Oleh: Muhammad Alauddin Azzam, Peneliti Civilization Analysis Forum (CAF)
Penerbitan Perppu Ormas No. 2 tahun 2017 masih hangat di tengah-tengah publik. Pasalnya, akibat adanya perppu ormas ini, sudah ada yang menjadi korban dan sisanya terancam. Pasca penerbitannya yang berlangsung pada 10 Juli 2017 lalu juga secara langsung menghilangkan keadilan yang ada di negeri ini. Maksudnya, Perppu ormas ini menghilangkan wilayah pengadilan dalam proses pembubaran suatu ormas. Karena itu, secara langsung Perppu ini telah menghilangkan status Indonesia sebagai negara hukum (rechtsstaat).
Cara kerja Perppu ormas ini sudah sangat terasa. Mata kepala kita sudah bisa melihat langsung siapa korbannya, siapa yang terancam menjadi korban selanjutnya, siapa yang pro, dan siapa yang kontra. Sekarang, saya fokus kepada yang menjadi korban dan terancam. Kita sudah melihat korban pertama yakni Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang telah dicabut status Badan Hukum Perlindungan (BHP) yang terdaftar sebelumnya di Kementrian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Berikutnya, Ikatan Alumni UI (ILUNI UI) Berbadan Hukum (BH) juga dibubarkan. Dikabarkan sudah ada beberapa ormas lagi yang terancam oleh perppu ormas ini.
Masih soal perppu ormas dan korban. Selanjutnya, kita melihat bahwa keberadaan perppu ormas no. 2 tahun 2017 sudah menjadi bola liar yang bisa diarahkan kemana saja. Mau ditembakkan kepada ormas, yayasan, apa saja. Bila mereka menabrak pasal-pasal perppu ormas, potentially bisa menjadi korban. Karena itu, perppu ormas tersebut pantas menjadi momok besar yang ditentang oleh berbagai pihak. Termasuk para pakar hukum dan tata negara itu sendiri.
Berikutnya, kita lihat kaitannya Perppu ormas dan gerakan mahasiswa. Kehadiran perppu ormas juga menambah “gairah” rezim untuk mengusik dunia mahasiswa yang telah bangkit berjuang dalam kekritisannya terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang menyimpang. Isu-isu persekusi aktivis mahasiswa, lembaga mahasiswa, dosen-dosen sebagai PNS kampus, dan seterusnya terus bermunculan. Tentu saja tidak lepas dari “perppu ormas effects” yang menyebar luas ke seantero negeri. Sinyal itu terasa sekali ketika kita lihat kemeninfo mensosialisasikan perppu di berbagai provinsi di tanah air. Berikutnya kemenristekditik yang mengumpulkan rektor-rektor di Bali beberapa waktu terakhir ini. Acara 28 oktober pun direncanakan. Basis mahasiwa dan kampus. Apa kepentingannya?
Masih soal mahasiswa dan Perppu ormas. Keberadaan Perppu ormas saya nilai memecah belah gerakan mahasiswa yang kritis kepada pemerintah. Proses pembelahan ini sudah mulai terasa ketika maraknya sosialisasi perppu ormas di kampus-kampus beserta seminar tentang radikalisme di kampus, namun di sisi lain aktivis BEM SI ditangkapi. Ada yang diisukan menjadi tersangka. Jadi, kita bisa baca sedikit demi sedikit menjadi bukit apa fungsi dan cara kerja perppu ormas dan dampaknya bagi mahasiswa, gerakan, dan idealismenya. Apalagi bila bicara idealisme, perppu ormas mengikis idealisme mahasiswa beserta ‘fitrah’ kritis yang sudah tertanam dalam raganya.
Maka, mata kita mulai terbuka terang. Bagi yang belum siuman segera bangkit. Eksistensi ormas, mahasiswa dan gerakannya hari ini ‘terang’ sekali mendapat efek-efek perppu ormas. Like or dislike. Di sisi lain, nasib rakyat makin terabaikan. Nasib nelayan di Teluk Jakarta karena adanya reklamasi tidak secara adil dan bijak. Operasi Tangkap Tangan (OTT) akibat tindak pidana korupsi semakin menjadi-jadi. Kalkulasikan berapa duit bila total biaya yang dikorupsi untuk menanggulangi kemiskinan rakyat, sudah berapa yang bisa diselesaikan status ‘miskin’nya ?. Meikarta belum lagi. Impor pangan, apa kabar ?. Kota bisa cek masalah apalagi yang sangat bersinggungan dengan nasib rakyat.
Masih soal nasib rakyat. Sederhana saja, bisa kita lihat di jalanan, rakyat masih kelaparan. Masih banyak rakyat yang meminta-minta sesuap nasi dan sebagian harta kita. Masih banyak rakyat yang tak punya rumah akibat tinggal di emperan, kolong jembatan, hingga tempat pengambilan ATM. Miris. Gap yang besar terjadi akibat adanya krisis dalam sistem di negeri ini. Krisis di seluruh dimensi mulai dari politik, ekonomi, sosial-budaya, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. Tadi baru soal ‘perut’ rakyat. Belum soal hajat pendidikan, dinamika pergaulan dalam tatanan sosial, keberlangsungan perihal kesehatan, dan seterusnya. Seluruh hal ini berkesinambungan dan berkelut dalam putaran sistemik yang bertopang pada paradigma hidup tertentu. Maksudnya adalah sistem yang lahir dari azas sekularisme yang menciptakan kapitalisme.
Kapitalisme dan lingkaran ‘setan’ inilah yang terus menggerogoti nasib rakyat. Nasib hidup rakyat Indonesia. Kapitalisme ini bekerja di seluruh dimensi mengambil sesuap nasi rakyat. Ia meracuni dimensi ekonomi, sosial, pendidikan, dan selanjutnya. Kapitalisme menganggap semua pemilik modal harus untung, rakyat buntung ! Itu gak masalah. Kapitalisme menghendaki seluruh alam milik rakyat adalah milik dia. Artinya, tidak masalah teluk diambil. Tambang diambil. Pinggiran pantai diambil. Blok gas, minyak, dan seterusnya. Rakyat yang berkeringat, kapitalisme yang terus kaya. Kapitalisme juga menghendaki untuk meraih segalanya dengan segalanya. Segala jalan. Ia menabrak mekanisme, kebijakan, regulasi, aturan, dan seluruhnya sampai keinginannya tercapai. Tidak heran kita melihat kasus-kasus hari ini seputaran reklamasi teluk jakarta, meikarta, pt freeport, dan sebagainya.
Kecerdasan kita untuk memilih “mana yang diterima mana yang ditolak atau dilawan sedang diuji”. Sekarang adalah pembuktian untuk selamanya. Bila kita kembali kepada hati nurani, kita pasti memilih untuk menolak perppu ormas. Bila kita kembali kepada nalar berpikir normal, kita pasti melawan kapitalisme. Fakta sudah di depan mata. Bila digunakan kalkulasi empirik, historis, dan dalil firman berupa kalam pencipta alam ini, maka seyogyanya pula kita memilih satu kalimat ini.[]
“TOLAK PERPPU ORMAS ! LAWAN KAPITALISME !”
Otw Jakarta, 2410