TKW Sering Disiksa Majikan Tapi Dianggap Pahlawan Devisa, IJM: Ironis!
Mediaumat.id – Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana mengaku ironis saat mendengar kabar tenaga kerja wanita (TKW) yang sering disiksa majikan.
“Ironis ya, sering terdengar kabar TKW disiksa majikan tetapi malah dianggap sebagai pahlawan devisa,” ucapnya dalam video Separuh Nafas, Senin (21/8/2023) di kanal YouTube Justice Monitor.
Selain itu, Agung juga menduga, sekian persen dari remitensi mereka dimanfaatkan untuk pembiayaan sektor ekonomi pemerintah.
“Sudahlah tidak diurusi di sini, ketika bekerja di luar negeri pun tidak luput dari berbagai pungutan. Belum lagi menjadi korban mafia perdagangan manusia,” ujarnya sedih.
Ia menilai, kepulangan TKW ke tanah air hanya menjadi solusi sesaat keluar dari masalahnya. Ini karena setelah pulang ke Indonesia pun tetap menghadapi masalah kesulitan hidup terutama ekonomi.
Selain itu, menurutnya, kerentanan perempuan yang bekerja ke luar negeri makin besar karena ada pemberangkatan nonprosedural atau ilegal.
“Mereka tidak punya skill (keahlian) khusus karena tidak dibekali dengan keterampilan. Mayoritas menjadi pembantu rumah tangga yang sering jadi korban eksploitasi. Negara tak berperan optimal dan tidak total menyelamatkan pekerja migran,” urainya.
Ketidaktotalan negara dalam mengurus TKW, menurutnya, bisa dilihat jika negara memberikan bantuan hukum hanya saat di luar negeri. Namun, setelah para TKW kembali ke tanah air, negara tak menyediakan lapangan pekerjaan yang memadai untuk mereka. Padahal kesejahteraan seharusnya dapat dirasakan oleh rakyat di Indonesia.
“Jika negara mengelola kekayaan alam dengan benar, tidak perlu ada TKW disiksa dan dibunuh. Seharusnya melimpahnya sumber daya manusia di negeri ini, bisa diberdayakan dengan baik. Bukan malah dikirim ke luar negeri untuk dijadikan buruh. Mereka terpaksa melakukan itu semua untuk menyambung hidupnya dan keluarganya,” bebernya.
Agung juga mengingatkan, sesungguhnya tugas untuk mencari nafkah bukanlah dibebankan kepada perempuan. Perempuan yang meninggalkan pengasuhan anak-anak, ia nilai sebagai pelalaian hak-hak anak padahal tugas pengasuhan anak diamanahkan kepada ibu.
Ia menegaskan, meski hukum Islam membolehkan perempuan untuk bekerja, tidak boleh dalam pekerjaan tersebut mengeksploitasi tenaga atau kecantikan dirinya sehingga merendahkan martabat perempuan.
Aturan Islam, lanjutnya, memberikan kemuliaan wanita dalam mengembangkan skill profesionalitasnya untuk bekerja.
“Profesionalitas wanita akan menjadi dukungan bagi penguatan kemakmuran dan kehormatan bangsa. Tidak akan dibiarkan perempuan bekerja ke luar negeri yang malah menguatkan negara lain. Ini yang penting untuk jadi catatan kita. Semoga ke depan ada solusi-solusi yang baik untuk wanita-wanita Indonesia,” pungkasnya.[] Erlina