Oleh: Fajar Kurniawan (Analis Senior PKAD)
Hubungan bilateral kedua Negara terjalin dalam teka-teki. Kremlin umumkan percakapan antara Putin dan Merkel pada Rabu (9/1). “Mereka (Putin dan Merkel) bertukar pandangan tentang situasi di Suriah, termasuk pembentukan komite konstitusional atas dasar perjanjian yang dicapai pada pertemuan empat arah (Rusia, Turki, Jerman, dan Prancis) di Istanbul pada 27 Oktober 2018,” kata Kremlin, dikutip laman kantor berita Rusia TASS.
Presiden Rusia Vladimir Putin dan Kanselir Jerman Angela Merkel menjalin percakapan via telepon untuk membahas krisis Suriah. Mereka sepakat mendukung proses politik di negara tersebut guna mengakhiri konflik yang telah berlangsung lebih dari tujuh tahun.
Putin dan Merkel menyatakan siap bekerja sama membantu PBB menengahi solusi politik Suriah. “Mereka menyuarakan kesiapan untuk meningkatkan upaya guna menengahi solusi politik dalam kerja sama erat dengan PBB, mengejar tujuan solusi jangka panjang untuk Suriah,” kata Kremlin.
Jerman, di antara Negara-negara Imperialis modern yang menekankan pentingnya mencapai gencatan senjata yang komprehensif di Suriah, serta terus bekerja sama melawan apa yang mereka sebut terorisme. Mereka menyerukan pembentukan komisi di Jenewa untuk menyusun konstitusi Suriah guna mencapai reformasi konstitusi, bahkan mereka berjanji untuk bekerja sama guna menciptakan kondisi yang kondusif bagi solusi politik palsu yang akan merealisasikan perdamaian dan stabilitas semu di Suriah.
Jerman tidak bisa bermanuver, kalau Amerika memberi lampu hijau kepada Rusia dan rezim Suriah untuk pemberantasan para mujahidin di Suriah, tanpa memikirkan akibat yang ditimbulkan dari pemboman dan penghancuran berbagai front pertempuran, dan yang tragis di antaranya adalah Ghouta. Amerika yang telah menguasai Suriah selama beberapa dekade melalui sekte Alawiyyah (Nushairiyyah) di Syam yang siap untuk membakar seluruh wilayah Syam, bukan hanya Ghouta, di mana itu semua mereka lakukan dalam rangka menjaga agar Syam tetap dalam kendalinya.
Untuk menjamin Syam tetap dalam cengkeramannya, maka Amerika memainkan kartunya satu demi satu: Iran dan partainya di Lebanon, Salman dan Erdogan untuk memaksa rakyat Suriah di bawah pemboman brutal pesawat Rusia selama bertahun-tahun, namun tidak berhasil dalam mengelabui para tokoh Ghouta yang terhormat, di mana mereka menolak untuk tunduk kepada perintah Amerika dalam menyelesaikan kasus Suriah. Sehingga Amerika menginginkan aksi pembantaian keji terhadap mereka untuk menundukkan kembali Syam ke dalam kekuasaannya. Dalam hal ini, Amerika berusaha menutupi cara kotorannya, serta cara kotor Rusia dan rezim, melalui apa yang mereka sebut “perang melawan terorisme”.
Rusia harus masuk ke lumpur Suriah, di saat Negara ini telah kehilangan dirinya di wilayah-wilayah pengaruhnya yang seharusnya paling stabil, seperti Ukraina, namun karena ambisi dan penjarahannya di Krimea, Rusia tidak hanya hilang pengaruhnya di Ukraina, juga kehilangan arena agama yang diinginkannya untuk mendukung pengaruhnya. Di sana AS dan Eropa bermain untuk memutus pengaruh Rusia.
Pada saat Rusia berusaha menjadikan Ortodoksi sebagai benteng pengaruh Rusia di Eropa Timur dan kawasan Muslim, yakni Rusia akan mengembalikan ikatan lama yang dulu dicabik-cabik oleh otoritas komunisme. Apa yang dilakukan Rusia ini sebagai upaya untuk membangun peran globalnya, terutama setelah negara itu berpikir telah kembali mengintervensi Suriah. Sehingga upaya Rusia membangun hubungan gereja Ortodoks dengan gereja-gereja Palestina dan Suriah, di samping gereja-gereja tradisional dengan Eropa Timur, mendatangkan pukulan menyakitkan dari Ukraina.
Baik Jerman, Rusia, dan Amerika serikat tentunya ingin mengajak semua orang berpikir bahwa kaum kafir Barat peduli dengan nasib rakyat Suriah, meski semua habis dibantai. Namun perlu diingat, bahwa mereka hanya ingin menjaga anteknya yang telah dan akan mewujudkan semua kepentingannya. Dan mereka ingin semua orang berpikir bahwa solusi politik Amerika akan mengakhiri penderitaan rakyat Suriah. Ingat, bahwa Barat hanya mencoba untuk mengubah bentuk dan cara penyesatannya, sementara isinya tidak pernah berubah. Lihatlah Tunisia dan Mesir, mereka adalah contoh hidup yang bisa mengatakan keburukan dari semua penyesatan ini.[]