Mediaumat.id – Rencana pemerintah Iran untuk meninjau ulang hukum wajib kerudung setelah dua bulan lebih protes atas kematian Mehsa Amini mendapat tanggapan dari Direktur Institut Muslimah Negarawan (IMuNe) Dr. Fika Komara.
“Yang perlu diklarifikasi tentang Iran adalah, ‘Apakah Iran adalah negara ideal yang menerapkan Islam seperti yang diklaim negara-negara Barat?’ Iran sebenarnya hanya parsial dalam menerapkan hukum Islam. Hijab hanya dianggap urusan ‘moral’ yang ditangani polisi moral (yang baru saja dibubarkan),” ujarnya kepada Mediaumat.id., Rabu (7/12/2022).
Menurutnya, kewajiban berkerudung di Iran tidak dibarengi dengan penerapan hukum-hukum Islam secara kaffah, termasuk sistem ekonomi, politik, budaya secara komprehensif. Penerapan parsial memang acapkali mengundang komplikasi masalah baru, seperti kasus Mehsa Amini,” ungkapnya.
Terlebih, gagasan bahwa rezim Iran teladan dalam menerapkan dan melindungi hukum syariah Islam, menurut Fika, ini adalah lelucon karena rezim Iran telah membantu Bashar Assad menjagal dan membantai puluhan ribu Muslim tak berdosa di Suriah, Irak dan Yaman. “Rezim Iran juga membunuh Muslim Afghanistan yang mencoba menyeberangi perbatasannya untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Padahal Nabi (saw) bersabda, ‘Darah, kekayaan, dan kehormatan seorang Muslim adalah suci bagi semua Muslim’ (HR Muslim),” terangnya.
Bukan Sekadar Masalah Kerudung
Fika mengatakan apa yang terjadi di Iran saat ini bukan sekadar masalah kerudung. “Tidak, ini lebih sistemik, karena menyangkut rezim Iran yang dikuasai ulama Syiah. Rezim ulama seperti Dinasti Pahlavi sebelum membentuk sistem terpusat yang otoriter karena hanya 50 persen-60 persen dari populasi Iran adalah Persia, sisanya non-Persia yang acapkali memberontak pada pusat,” tuturnya.
Secara demografis, ujarnya, Iran terbagi menjadi sejumlah besar kelompok etnis dan rezim ulama seperti rezim sebelumnya mempertahankan negara keamanan tidak hanya untuk mempertahankan rezimnya tetapi juga mengatur minoritas besar yang dapat menimbulkan ancaman.
“Di barat laut Iran tinggal etnis Kurdi dan Azeri yang tidak menganggap diri mereka sebagai Persia. Azheri memiliki gerakan separatis di provinsi Ardabil dan ingin bergabung dengan Azerbaijan,” bebernya.
Kematian Mehsa Amini, seorang Kurdi, mengakibatkan wilayah ini mengadakan protes terbesar terhadap rezim. “Baik Kurdi maupun Azheri telah lama dianiaya oleh rezim karena mereka tidak mempercayai otoritas rezim Iran,” tandasnya.
Ekonomi Hancur
Penyebab yang membuat rakyat banyak menentang rezim ulama Iran, menurut Fika adalah kenyataan bahwa setelah empat dekade, mereka telah menghancurkan ekonomi, memiskinkan rakyat dan terus menindas mereka. “PDB Iran turun 70 persen dari $599 miliar pada tahun 2012 menjadi $191 miliar hari ini! Standar hidup di Iran saat ini telah mencapai titik terendah dalam lebih dari satu abad,” ungkapnya.
“Harga terus meroket, membuat barang-barang penting seperti makanan dan obat-obatan menjadi tidak terjangkau bagi kebanyakan orang Iran,” imbuhnya.
Fika mengatakan, menurut pengamatan Adnan Khan, pengamat politik internasional, terbukti rezim ulama Iran ini juga telah menghadapi banyak pemberontakan dan protes selama empat dekade pemerintahannya. “Apa yang kita lihat di Iran hari ini sebenarnya perkembangan terkini saja,” kata Adnan.
Bahkan Sosiolog Iran terkemuka Mohammad Fazeli dari Universitas Teheran mengatakan bahwa protes tersebut bukan hanya hasil dari peristiwa baru-baru ini, tetapi merupakan produk dari pemerintahan yang buruk selama lebih dari 40 tahun di Iran. “Fazeli mengatakan, banyak masalah yang belum terselesaikan yang menumpuk selama empat dekade terakhir, tanpa ada upaya dari pemerintah untuk mengatasinya,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it