Khilafah diruntuhkan seratus tahun yang lalu, dan keruntuhannya disertai dengan pembagian tirkah (harta peninggalan) Daulah Utsmaniyah dengan apa yang dikenal dengan Perjanjian Sykes-Picot. Tujuan dari pembagian ini adalah untuk mencegah tegaknya kembali Khilafah, untuk mencegah persatuan umat Islam dalam satu negara, agar dapat menjarah kekayaan umat Islam, dan agar umat Islam tetap berada di bawah kontrol penjajah. Namun kaum kafir Barat menemukan bahwa kaum Muslim menghidupkan kembali gagasan tentang Khilafah, bahkan tuntutan penegakan Khilafah meluas hingga mencakup banyak negeri kaum Muslim, kesadaran kaum Muslim tentang hukum dan pemikiran Islam terus meningkatkan, dan mereka sadar bahwa kaum kafir penjajah adalah musuh mereka yang sebenarnya. Sehingga kekhawatiran terburuk yang terus menghantui kaum kafir penjajah adalah lepasnya negeri-negeri kaum Muslim dari kontrol mereka, dan tegaknya kembali Khilafah. Untuk itu, mereka mulai memikirkan cara baru yang akan mencegah berdirinya Negara Khilafah, dan membuat masalah persatuan kaum Muslim menjadi tidak mungkin. Kemudian dari beberapa orang kafir yang licik dan jahat lahirlah gagasan untuk memecah belah dan melemahkan negara, serta mengubahnya hingga menjadi model negara yang dengannya tidak bisa menjadi negara yang kuat, selain memicu perang dan konflik internal dalam satu negara, juga antara negara dan negara lain, membangkitkan perselisihan sektarian, doktrinal, kebangsaan dan etnis. Darah pun ditumpahkan demi menggambar ulang peta wilayah, hingga negeri-negeri tenggelam dalam lautan darah. Sementara rakyatnya masih mengalami pendarahan untuk mencapai dan mewujudkan tujuan jahat ini, disusunlah rencana-rencana untuk semakin memecah belah wilayah tersebut, dengan membuat sekat-sekat yang membuat negara hancur berantakan.
Beberapa rencana telah diterbitkan, dan beberapa artikel telah ditulis di surat kabar dan pusat penelitian. Kami akan membahas secara singkat beberapa di antaranya, dan kami akan membahas dua rencana yang diterbitkan secara rinci, yaitu rencana Bernard Lewis, penasihat Menteri Pertahanan AS pada era “Bush Junior”, dan rencana Ralph Peters (mantan Wakil Kepala Staf Intelijen Militer AS) karena bahayanya kedua rencana itu, juga karena fakta di lapangan, mulai dari membunuh dan menghasut perselisihan sektarian, doktrinal, kebangsaan, dan etnis, mengungkapkan beberapa dari apa yang disebutkan di dalam kedua rencana itu, terutama rekomendasi dan prosedur praktis untuk mengimplementasikan dua rencana ini.
Rencana Oded Yinon 1982: Lebanonisasi Dunia Islam:
Rencana ini adalah salah satu yang pertama diterbitkan dalam konteks ini. Rencana ini adalah rencana yang diuraikan oleh Oded Yinon, penasihat Perdana Menteri (Israel) Ariel Sharon, berjudul “Strategi Israel”. Rencana tersebut bertujuan untuk Lebanonisasi (dari Lebanon) seluruh dunia Muslim, dengan pembagian kembali secara sektarian. Rencana itu menyatakan bahwa salah satu manfaatnya adalah untuk menegakkan legitimasi entitas Yahudi, karena setiap sekte akan memiliki negara, sehingga keberadaan “negara Yahudi” menjadi dibenarkan dari “sudut pandang moral”.
Rencana ini selaras dengan tren Amerika saat itu, yang diungkapkan pada tahun 1980 oleh Penasihat Keamanan Nasional AS era Presiden Carter, “Brzezinski”, ketika perang Iran-Irak sedang berkecamuk dengan mengatakan: “Dilema yang akan dihadapi Amerika Serikat dari sekarang (1980), adalah bagaimana mengaktifkan perang Teluk kedua berdasarkan margin dari perang Teluk pertama yang terjadi antara Irak dan Iran, di mana dengannya Amerika dapat memperbaiki perbatasan “Sykes-Picot”.
Bernard Lewis, Rencana dan Petanya yang Terkenal untuk Membagi Dunia Islam:
Rencana dan peta Bernard Lewis yang berbahaya itu diterbitkan pada tahun 1992. Rencananya menjadi penting ketika disetujui oleh Kongres AS, kemudian itu diadopsi dan dimasukkan ke dalam file kebijakan strategis Amerika. Sepuluh tahun setelah penerbitannya, visi kolonial Bernard Lewis menemukan jalannya dalam pemerintahan “George Bush Junior”, yang menggunakan dia sebagai penasihatnya sebelum invasi ke Irak, dan menjadi penasihat Menteri Pertahanan untuk Timur Tengah urusan dalam pemerintahan Bush Junior.
Karena bahayanya rencana ini, dan menjadi salah satu rencana pertama (Sykes-Picot baru) yang keluar dengan visi yang komprehensif, didukung oleh peta terperinci, dan diadopsi dalam strategi Amerika, maka kami akan menyorotinya dan arsiteknya Bernard Lewis:
Bernard Lewis adalah orientalis Inggris asal Yahudi, berkebangsaan Amerika. Untuk mengenalnya lebih jauh, Wall Street Journal menerbitkan sebuah artikel yang berbunyi: Bernard Lewis (90 tahun) adalah seorang sejarawan terkemuka di Timur Tengah, yang telah memberikan banyak amunisi ideologis kepada pemerintahan Bush dalam masalah Timur Tengah dan perang terhadap terorisme, sehingga ia dianggap sebagai ahli teori kebijakan intervensi dan hegemoni Amerika di kawasan itu.
Dalam wawancara pers (press interview) dengan Lewis, pada 20 Mei 2005, ia berkata:
“Orang-orang Arab dan Muslim adalah orang-orang yang rusak, perusak, dan kacau. Mereka tidak dapat menjadi bangsa yang beradab. Jika mereka dibiarkan sendiri, mereka akan mengejutkan dunia yang beradab dengan gelombang manusia teroris yang akan menghancurkan peradaban, dan mengacaukan masyarakat. Oleh karena itu, solusi yang tepat untuk menghadapi mereka adalah dengan menduduki kembali dan menjajah mereka, serta menghancurkan budaya keagamaan dan penerapan sosial mereka. Jika Amerika memainkan peran ini, maka ia harus belajar dari pengalaman Inggris dan Prancis dalam menjajah wilayah tersebut. Untuk menghindari bahaya dan sikap negatif yang dilakukan oleh kedua negara itu. Sehingga perlu untuk membagi kembali negara-negara Arab dan Islam ke dalam unit-unit kecil berdasarkan klan dan sektarian. Dalam hal ini, tidak perlu memperhitungkan pemikiran mereka, atau dipengaruhi oleh emosi dan reaksi mereka. Slogan Amerika seharusnya adalah: Mereka tunduk dalam kedaulatan kita, atau kita biarkan mereka menghancurkan peradaban kita. Tidak ada masalah ketika mereka diduduki kembali, bahwa misi kami yang ditampakkan adalah untuk melatih orang-orang di kawasan itu pada kehidupan yang demokratis. Selama penjajahan baru ini, tidak ada masalah bagi Amerika untuk menekan kepemimpinan Islam mereka—tanpa perlu basa-basi, lemah dan toleransi—demi menyelamatkan rakyat mereka dari kepercayaan Islam yang rusak. Oleh karena itu, perlu untuk mempersulit dan memblokade kehidupan mereka, serta mengeksploitasi pertentangan etnis, fanatisme suku dan sektarian di dalamnya, sebelum mereka menyerang Amerika dan Eropa untuk menghancurkan peradaban di dalamnya.”
Rincian proyek untuk memecah dunia Islam oleh Bernard Lewis:
Proyek Bernard Lewis didasarkan pada pembagian wilayah menurut garis etnis, sektarian dan bahasa. Menurut proyeknya, Mesir dibagi menjadi empat negara, Sudan juga menjadi empat, sementara negara Berber dan Polisario ditambahkan ke negara-negara Afrika Utara setelah dipecah belah.
Setelah penghapusan negara-negara yang ada, Jazirah Arab dibagi menjadi tiga negara bagian: Al-Ahsa Syiah, negara bagian Najd Sunni dan negara bagian Hijaz Sunni. Adapun Irak dibagi menjadi tiga negara, Suriah menjadi empat negara, Lebanon menjadi delapan wilayah, Iran, Afghanistan, dan Pakistan dibagi menjadi sepuluh entitas lemah, dan Yordania akan menjadi tanah air alternatif bagi Palestina.
Sementara yang luar biasa dari rencana Bernard adalah bahwa rencana itu tidak cukup dengan peta tuli yang mengeksploitasi konflik sektarian dan etnis, namun juga memicu sembilan perang di wilayah tersebut, serta Perang Balkan kesepuluh di Eropa, yang diperkirakan akan meluas ke Mediterania timur. Perang ini akan mempercepat roda pembagian wilayah, dan setelah pembagian, perang besar Arab-Iran lainnya akan meletus segera setelah Iran mengambil alih negara Irak “Syiah”.
Peta Ralph Peters (Blood Borders, Perbatasan Darah) “Timur Tengah Raya” 2006:
Istilah “Timur Tengah Raya” mulai digunakan di arena politik untuk pertama kalinya di Tel Aviv, oleh mantan Menteri Luar Negeri AS Condoleezza Rice, pada Juni 2006. Ungkapan baru yang digunakan pemerintah AS ini bertujuan untuk mewujudkan proses perubahan menyeluruh di kawasan “Timur Tengah” yang dapat diibaratkan seperti operasi bedah yang sulit (creative chaos). Dia juga menggambar kembali peta “Timur Tengah” untuk mencapai tujuan Amerika, yakni mewujudkan stabilitas dan kontrol atas kawasan Timur Tengah dan kekayaannya, terutama minyak. Pada bulan Juni tahun yang sama, pakar militer strategis AS dan mantan Wakil Kepala Staf Intelijen Militer AS, Ralph Peters menulis artikel berjudul “Blood Borders (Perbatasan Darah): Seperti Apa Timur Tengah dalam Kondisi Terbaiknya?”, diterbitkan dalam edisi keenam Jurnal Militer Amerika, “Armed Forces Journal”, yang mencakup peta baru wilayah yang dirinci menurut garis etnis dan sektarian. Berdasarkan aturan ini, peta “Timur Tengah Baru” mengasumsikan dalam garis besarnya:
– Mengatasi tradisi dan tabu politik sebelumnya, dengan mendirikan negara Kurdi yang akan memotong wilayah Irak utara, Turki tenggara, serta sebagian Suriah dan Iran.
– Membagi sisa Irak menjadi dua negara “Syiah dan Sunni”, dan menambah wilayah negara “Syiah” dari Iran barat dan Arab Saudi timur, yang pada gilirannya memotong wilayah barat yang berbatasan dengan Laut Merah, yang meliputi tempat-tempat suci di Mekah, sedang Madinah ada dalam negara merdeka yang serupa dengan Vatikan.
– Selain itu, sebagian wilayah barat laut Arab Saudi akan dianeksasi ke Yordania. Semua ini dipropagandakan dan dipasarkan dengan usaha mendorong “Israel” untuk kembali ke perbatasan pra-1967, dengan penyesuaian perbatasan yang sejalan dengan masalah keamanannya, menurut proyek Ralph Peters.
Meskipun klaim bahwa peta Peters untuk “Timur Tengah Baru” tidak mencerminkan pandangan Departemen Pertahanan AS, namun peta ini diajarkan dalam Kurikulum Perencanaan Strategis di Kolese Perwira Tinggi NATO di Roma, tentu saja setelah disetujui oleh Akademi Militer AS tempat Ralph Peters bekerja, setelah pensiun dari posisinya di Kantor Wakil Kepala Staf Intelijen di Departemen Pertahanan. Penyajian peta Peters di NATO Military College membuat marah Turki, yang para perwiranya tercengang saat belajar di sana untuk melihat perbatasan negara mereka saat ini berubah, sehingga mendorong mantan Kepala Staf Angkatan Darat Turki, “Jenderal Yasar Buyukanit” untuk menghubungi rekan Amerika-nya guna menyatakan protesnya terhadap tawaran “Timur Tengah” yang “terdistorsi” ini (arabic.rt.com, 01/01/2016).
Di sisi lain, langkah Amerika untuk memasarkan proyek pembagian “Timur Tengah” tidak berhenti sampai di situ. Pada bulan September 2007, Senat AS memprakarsai resolusi yang tidak mengikat, yang didorong oleh Joe Biden, ketika dia menjadi wakil presiden Obama, yang meminta pemerintah AS untuk membagi Irak menjadi tiga wilayah federal, “Syiah, Sunni, dan Kurdi”. Peters menegaskan bahwa perang dan pertumpahan darah di tengah pembagian kembali “Timur Tengah” tidak bisa dihindari, sebab keadilan membutuhkan hal itu.
Menurut Ralph Peters, yang mengatakan bahwa pembagian tidak didasarkan pada peta yang telah disiapkan sebelumnya, tetapi disusun atas dasar fakta demografis “agama, nasionalisme, dan sektarianisme”, sebab pembetulan batas-batas internasional memerlukan penyesuaian dengan kehendak rakyat, yang menjadi tidak mungkin dilakukan pada saat ini. Karena waktu yang singkat, maka darah harus ditumpahkan untuk mencapai tujuan ini, yang harus dimanfaatkan oleh pemerintah AS dan sekutunya, dengan asumsi bahwa Israel tidak dapat hidup damai dengan tetangganya. Itulah sebabnya, pemisahan akan datang dari tetangga Arabnya. Oleh karena itu, sekte-sekte yang berbeda yang tidak dapat hidup berdampingan satu sama lain dapat disatukan menjadi satu entitas politik.
Peta Atlantik 2008:
Pada tahun setelah penerbitan “Perbatasan Darah, Blood Borders”, Jeffrey Goldberg—seorang Amerika “Israel”, salah satu tokoh paling menonjol dari lobi Zionis di Amerika, serta berada dalam sayap yang sama dengan Ralph Peters di koridor Politik Amerika—mulai menulis serangkaian artikel yang menggambar peta baru untuk Timur Tengah, di halaman majalah terkenal (Atlantik), ini terjadi bersamaan dengan persetujuan Senat AS atas rencana untuk membagi Irak, yang menegaskan bahwa itu adalah kampanye yang terorganisir. “… Peta kali ini diperluas ke kedalaman Afrika dengan membagi Somalia. Menurut Goldberg, memberikan Syiah di Lebanon sebuah negara “Syiah” independen, serta menciptakan negara Druze di utara Yordania dan Suriah selatan, juga untuk pertama kalinya negara Sudan baru di Sudan Selatan, yang didirikan empat tahun kemudian, serta negara Independen Sinai.”
Peta The New York Times 2013:
Surat kabar Amerika “The New York Times” menerbitkan peta baru yang menunjukkan pembagian lima negara di Timur Tengah menjadi 14 negara. Negara-negara tersebut adalah, Suriah menjadi tiga, Arab Saudi menjadi lima, Libya menjadi dua, juga Tripoli dan Tobruk, yang mungkin menjadi tiga dengan memasukkan negara Fezzan di barat daya, sedang Yaman menjadi dua negara.
Peta Negara-Kota:
Tesis lain disajikan untuk membagi wilayah melalui pusat studi strategis dan platform pers internasional. Dalam sebuah artikel untuk The New York Times, selama periode (2014-2016), gagasan (negara-kota) diusulkan, dengan kemerdekaan kota-kota di “Timur Tengah” selama beberapa dekade mendatang, termasuk: “Yerusalem, Hijaz, Dubai, Bagdad, Misratah, Jabal Al-Druze”. Semua kota tersebut adalah kandidat untuk kemerdekaan sebagai negara dengan karakter khusus.
Diskusi Berbagai Rencana dan Peta yang Diusulkan
Pengamat kawasan dan pemerhati peta yang disajikan akan menemukan bahwa mereka memiliki kesamaan dan juga perbedaan. Namun fakta di lapangan menunjukkan apa yang dilakukan dan apa yang dilaksanakan, bahwa lautan darah yang tertumpah di kawasan dalam skema perbatasan darah (blood borders), dan skema lain yang mengembalikan pembagian dunia Islam ke dalam sekelompok kanton serta negara etnis, suku, doktrinal dan sektarian. Hal ini mengungkapkan kebenaran strategi Amerika dan Barat di Timur Tengah, bahwa rencana ini menghasilkan konflik, perang dan kasus polarisasi sektarian, doktrinal, etnis, dan suku, sebagai sebuah pendahuluan untuk membagi atau mengubah negara-negara menjadi negara-negara lemah agar tetap berada di bawah kontrol penjajah.
Juga, orang yang memperhatikan semua peta yang diterbitkan akan menemukan bahwa mereka sepakat tentang pembagian negara-negara di kawasan itu, dengan visi dan detail yang berbeda. Tetapi sebagian besar dari rencana ini, ketika mereka menyebutkan entitas Yahudi, mereka setuju untuk melestarikannya, serta mewujudkan keamanan dan stabilitasnya.
Negara-Negara Dilemahkan dan Dikuras Tenaganya Adalah Awal dari Pembagian:
Untuk melaksanakan rencana baru pembagian dan pemetaan di lapangan, perang dinyalakan, juga perselisihan sektarian, doktrinal dan etnis yang menjijikkan dikobarkan di seluruh kawasan, negara-negara dilemahkan dan dikuras tenaganya sebagai permulaan untuk pembagian atau agar tetap di bawah kontrol penjajah. Untuk memudahkan tugas ini, ia mengandalkan metode partisi de facto dan membuat model yang mengarah pada pembagian secara nyata di negara-negara ini.
Model Pertama: Negara Gagal (Failed States) atau Negara Rapuh (States Fragile)
Kedua istilah ini mengancam negara-negara seperti Suriah, Yaman, Libya dan Irak. Pembagian jenis ini terjadi ketika periode pemisahan diperpanjang, dan sementara berubah menjadi permanen, sehingga perpecahan geografis akibat perang yang dipicu oleh perselisihan sektarian, etnis, dan doktrinal. Semua ini mengarah pada pembentukan identitas dan ekonomi baru yang kemudian menjadi penghambat persatuan, karena negara secara struktural terpecah di lapangan. Semua tetap menjadi negara namun hanya dalam bentuk saja, sebab dengan pembagian ini telah hilang unsur-unsur negaranya.
Model Kedua: Negara Federal
Ini adalah model berdasarkan reruntuhan negara pusat, dan model Irak adalah saksi terbesar bagaimana ia dibagi menjadi tiga negara, bahkan model ini dapat digeneralisasi ke wilayah lain di negara-negara Muslim seperti Sudan dan negara-negara lainnya.
Model Ketiga: Proto-Negara (Quasi-State)
Adalah bahwa negara kehilangan komponen dasarnya, kehilangan kemampuan untuk hidup dan bertahan hidup, akibatnya menjadi tergantung pada orang lain, kehilangan kehendak dan keputusan, yang membedakan negara berdaulat, serta bergantung pada bantuan internasional yang membuat kehendak mereka bergantung, serta campur tangan dalam urusan mereka, dan konflik internal bagi negara-negara yang didominasi oleh penjajaj dan organisasi internasionalnya akan sangat mudah dikobarkan.
Profesor ilmu politik, Robert Jackson, yang mempelajari kemunculan negara-negara di Dunia Ketiga setelah Perang Dunia II, mengatakan bahwa “negara-negara proto, yang pemerintahnya memaksakan kontrol atas perbatasan mereka, tetapi tidak memiliki kapasitas operasional negara, dan bergantung pada bantuan yang diterimanya dari masyarakat internasional, seperti Mesir pada saat ini, dan masih banyak lagi.”.
Menghadapi Skema Pembagian:
Untuk dapat keluar dari keadaan umat yang sedang terpuruk saat ini, dan mengakhiri keadaan perpecahan, juga demi mempersatukan umat (bangsa, ras dan sektenya), serta menjauhkan diri dari apa yang bisa memecah belah, mempersatukan rakyat di negeri-negeri kaum Muslim di bawah naungan kekuasaan Islam dan pemerintahannya, serta menghapus batas-batas buatan yang dirancang oleh pena kolonial Inggris dan Prancis, agar umat ini bebas dari kolonialisme, serta memiliki kehendak dan kekuasaannya, maka kami sampaikan hal berikut ini:
1- Umat harus menyadari apa yang sedang direncanakan untuknya, dan menyadari sejauh mana rencana yang dibuat untuk melawannya. Dengan demikian, akan hilang kesempatan bagi musuh-musuh umat, yaitu kaum kafir penjajah.
2- Umat harus menyadari bahwa Barat tengah melaksanakan agendanya melalui agen-agen lokalnya, seperti para penguasa, politisi, partai, dan orang-orang yang disewa. Untuk itu, umat jangan tertipu oleh mereka, tetapi harus melawan mereka.
3- Ide-ide destruktif menjijikkan yang digunakan kaum kafir penjajah dalam perang mereka melawan Islam dan kaum Muslim, seperti nasionalisme, patriotisme, sektarianisme, dan doktrinisme, yang membutakan pemiliknya buta akan kebenaran dan menjadikannya anak panah dalam pengkhianatan musuh-musuhnya, harus ditolak.
- Di tengah umat harus kuat dan kokoh rasa persaudaraan yang diwajibkan akidah atas para pemeluknya, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih), dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.” (TQS. Al-Hujurat [49] : 10). Persaudaraan ini telah menjadikan kaum Muslim dari semua ras dan sekte Islam sebagai satu umat tanpa kecuali, dan menjadi kekuatan bagi yang lainnya.
5- Konsep dzimmah (jaminan) harus ditegakkan dalam Islam, dan harus dijelaskan kepada berbagai kelompok yang hidup di negeri-negeri kaum Muslim bahwa mereka adalah penjaga atas darah, harta dan kehormatan, mereka dan semua kaum Muslim memiliki afiliasi Islam. Sehingga mereka harus memerintah dengan keadilan dan kesetaraan, serta merasakan keamanan dan keselamatan. Ketahuilah bahwa Barat dengan semua rencananya ini tengah menargetkan mereka dan juga menargetkan kaum Muslim, hal itu pasti menimbulkan bahaya bagi mereka, karenanya harus dilawan.
6- Menunjukkan kepada umat bahwa faktor persatuannya—jika kembali ke agamanya—jauh lebih banyak daripada faktor perpecahannya. Umat ini memiliki satu agama, satu keyakinan, satu warisan budaya dan perundang-undangan, satu sejarah, dan satu musuh, bahkan negeri-negerinya pernah dipersatukan oleh satu negara selama hampir tiga belas abad. Dengan demikian, perpecahannya ini adalah hal yang aneh dan tercela. Sehingga umat harus bersatu seperti semuala.
7- Menunjukkan kepada umat bahwa Islam berhasil dalam beberapa tahun saja mempersatukan banyak bangsa dari beragam kebangsaan, agama, bahasa, budaya, hukum, adat dan tradisi, lalu menjadikan mereka satu umat yang bersatu dalam satu agama, bahasa, budaya dan undang-undang. Jadi, bagaimana dengan umat Islam saat ini, yang memiliki banyak faktor persatuan seperti yang kami sebutkan di atas, maka untuk mempersatukannya akan sangat mudah dan dalam sekejap mata.
Kesimpulan
Banyaknya peta dan rencana yang sedang dipersiapkan oleh Barat, yang dipimpin oleh Amerika, dalam rangka menguasai dan menjajah negeri-negeri kaum Muslim, serta untuk mencegah kembalinya Khilafah, dan bersatunya negeri-negeri kaum Muslim dalam satu negara, maka hal ini mengharuskan kelompok umat yang sadar untuk mengungkap rencana jahat ini, menghadapi dan melawannya, serta memobilisasi kekuatan umat untuk menggagalkan semua rencana jahat tersebut.
Di sisi lain, perlu diyakini bahwa tipu daya orang-orang kafir, betapapun besarnya, tidak ada apa-apanya di hadapan Allah yang akan membalas tipu daya mereka. Allah SWT berfirman:
]وَقَدۡ مَكَرُواْ مَكۡرَهُمۡ وَعِندَ ٱللَّهِ مَكۡرُهُمۡ وَإِن كَانَ مَكۡرُهُمۡ لِتَزُولَ مِنۡهُ ٱلۡجِبَالُ[
“Dan sesungguhnya mereka telah membuat makar yang besar padahal di sisi Allah-lah (balasan) makar mereka itu. Dan sesungguhnya makar mereka itu (amat besar) sehingga gunung-gunung dapat lenyap karenanya.” (TQS. Ibrahim [14] : 46).
Allah SWT berfirman:
]وَإِذۡ يَمۡكُرُ بِكَ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ لِيُثۡبِتُوكَ أَوۡ يَقۡتُلُوكَ أَوۡ يُخۡرِجُوكَۚ وَيَمۡكُرُونَ وَيَمۡكُرُ ٱللَّهُۖ وَٱللَّهُ خَيۡرُ ٱلۡمَٰكِرِينَ[
“Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya.” (TQS. Al-Anfal [8] : 30).
Sesungguhnya rintangan, kesulitan, dan perbatasan berdarah yang dibuat oleh kaum kafir penjajah tidak akan menghalangi umat dan kelompok yang sadar dari mewujudkan kembalinya Islam ke dalam kehidupan dengan mendirikan Khilafah, juga tidak akan mencegah bersatunya negeri-negeri kaum Muslim dalam satu negara, serta tidak akan mematahkan lengan (kekuatan) mereka yang tengah mendorong roda perubahan dari terus bergerak maju untuk mencapai tujuan yang diinginkan, meskipun hambatan, tantangan dan kesulitan menghadangnya, dan meskipun harus menumpahkan darah dan mengorbankan bagian anggota tubuh, sambil menyerahkan diri (bertawakkal) kepada Allah SWT, Dzat Yang Maha Perkasa lagi Maha Kuasa. Allah SWT berfirman:
]ٱلَّذِينَ أُخۡرِجُواْ مِن دِيَٰرِهِم بِغَيۡرِ حَقٍّ إِلَّآ أَن يَقُولُواْ رَبُّنَا ٱللَّهُۗ وَلَوۡلَا دَفۡعُ ٱللَّهِ ٱلنَّاسَ بَعۡضَهُم بِبَعۡضٖ لَّهُدِّمَتۡ صَوَٰمِعُ وَبِيَعٞ وَصَلَوَٰتٞ وَمَسَٰجِدُ يُذۡكَرُ فِيهَا ٱسۡمُ ٱللَّهِ كَثِيرٗاۗ وَلَيَنصُرَنَّ ٱللَّهُ مَن يَنصُرُهُۥٓۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ[
“(yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: “Tuhan kami hanyalah Allah”. Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (TQS. Al-Hajj [22] : 40).
Perpecahan dan perselisihan umat, serta konflik dan perang ini akan segera berakhir dengan izin Allah SWT ketika Allah mengizinkan kemenangan-Nya. Sehingga akidah umat akan tergerak kembali, yang menjadikan umat ciptaan baru, yang akan mencabut gunung, dan mereka bersatu untuk memerintah dengan Islam dan mendirikan Khilafah. Dengan demikian, negeri-negeri mereka dan rakyatnya akan bersatu dalam satu negara, dan bernaung di bawah satu panji, yaitu panji “lā ilāha illallah Muhammad Rasūlullah, tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah”, dengannya umat akan memerangi musuh-musuh Allah, membebaskan negeri-negeri dan rakyat yang tengah diduduki, dan melakukan penaklukkan kembali, sebagai perwujudan dari firman Allah SWT:
]وَإِن يُرِيدُوٓاْ أَن يَخۡدَعُوكَ فَإِنَّ حَسۡبَكَ ٱللَّهُۚ هُوَ ٱلَّذِيٓ أَيَّدَكَ بِنَصۡرِهِۦ وَبِٱلۡمُؤۡمِنِينَ * وَأَلَّفَ بَيۡنَ قُلُوبِهِمۡۚ لَوۡ أَنفَقۡتَ مَا فِي ٱلۡأَرۡضِ جَمِيعٗا مَّآ أَلَّفۡتَ بَيۡنَ قُلُوبِهِمۡ وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ أَلَّفَ بَيۡنَهُمۡۚ إِنَّهُۥ عَزِيزٌ حَكِيمٞ * يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِيُّ حَسۡبُكَ ٱللَّهُ وَمَنِ ٱتَّبَعَكَ مِنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ[
“Dan jika mereka hendak menipumu, maka sesungguhnya cukuplah Allah (menjadi pelindung) bagimu. Dialah yang memberikan kekuatan kepadamu dengan pertolongan-Nya dan dengan (dukungan) orang-orang mukmin, dan Dia (Allah) yang mempersatukan hati mereka (orang yang beriman). Walaupun kamu menginfakkan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sungguh, Dia Mahaperkasa, Mahabijaksana. Wahai Nabi (Muhammad)! Cukuplah Allah (menjadi pelindung) bagimu dan bagi orang-orang mukmin yang mengikutimu.” (TQS. Al-Anfal [8] : 62-64).
Dan firman-Nya:
]هُوَ ٱلَّذِيٓ أَرۡسَلَ رَسُولَهُۥ بِٱلۡهُدَىٰ وَدِينِ ٱلۡحَقِّ لِيُظۡهِرَهُۥ عَلَى ٱلدِّينِ كُلِّهِۦۚ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ شَهِيدٗا[
“Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi.” (TQS. Al-Fath [48] : 28).
Negara Khilafah Rasyidah kedua akan mempersatukan kembali umat di bawah naungannya. Umat akan rela mengorbankan harta yang paling mahal dan berharga untuk melestarikannya, sebab ia yang akan menerapkan Islam, dan yang akan memimpin di antara rakyat dengan keadilan dan kesetaraan, sehingga mereka yang berlindung di bawah pemerintahannya akan menikmati keadilan, kemakmuran dan keamanan. Rasulullah SAW bersabda:
«إِنَّكُمْ فِي النُّبُوَّةِ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ، فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا، فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكُونَ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُونُ جَبْرِيَّةً، فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ» ثُمَّ سَكَتَ.
“Di tengah-tengah kalian terdapat zaman kenabian, atas izin Allah ia tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada khilafah yang mengikuti manhaj kenabian. Ia ada dan atas izin Allah ia akan tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kekuasaan yang zhalim; ia juga ada dan atas izin Allah ia akan tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kekuasaan diktator yang menyengsarakan; ia juga ada dan atas izin Alah akan tetap ada. Selanjutnya akan ada kembali khilafah yang mengikuti manhaj kenabian. Kemudian Nabi diam.” (HR Ahmad, dan hadits tersebut di-shahih-kan oleh Al-Albani dalam Al-Silsilah As-Shahihah, sedang al-Arnauth menggolongkannya sebagai hadits hasan).
Sebagai kesimpulan, kita dapat mengatakan bahwa proses perubahan telah menjadi keadaan yang terus-menerus dan meningkat di tengah umat, hal ini menandakan bahwa kita sedang hidup di tahap terakhir pemerintahan despotik dan diktator, dan runtuhnya sistem politik yang busuk. Sementara umat memiliki sebuah proyek peradaban yang sedang diperjuangkannya dengan langkah yang tegap dan tekad yang kuat, yang tak kenal lelah, hingga terpancar kembali mata air kehidupan, dan fajar menyingsing setelah malam yang gelap gulita. Kita semua berharap kepada Allah SWT bahwa semoga rasa sakit menjelang kelahiran ini tidak berlangsung lama, dan semoga rasa sakit ini akan berkurang dengan kemenangan yang gemilang, dengan tegaknya Khilafah ‘ala minhājin nubuwah, yang diridai oleh penduduk langit dan bumi. [Nasr Fayadh Abu Ibrahim: Al-Waie (Arab), Edisi 422-423, Tahun ke-XXXVI, Rabiul Awwal – Rabiul Tsani 1443 H./Oktober – November 2021 M.]