguntapan Yogyakarta, dinilai Abu Zaid dari Tabayyun Center, mengonfirmasi adanya islamofobia.

“Kejadian di Yogyakarta mengonfirmasi satu hal yang sudah sering terjadi yaitu adanya islamofobia. Mengapa saya katakan demikian karena opini yang dikembangkan oleh beberapa pihak, kesannya menyudutkan,” tuturnya di Kabar Petang: Kewajiban Jilbab Tak Pantas Dipersoalkan, Jumat (12/8/2022) melalui kanal YouTube Khilafah News.

Abu Zaid menyesalkan opini pemaksaan jilbab seolah begitu besar, padahal faktanya sebagaimana disampaikan sendiri oleh Wakil Disdikpora DIY Suhirman, tidak ada pemaksaan jilbab.

“Saya juga menyayangkan kenapa Gubernur DIY begitu ada opini itu langsung menonaktifkan kepala sekolah dan seterusnya, mestinya dipastikan dulu apa yang terjadi,” sesalnya.

Abu Zaid berharap, sebagai seorang Muslim seharusnya berpihak pada apa yang diyakini benar serta hanya menginformasikan perkara yang secara fakta juga benar.

Ia pun membenarkan, dalam melaksanakan perkara yang diwajibkan syariat Islam ada pemaksaan. “Tapi yang memaksa bukan pihak sekolah, atau pun personal melainkan undang-undang atau negara,” tandasnya seraya mencontohkan qanun syariah di Aceh yang bisa memaksa Muslimah mengenakan pakaian Muslimah.

Menurut Abu Zaid, kalau umat Islam belajar akidah dan syariat Islam pasti akan didapati perintah menutup aurat baik untuk Muslim maupun Muslimah. “Perintah menutup aurat ini termasuk kewajiban bagi setiap Muslim,” tandasnya.

Islam, lanjutnya, mewajibkan wanita Muslimah saat ia keluar rumah untuk mengenakan jilbab (gamis), serta tidak tabarruj (menarik perhatian) sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an surah al-Ahzab ayat 59.

“Nah, ketika jilbab dan tidak tabarruj ini dipenuhi barulah seorang wanita itu boleh keluar rumah. Kasus untuk di Bantul itu kan sudah SMA, sudah baligh, mestinya berpakaian seperti itu,” ucapnya.

Ia menyayangkan orang tua yang ikut memprovokasi pihak lain untuk mempersoalkan sekolah. “Mestinya ia berterima kasih kepada sekolah karena anaknya sudah diajarin menutup aurat, menjadi anak shalihah. Mestinya dia senang!” kata Abu Zaid.

Abu Zaid juga mengatakan, kewajiban menutup aurat disepakati oleh seluruh ulama. “Tidak ada seorang ulama pun yang kompeten itu menyatakan menutup aurat tidak wajib, kecuali belakangan ini saja ada orang-orang yang menyimpang dari pemahaman yang shahih yang menyatakan itu tidak wajib,” ungkapnya.

“Mestinya semua kewajiban agama itu tidak boleh dipersoalkan oleh siapa pun karena itu adalah kewajiban dari Rabbul ‘alamin,” tegasnya.

Sayangnya, lanjut Abu Zaid, sekarang ini kita hidup di negara sekuler. Islam hanya boleh mengatur urusan privat, tidak boleh masuk ke ranah publik.

“Itu pun sebenarnya enggak konsisten. Berpakaian kan masuk ranah privat, tapi tetap dilarang,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun

Share artikel ini: