Track Record Moderasi Beragama, Meruncingkan Perbedaan
Mediaumat.id – Terkait Program Kampung Moderasi Beragama, Pengasuh MT Darul Hikmah Ustadz Muhammad Taufik Nusa Tajau, S.Pd, M.Si. menilai, track record (rekam jejak) moderasi beragama selama ini meruncingkan perbedaan.
“Kalau kita lihat, tujuannya terlihat bagus yakni membuat masyarakat yang harmoni, toleran, terlihat seperti ideal. Masalahnya, yang dimaksud dengan moderat itu seperti apa? Track record yang terjadi sebelumnya, justru meruncingkan perbedaan,” tuturnya dalam Kabar Petang: Menyoal Moderasi Agama, Jumat (1/9/2023) di kanal YouTube Khilafah News.
Menurut Taufik, adanya istilah moderasi beragama menjadikan sebagian kalangan mudah menuding orang yang tidak sepaham dengan sebutan radikal, intoleran, dan sebagainya. Padahal, terkadang hanya masalah furu’ (cabang) dan ikhtilaf biasa. “Jadi, standarnya ini yang penting,” katanya.
Kebablasan
Parahnya lagi, moderasi beragama juga kerap kebablasan. Ia memberi contoh, dalam tes wawasan kebangsaan suatu lembaga, salah satu peserta ditanya mau tidak jika melepas kerudung. Jika tidak mau, maka dianggap intoleran. Ada juga, perayaan Natal digabung dengan shalawat kepada Nabi SAW. “Jadi, standar toleran, moderat dan sebagainya sudah kebablasan,” terangnya.
Menurutnya, masyarakat perlu diberi pemahaman, yang dimaksud toleran atau tidak itu apa?
Memang, ujarnya, secara normatif, sekilas terkait moderasi beragama adalah merukunkan, mengharmonisasi, tapi ketika melihat realitas di lapangan tidak demikian.
Ia kembali memberi contoh, orang yang ingin berpegang teguh kepada agamanya justru dianggap radikal. Sementara terkait masalah sesajen, misalnya, tidak diterima adanya perbedaan pendapat.
“Sementara dalam dakwah Islam, Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari sendiri itu mengkritik adat kebiasaan yang tidak sesuai dengan Islam,” ungkap Taufik.
Demikian halnya dengan Kiai Misbah Zainul Mustofa yang juga mengkritik adat istiadat yang tidak sesuai dengan Islam. Hal ini termuat dalam kibat beliau yaitu Al-Iklil fi Ma’ani al-Tanzil.
Kondisi saat ini, menurut aufik, justru sebaliknya. Ketika ada yang menyuarakan adat istiadat yang bertentangan dengan Islam, bisa dituduh intoleran.
“Kalau seperti ini yang terjadi, maka proyek moderasi ini hakikatnya justru menghalangi dakwah untuk menyuarakan Islam, dari sumber Islam itu sendiri,” pungkasnya.[] Ikhty