Oleh: Agung Wisnuwardana (Divisi Advokasi Dan Penggalangan Dukungan Publik – Indonesia Justice Monitor)
Ada beberapa catatan yang perlu digarisbawahi terkait fenomena upaya kriminalisasi ajaran Islam. Yang pertama, Islam adalah agama yang diakui dan konstitusi memberikan jaminan untuk menjalankan ibadah sesuai agamanya berdasarkan Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Oleh karena itu siapapun yang menyudutkan ajaran Islam, termasuk Khilafah maka menurut saya dapat dikategorikan tindak pidana penistaan agama.
Kedua, bahwa khilafah itu ajaran Islam dan milik umat Islam, bukan ajaran individu dan/atau ormas tertentu. Karenanya umat Islam wajib membela ajaran agamanya apabila dikriminalisasi. Ketiga, bahwa saya menyeru kepada segenap umat Islam tidak perlu takut untuk terus mendakwahkan ajaran Islam termasuk syariah dan khilafah.
Keempat, berdasarkan pasal 156a KUHP, aparat Penegak Hukum segera memproses hukum terhadap siapa saja yang menyebarkan permusuhan atau kebencian terhadap ajaran agama Islam dengan cara dikampanyekan, dibuat narasi dan/atau dibuat opini seolah-olah sesuatu kejahatan atau keburukan dihadapan dan/atau ditujukan kepada masyarakat baik melalui media dan/atau secara langsung. Dikarenakan Pasal 156a KUHP bukanlah delik aduan, sehingga aparat penegak hukum dapat dengan segera memproses hukum demi terciptanya ketertiban masyarakat.
Sangat jelas ulama Aswaja sepakat bahwa Khilafah adalah sistem pemerintahan yang tegak di atas akidah Islam. Islam memposisikan Khalifah sebagai pemimpin agung seluruh umat Islam yang menerapkan Islam secara menyeluruh dan menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad. Mereka juga sepakat bahwa Khilafah dan Imamah memiliki pengertian sama (sinonim).
Imam al-Qalqasyandi menyatakan:
اما الخلافة فهي في الاصل مصدر خلف…ثم أطلقت فى العرف العام على الزعامة العظمى، وهي الولاية العامة على كافة الامة، والقيام بأمورها و النهوض بأعبائها.
Khilafah berasal dari mashdar khalafa… Lalu kata khilafah ini dinyatakan dalam konvensi umum dengan makna: kepemimpinan agung, yakni kekuasaan umum atas seluruh umat serta pelaksanaan berbagai urusan dan tugas-tugas pengurusan umat (Al-Qalqasyandi, Ma`âtsir al-Inâfah fî Ma’âlim al-Khilâfah, 1/9).
Imam an-Nawawi juga menyatakan:
لان الصحابة رضى الله عنهم اجتمعوا على نصب الامام، والمراد بالامام الرئيس الا على للدولة، والامامة والخلافة و إمارة المؤمنين مترادفة، والمراد بها الرياسة العامة في شئون الدين والدنيا. ويرى ابن حزم أن الامام إذا أطلق انصرف إلى الخليفة، أما إذا قيد انصرف إلى ما قيد به من إمام الصلاة وإمام الحديث وإمام القوم.
Para Sahabat ra. telah bersepakat atas kewajiban mengangkat seorang imam. Yang dimaksud imam tidak lain adalah kepala negara. Imamah, Khilafah, Imaratul Mukminin adalah sinonim. Yang dimaksud dengan Imamah adalah kepemimpinan umum dalam mengatur urusan agama dan dunia. Ibnu Hazm berpendapat bahwa kata imam, jika disebut secara mutlak, pengertiannya adalah khalifah. Adapun jika disebut dengan taqyîd (pembatasan), maknanya adalah sesuai dengan batasan tersebut; misalnya, imam shalat, imam hadis dan imam suatu kaum (An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, 19/191).
Ulama Aswaja hanya berbeda pendapat dalam menentukan kedudukan Khilafah; apakah khilafah itu wakil Allah, wakil Rasulullah saw., ataukah wakil umat Islam untuk menerapkan Islam dan mengatur urusan manusia (Lihat: al-Qalqasyandi, Ma’âtsir al-Inâfah fî Ma’âlim al-Khilâfah, 1/14-17).
Dalam konteks Khilafah sebagai sebuah sistem pemerintahan yang menjadikan Khalifah sebagai Imâm al-A’zham yang menerapkan Islam secara kâffah, dan menyebarkan risalah Islam ke seluruh penjuru dunia, tidak ada ikhtilaf. Kesimpulan semacam ini bisa disarikan dari definisi Khilafah yang dijelaskan para ulama Aswaja.
Ibnu Khaldun, misalnya, menyatakan:
وأنه نيابة عن صاحب الشريعة في حفظ الدين وسياسة الدنيا به تسمى خلافة و إمامة والقائم به خليفة وإماما .فأما تسميته إماماً فتشبيهاً بإمام الصلاة في اتباعه والاقتداء به، ولهذا يقال: الإمامة الكبرى. وأما تسميته خليفة فلكونه يخلف النبي في أمته.
Wakil Pemilik Syariah dalam menjaga agama serta mengatur urusan dunia disebut dengan Khilafah dan Imamah. Yang menempati kedudukan itu adalah Khalifah atau Imam. Penamaannya dengan imam diserupakan dengan imam shalat dalam hal wajibnya untuk diikuti dan dipanuti. Oleh karena itu dinyatakan Al-Imâmah al-Kubrâ (Kepemimpinan Agung). Adapun penyebutannya dengan khalifah karena menggantikan Nabi saw. dalam (mengatur) urusan umatnya (Ibn Khaldun, Al-Muqaddimah, hlm. 190).[]