Pada 2/9/2025, Presiden AS Trump mengatakan bahwa kesabaran Amerika telah habis terkait gencatan senjata di Gaza setelah memburuknya kondisi tiga tahanan Yahudi, sementara ia menutup mata terhadap tahanan Palestina yang dibebaskan dalam kondisi yang sangat buruk, beberapa di antaranya telah dipenjara selama puluhan tahun dan tidak dianggap sebagai manusia.
Dengan segala kesombongan dan keangkuhannya, ia mengatakan bahwa ia berkomitmen untuk membeli dan memiliki Gaza dan bahwa ia mungkin akan memberikan sebagian wilayahnya kepada negara-negara lain di Timur Tengah untuk dibangun kembali, dan ia berkata, “Tempat itu adalah tempat kehancuran dan sisanya akan dihancurkan.”
Trump meminta Mesir dan Yordania untuk menerima warga Palestina, dan mengatakan bahwa penguasa mereka akan melakukannya, dan dia mengulanginya lebih dari sekali. Itulah sebabnya Raja Abdullah II dari Yordania mengunjungi Amerika dan bertemu dengan Trump pada 11/2/2025 untuk membahas masalah tersebut. Ia juga singgah di Inggris untuk menerima instruksi dari para majikannya
Presiden Mesir Sisi mengumumkan bahwa ia juga akan melakukan kunjungan serupa dan bertemu dengan Trump guna membahas masalah yang sama, yang menunjukkan ketundukan dan kesiapan mereka untuk memberikan konsesi kepada Amerika, jika tidak, mereka tidak akan melakukan kunjungan ini dan bertemu dengan Trump, yang memerintahkan mereka dari jauh.
Semua ini terjadi karena tidak adanya pemimpin jujur yang menentang Trump, membalikkan keadaan, dan mengerahkan pasukan untuk membebaskan Gaza dan seluruh Palestina. Sebaliknya, mereka hanya duduk dan menyaksikan kehancurannya, pembunuhan rakyatnya, dan kelaparan mereka selama lima belas bulan. Mereka hanyalah budak-budak hina yang lebih takut kepada Amerika dan entitas Yahudi daripada takut kepada Allah, Sang Pembalas , Sang Maha Kuasa, Sang Maha Memaksa (hizb-ut-tahrir.info, 11/2/2025).
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat