Trump Terpilih Kembali

Pada hari Senin (15/7), Partai Republik di Amerika Serikat secara resmi memilih Donald Trump sebagai kandidat untuk mencalonkan diri dalam pemilihan presiden yang dijadwalkan pada 5 November mendatang. Hal ini sesuai dengan pernyataan terkait pemilu pada konferensi Partai Republik yang digelar di Milwaukee.

Tidak ada keraguan bahwa kepribadian dan orientasi Presiden Amerika, terlepas dari keberadaannya yang penting, terutama dalam kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh Konstitusi Amerika, bukanlah satu-satunya faktor dalam membuat kebijakan Amerika, sebab ada kepentingan-kepentingan nasional yang lebih tinggi dan strategi-strategi internasional yang harus diupayakan, terlepas dari siapa presiden dan partainya. Strategi-strategi ini merupakan persyaratan yang tidak dapat dihindari, dan yang terpenting adalah institusi-institusi negara dalam negara (deep state) yang melindungi dan yang mensponsorinya. Karena seringkali, perbedaan antara satu presiden dan presiden lainnya terletak pada mekanisme dan cara yang digunakan untuk mencapai tujuan strategi-strategi yang lebih tinggi.

Meskipun ada ketidakpastian dalam memprediksi hasil pemilu mendatang dan kejutan-kejutan yang ada, namun peluang kemenangan Trump sangat besar, karena ia masih mendapat dukungan yang tinggi dari masyarakat Amerika, dan ia juga mengungguli Presiden saat ini Joe Biden dalam beberapa jajak pendapat publik.

Tidak ada keraguan bahwa ada beberapa perbedaan yang terjadi secara internasional dan lokal yang memaksakan keberagaman dan perubahan pada Trump, sementara beberapa tujuan yang ingin dicapainya pada saat itu masih tetap ada. Mungkin perubahan akan terjadi melalui cara, metode, dan kepribadian. Tidak ada bukti yang lebih jelas mengenai hal ini selain pilihannya terhadap wakilnya, Senator dari negara bagian Ohio, J.D. Vance, untuk berbicara kepada kelas menengah dan sikapnya mengenai masalah bantuan ke Ukraina, dan sikapnya terhadap Rusia, termasuk sikap kotornya yang mendukung entitas Yahudi yang melebihi orang-orang sebelum dia, ketika ia mendesak entitas Yahudi dalam pernyataan pertamanya untuk mengakhiri perang Gaza “secepat mungkin,” menurut apa yang diberitakan oleh surat kabar berbahasa Ibrani, Haaretz. Senator dari negara bagian Ohio tersebut menuduh Presiden Joe Biden “mempersulit (Israel) untuk memenangkan perang,” dan ia berjanji untuk “merevitalisasi proses perdamaian antara (Israel) dan Arab Saudi”. Dia berkata: “Joe Biden telah mempersulit (Israel) untuk memenangkan perang itu,” dan ia menambahkan: “Tindakannya menyebabkan skenario terburuk yang mungkin terjadi di semua bidang.”

Permasalahannya tidak akan berhenti pada masalah-masalah ini saja, namun Eropa akan melalui hari-hari yang sangat sulit. Hal Brands, seorang ilmuwan politik Amerika dan pakar kebijakan luar negeri AS memperingatkan bahwa “Eropa setelah era Amerika kemungkinan besar akan menderita akibat ancaman yang dihadapinya, bahkan mungkin pada akhirnya akan kembali ke pola masa lalunya yang lebih gelap, lebih kacau, dan fanatik.”

Sedangkan untuk masalah China, maka hal ini berjalan dengan tidak ada masalah, karena hard power akan diaktifkan hingga batas maksimalnya, yang menandai hari-hari yang sangat sulit dalam hubungan internasional secara signifikan. Tampaknya negara-negara di dunia mulai merasakan datangnya awan gelap seiring dengan melemahnya perekonomian internasional dan terkikisnya struktur ekonomi dan proteksionisme internasional, serta melemahnya negara-negara sebagai akibat dari berbagai pukulan yang mereka terima pada semua bidang.

Benar, bahwa dunia sedang menunggu gelombang badai, gunung berapi, serta kerusuhan sekala lokal dan internasional, namun hal ini, meskipun mengalami hari-hari yang buruk dan pahit, merupakan indikasi yang baik dari disintegrasi hubungan internasional dan perubahan konstelasi internasional. WalLāhu a’lam! [] Hasan Hamdan

Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 19/7/2024.

Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini: