Tolak Kolonialisasi OBOR China, Tegakkan Khilafah!

Oleh: KH. Abdullah Amroni (Ponpes Kyai Sekar Al Amri, Leces, Probolinggo, Jatim)

Indonesia menjadi bagian dari negara dunia yang dilintasi proyek OBOR (One Belt One Road) China. Proyek ambisius dengan dana prestisius menjadikan China ingin meraih tampuk kepemimpinan dunia melalui hegemoni politik dan ekonomi. China telah berevolusi dari penganut ekonomi sosialisme (komunis) menjadi kapitalisme sejati. Bersaing dengan Amerika Serikat dan sekutunya. Kehadiran China juga menjadi ancaman AS dalam menggusur pengaruhnya di pentas global.

Dikabarkan pemerintah Jokowi akan menyetujui proyek OBOR yang diinisiasi oleh Cina. Diperkirakan tahap awal proyek raksasa OBOR Cina akan ditandatangani pada bulan ini, April 2019. Proyek ini bagi Cina untuk mempermudah koneksi dagang antar-negara di Eropa dan Asia melalui jalur sutra maritim. Sebelumnya dalam pertemuan Global Maritime Fulcrum Belt And Road Initiatives (GMF –BRI), Cina sudah menawarkan rancangan Framework Agreement untuk bekerja sama di Kuala Tanjung, Sumatra Utara (Sumut) sebagai proyek tahap pertama. Dilanjutkan proyek di Kawasan Industri Sei Mangkei dan kerja sama strategis pada Bandara Internasional Kualanamu, pengembangan energi bersih di kawasan Sungai Kayan, Kalimantan Utara, pengembangan kawasan ekonomi eksklusif di Bitung, Sulawesi Selatan (Sulsel), dan Kura-Kura Island di Bali.

Proyek OBOR Cina diyakini banyak kalangan dapat memberikan kerugian bagi Indonesia. Dari 28 kerja sama antara Indonesia dan Cina dalam kerangka tersebut, nilainya mencapai US$91 miliar, atau lebih dari Rp 1.288 triliun. OBOR dianggap menjadi visi geoekonomis China paling ambisius dengan melibatkan 65 negara, dan melingkupi 70% populasi dunia. Konsep ini akan menelan investasi mendekati US $4Milyar, termasuk $900 juta yang telah diumumkan China.

China telah menyiapkan diri untuk menguasai jalur darat dan maritim bagi kepentingan ekonominya. Ada 5 tujuan yang ingin diraih China dalam Inisiasi OBOR, yaitu koordinasi kebijakan, konektivitas fasilitas, perdagangan tanpa hambatan, integrasi keuangan, dan ikatan masyarakat (people to people bond). Dalam meralisasikan inisiasi ini, di jalur darat, China menggagas infrastruktur jalan kereta, dan jalan raya, yang memanjang untuk menghubungkan China hingga menuju Eropa. Sedangkan untuk jalur maritim, China menggagas pembangunan sejumlah pelabuhan internasional, dan tol laut, sebagai sarana lalu lintas logistik dan zona penyimpanan untuk perusahaan-perusahaan China di kawasan tersebut.

William A. Callahan dari London School of Economics menjelaskan, ambisi Cina dengan slogan “Asia for the Asian” adalah retorika baru yang jauh melampaui sekedar kerjasama ekonomi antara negara di kawasan.

Cina berambisi membangun berbagai infrastruktur baik darat, maupun pelabuhan laut maupun bandara udara di penjuru dunia, termasuk Indonesia. Dalam perspektif politik dan motif ekonomi, karena Indonesia termasuk lintasan Sealane of Communications (SLOCs) yakni jalur perdagangan dunia yang tak pernah sepi yang terletak di antara dua benua dan dua samudera, juga kemungkinan besar akan digunakan sebagai fasilitas militer jika kelak meletus friksi terbuka dengan Amerika sesuai prediksi Huntington.

Masyarakat di negara-negara Asia Tenggara mulai mengkhawatirkan ambisi Cina menanamkan pengaruh mereka di kawasan. Negara-negara ASEAN khawatir dengan Belt and Road Initiative atau One Belt One Road (OBOR) yang diprakarsai Republik Rakyat Cina (RRC).

ISEAS Yusof Ishak Institute, sebuah lembaga think tank yang bermarkas di Singapura, melakukan jajak pendapat dengan 1.008 responden dari 10 negara ASEAN. Para responden terdiri atas pegawai pemerintahan, akademisi, komunitas bisnis, warga sipil, dan media. Sebanyak 73 persen responden jajak pendapat tersebut menyatakan, Cina memiliki pengaruh ekonomi yang sangat kuat di Asia Tenggara. Mereka juga yakin Cina memiliki pengaruh politik yang lebih besar daripada Amerika Serikat (AS).

Orang-orang yang mengikuti jajak pendapat ini mengungkapkan kekhawatiran mereka tentang ambisi geostrategis Cina di Asia Tenggara. Hanya satu dari 10 orang yang melihat Cina sebagai negara yang ramah dan baik hati. Hampir setengahnya menilai Cina berniat menancapkan pengaruhnya di ASEAN.

Anomali Pemerintah Indonesia

Ketika Presiden Jokowi bertemu dengan Xi Jinping pada tahun 2015, Jokowi juga mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia siap memperluas kerjasama dengan Tiongkok di berbagai bidang. Salah satunya adalah mengkolaborasikan rencana Tiongkok “21st Century Maritime Silk Road”. Proyek Tiongkok tersebut merupakan bagian dari ‘one road, one belt’ yang digagas Pemerintah Tiongkok untuk membangunan infrastruktur laut dan darat yang menghubungkan Tiongkok dengan kawasan-kawasan di Asia hingga Eropa. Tujuannya tidak lain adalah meningkatkan pengaruh politik dan ekonomi negara Tirai Bambu di kawasan tersebut.

Harus dipahami OBOR telah menjadi pondasi bagi pemimpin Tiongkok, Xi Jinping, dalam membuat kebijakan luar negeri sejak dia menjadi Ketua Partai Komunis pada tahun 2013. Dalam beberapa tahun terakhir, Beijing telah menginvestasikan ratusan miliar dolar, dan telah meminta untuk mengerahkan hingga 5 triliun, proyek energi, transportasi, dan pelabuhan kemitraan dengan sejumlah negara selama lima tahun ke depan.

Ketika terjadi persekusi dan penghinaan kepada Muslim Uighur di Xinjiang, pemerintah Indonesia tak banyak berkomentar. Kerjasama dengan China pun dilanjutkan. Ketidakberdayaan Indonesia diakibatkan ketergantungan yang besar pada China dalam proyek OBOR.

Sangat jelas bahwa OBOR ini membawa skema investasi asing, utang luar negeri, dan penjajahan gaya baru. Tak ayal kesemuanya itu jelas-jelas merugikan Indonesia. Karena itu penolakan harus tegas dan jelas oleh semua elemen umat Islam. Penolakan itu sangat beralasan sebab:

1. Bahaya Investasi Asing
Abdurrahman al-Maliki dalam Politik Ekonomi Islam mengemukakan, sesungguhnya pendanaan proyek-proyek dengan mengundang investasi asing adalah cara yang paling berbahaya terhadap eksistensi negeri-negeri Islam. Investasi asing bisa membuat umat menderita akibat bencana yang ditimbulkannya, juga merupakan jalan untuk menjajah suatu negara.

Pinjaman (investasi asing) yang diberikan Cina, diikat dengan berbagai syarat seperti adanya jaminan dalam bentuk aset, adanya imbal hasil seperti ekspor komoditas tertentu ke Cina hingga kewajiban negara pengutang agar pengadaan peralatan dan jasa teknis harus diimpor dari Cina. Mengutip riset yang diterbitkan oleh Rand Corporation, China’s Foreign Aid and Government Sponsored Investment Activities, disebutkan bahwa utang yang diberikan oleh Cina mensyaratkan minimal 50 persen dari pinjaman tersebut terkait dengan pembelian barang dari Cina.

Selain harus membayar bunga yang relatif tinggi, juga disyaratkan agar BUMN Indonesia yang menggarap proyek-proyek tersebut yang dibiayai oleh utang dari Cina harus bekerjasama dengan BUMN negara itu. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika dalam berbagai proyek pengembangan infrastruktur di negara ini, kehadiran dan peran perusahaan-perusahaan Cina menjadi sangat dominan mulai dari perencanaan, pengadaan barang dan jasa hingga konstruksi (engineering, procurement, construction [EPC]).

Secara ideologis, haluan ekonomi politik negeri ini sudah menjadi haluan ekonomi  dan politik yang mengabdi kepada kepentingan bangsa lain, sepeti Amerika, Jepang, Eropa, dan juga Cina. Salamuddin Daeng, Peneliti Indonesia for Global Justice mengemukakan pandangannya bahwa kita bernegara, kita berkonstitusi hanya menyediakan suatu ruang, bahkan dalam bentuk yang paling asli, kita menyediakan tanah, gedung, jalan, infrastruktur, dan segala macamnya yang ada di negeri ini, semata-mata untuk memfasilitasi bangsa lain untuk mengeruk kekayaan negara kita.

2. Bahaya Utang Luar Negeri
Pembekakan Utang Luar Negeri dan Dalam Negeri akan membebani pembayaran cicilan pokok dan bunga yang juga makin tinggi. Makin besar jumlah hutang, jumlah kas negara yang tersedot untuk bayar utang makin besar. Akibatnya, kapasitas APBN untuk pembangunan dan peningkatan kesejahteraan rakyat makin terbatas.

Resiko terbesarnya ialah gagal bayar utang. Zimbabwe, Sri Lanka, dan negeri lainnya bisa menjadi contoh. Selain bisa membangkrutkan negeri ini, tentu utang itu disertai bunga alias riba yang diharamkan dalam Islam. Rasulullah Saw bersabda:

“Jika zina dan riba telah tersebar luas di satu negeri, sungguh penduduk negeri itu telah menghalalkan adzab Allah bagi diri mereka sendiri” (HR al-Hakim, al-Baihaqi, dan ath-Thabari)

Selain itu, perekonomian yang dibangun atas pondasi riba tidak akan pernah stabil. Akan terus goyah bahkan terjatuh dalam krisis secara berulang. Akibatnya, kesejahteraan dan kemakmuran yang merata untuk rakyat serta kehidupan yang tentram akan terus jauh dari capaian.

3. Bahaya Penjajahan Gaya Baru (Neo-Imprealisme)
Metode baku negara kapitalisme, baik Barat dan Timur, yaitu penjajahan. Penjajahan dalam bentuk politik dan ekonomi. Negara yang dijajah akan dikeruk kekayaan alamnya, dijauhkan dari agamanya (Islam), dan eksploitasi besar-besaran. Penjajahan ini untuk melemahkan semangat kaum muslim bangkit kembali kepada Islam.

Neo-imprealisme inilah yang sering tidak dipahami umat. Hal ini disebabkan uslub penjajahannya bisa bersifat halus tak kasat mata, misalnya bantuan, skema utang, kerja sama, dll. Ada pula yang kasat mata untuk mendudukan suatu wilayah dengan hegemoni militer.

Oleh karena itu, umat muslim harus memiliki kesadaran politik dan mewaspadai manuver musuh-musuh Islam. Ketiadaan khilafah menjadikan mereka kian berani dan rakus untuk menjajah negeri-negeri kaum muslim yang berpecah belah. Keadaan ini sejatinya tidak akan lama, jika umat Islam mau bergotong royong dan berusaha keras mewujudkan kembali Khilafah.

Eksistensi Khilafahlah yang membawa ideologi Islam sangat ditakuti oleh kaum penjajah. Tatkala khilafah kembali, bisa dipastikan kaum penjajah akan lari tunggang langgang. Khilafah akan menjaga harta, jiwa, dan martabat umat manusia. Khilafah yang merupakan ajaran Islam dan ahlussunnah wal jamaah inilah yang seharusnya menjadi pandangan utama bagi perjuangan. Seruan kembali kepada syariah Islam dalam aspek kehidupan untuk kerahmatan seluruh alam. Begitu pun khilafah yang akan memimpin dunia sebagaimana janji Allah (wa’dullah) dan kabar gembira (bisyarah) Rasulullah Saw. Tolak OBOR China, Tegakkan Khilafah![]

Sumber: shautululama.co

Share artikel ini: