Tragedi di Masjid NZ: AS Telah Menyalakan Api yang Telah Membakar Histeria di Banyak Negara
Oleh: Ainun Dawaun Nufus (pengamat sosial politik)
Dunia muslim berduka. Serangan biadab penembakan di Selandia Baru hari Jumat (15/3) telah meninggalkan puluhan korban tewas, luka-luka, hingga yang masih belum diketahui keberadaannya. Tragedi yang mengerikan ini menargetkan Muslim. Sementara peristiwa masih mentah, apa yang diketahui sejauh ini menunjuk ke penargetan populasi Muslim yang disengaja oleh satu atau lebih supremasi sayap kanan anti-Muslim.
Histeria anti-Muslim bukanlah fenomena baru di Selandia Baru. Global War on Terrorisme (GWOT) adalah kampanye yang secara khusus dan eksklusif menempatkan Islam dan Muslim sebagai ancaman eksistensial. Motif inilah untuk menaklukkan ancaman ‘Islam’ ini yang menjadi dasar bagi petualangan militer Barat di dunia Muslim.
Adapun penyakit xenophobia dan histeria anti-Muslim yang diperjuangkan di bawah GWOT telah meradikalisasi populasi lokal sehingga tragedi pembantaian kaum muslim ini ‘seperti’ tak terhindarkan. Perlu diingat bahwa histeria Islamophobia dikembangkan Barat dalam banyak bidang. Manifestasinya yang paling kejam mengalir melalui negara dalam bentuk petualangan militer di luar negeri dan tindakan-tindakan hukuman di dalam negeri. Di lain waktu warga sipil diminta untuk memainkan peran mereka untuk terdidik membenci Islam.
Kejadian pembantaian ini menjadi tidak terhindarkan, namun dalam semua ini sebagai efek dari perang melawan teror dan perang melawan Islam yang diprakarsai semata-mata oleh negara. Negara-negara Barat termasuk di Timur seperti China telah menyalakan api Islamophobia yang telah membakar histeria dan sekarang dunia terbakar begitu mengerikan. Sedangkan pemerintah Selandia Baru memiliki darah di tangannya. Telah lalai dari melepas tanggung jawab.
Dan AS sebagai Negara utama yang merayakan Islamophobia saat ini. Amerika Serikat tidak akan pernah mempedulikan kecaman atas tindakan brutal agresi militer mereka. Karena mereka sudah menjadikan diri mereka sendiri sebagai hukum, hakim sekaligus eksekutornya. AS yang menentukan siapa teroris dan bagaimana cara menghukumnya. Bukan pengadilan internasional apalagi suara dunia Islam.
AS telah menghabiskan dana triliunan dollar untuk menangkap dan menyiksa ratusan orang tanpa pengadilan, dan membunuhi ribuan warga sipil, membuat ketidakstabilan di berbagai wilayah di dunia, dan mendorong sektarianisme yang semuanya dilakukan dengan alasan untuk memberangus teroris. Mereka juga tidak takut untuk mengeluarkan uang lebih banyak lagi dan membunuh lebih banyak lagi untuk menunjukkan kepongahan mereka. AS telah, masih dan akan terus melanjutkan operasi militer brutal dengan dalih war on terror. Maka AS sendirilah yang sebenarnya melakukan aksi teror dengan mengatasnamakan demokrasi dan perang melawan terorisme.
Sehingga kaum muslimin tidak boleh tertipu oleh omong kosong perang melawan terorisme dan penegakkan keadilan yang dilontarkan AS dan pemimpinnya Donald ‘pembual’ Trump. Baginya, sebenarnya yang paling penting bukanlah keadilan bagi rakyat AS apalagi kedamaian dunia. Trump hanya mementingkan popularitasnya yang terus merosot karena ketidakbecusannya mengurus negerinya. Maka ia tak peduli berapapun biaya yang dikeluarkan dan berapa ribu muslim yang akan terbunuh.[]