Trik dan Tips Leadership Ala Sunnah Nabawiyah (2)

 Trik dan Tips Leadership Ala Sunnah Nabawiyah (2)

(Oleh: Ismat Awni al-Hammouri)

 

Kedua: Seorang pemimpin, direktur atau manajer harus mencintai profesi dan pekerjaannya, serta merasa memilikinya. Dengan demikian, rasa cinta dan memilikinya itu akan mendorongnya untuk profesional, kreatif dan berdedikasi dalam bekerja. Rasulullah saw. bersabda:

«إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُحِبُّ إِذَا عَمِلَ أَحَدُكُمْ عَمَلًا أَنْ يُتْقِنَهُ»

Allah ʽazza wa jalla menyukai jika salah seorang di antara kalian melakukan suatu amal secara itqān (profesional).” (HR. Al-Suyuthi, Al-Jāmi’ Al-Shaghīr, no. 1855, hadits Hasan).

Dikatakan bahwa ath-thab’u yasriqu (watak atau tabiat itu meniru dan meneladani), bahkan memberi teladan dengan perbuatan jauh lebih efektif daripada menasihati dan menyuruh tanpa tindakan dan keteladanan, yakni bukan sekedar NATO (No Action Talk Only). Sehingga, pada saat tim Anda melihat bahwa Anda bekerja, padahal Anda adalah pemimpin mereka, tetapi Anda begitu berdedikasi dan profesional dengan pekerjaannya, maka mereka akan bekerja seperti Anda, dan akan berkreasi untuk mencapai hasil kerja yang maksimal.

 

Ketiga: Rasulullah saw. bersabda:

«وَلاَ يَقُلْ أَحَدُكُمْ: عَبْدِي أَمَتِي، وَلْيَقُلْ: فَتَايَ وَفَتَاتِي وَغُلاَمِي»

Dan janganlah seorang dari kalian mengatakan: budak laki-lakiku, atau budak perempuanku. Namun katakanlah: pemudaku, pemudiku, dan anakku.” (HR. Bukhari, no. 2552).

Ini terkait milk al-yamin (budak yang dalam kekuasaannya) harus diperlakukan demikian, lalu bagaimana jika itu terkait para pegawai, rekan dan mitra kerja, maka seorang pemimpin, manajer atau derektur harus memandangnya bahwa mereka adalah orang-orang yang tengah bekerja sama, baik mereka yang berkedudukan lebih tinggi dalam jabatan atau struktur administrasi, maupun mereka yang berkedudukan di bawahnya, mereka tidak lain adalah manusia juga. Artinya bahwa ia sebagai seorang pemimpin, manajer atau direktur yang tengah bekerja sama dengan manusia yang memiliki eksistensi, kepribadian, mentalitas dengan gagasannya sendiri, juga kejiwaan dengan perasaan dan kecenderungannya sendiri, keadaannya sendiri, dan linkungannya sendiri, sehingga semua itu harus disadari bahwa ia sebagai pemimpin, manajer atau direktur tidak sedang mengendalikan robot yang cukup dengan di-remote. Sehingga dengan mempertimbangkan hal itu, seorang pemimpin harus mampu menyatukan timnya, lalu bergerak maju bersamanya untuk bekerja dan menyelesaikan semua tugas dan pekerjaannya, tidak peduli seberapapun besarnya kesulitan dan pengorbanan.

Juga, sebagai seorang pemimpin, manajer atau direktur harus mampu menjaga perkataan dan ucapan yang ditujukan pada timnya, hal ini dilakukan demi menjaga kehormatan dan kekompakan agar dapat mencapai keberhasilan bersama. Allah Swt. berfirman:

]وَقُلْ لِعِبَادِى يَقُولُوا الَّتِى هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْزَغُ بَيْنَهُمْ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلْإِنْسَانِ عَدُوًّا مُبِينًا[

Dan katakanlah kepada hamha-hamba-Ku: “Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.” (QS. Al-Isrā’ [17] : 53).

Nabi saw. benar-benar memuji mereka yang mampu memilih perkataan dan ucapan dalam memperlakukan saudara-saudaranya, sehingga Nabi saw. menyebutkan bahwa mereka berhak untuk mendapatkan kedudukan mulia dan terhormat di sebelah kanan Ar-Rahman ‘azza wa jalla pada hari Kiamat, sebagaimana sabdanya:

»هُمْ جُمَاعٌ مِنْ نَوَازِعِ القَبَائِلِ يَجْتَمِعُونَ عَلَى ذِكْرِ اللهِ فَيَنْتَقَوْنَ أَطَايِبَ الكَلاَمِ كَمَا يَنْتَقِي آكْلَ الثَّمَرِ اَطَايِبِهِ«

Mereka adalah kumpulan manusia yang terdiri dari orang-orang yang terasing dari kabilah-kabilah, mereka berkumpul atas dasar dzikir kepada Allah, kemudian mereka memilih perkataan yang baik-baik sebagaimana orang yang memakan buah-buahan memilih yang baik-baik.” (Majma’ al-Zawāij, Imam al-Haitsami, 10/70, semua rawinya orang-orang terpercaya).

Misalnya, perkataan “Bisakah Anda mengirim laporan kepada saya”, maka itu lebih baik daripada perkataan, “Kirimkan laporan kepada saya”, atau perkataan “Saya pikir Anda mungkin salah”, maka itu lebih baik daripada perkataan, “Anda salah”, dan yang semisalnya. Artinya serulah mereka dengan ungkapan atau perkataan yang pas dan pantas untuk mereka, seperti perkataan: saudaraku, anakku, sayangku, kekasihku, temanku, bestie-ku, atau apapun yang sesuai dengan posisi dan statusnya, yakni ungkapan atau perkataan yang dapat menjaga kewibawaan dan kehormatannya, bukan ungkapan atau perkataan yang menyinggung perasaannya, atau yang membuatnya merasa direndahkan. (bersambung)[]

Artikel sebelumnya: Trik dan Tips Leadership Ala Sunnah Nabawiyah

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *