Mediaumat.id – Video yang memperlihatkan kegiatan bagi-bagi kaus oleh Presiden Joko Widodo sehingga menimbulkan kerumunan warga saat mengunjungi Pasar Porsea di Kabupaten Toba, Sumatera Utara di tengah pandemi Covid-19 yang kembali melonjak akibat masuknya varian baru omicron, disebut tidak memiliki sense of crisis.
“Realitas itu menunjukkan Jokowi tidak memiliki sense of crisis,” ujar Pengamat Kebijakan Publik Erwin Permana kepada Mediaumat.id, Sabtu (5/2/2022).
Menurut Erwin, saat ini kasus gelombang ketiga sudah mulai, jumlah kasus per hari sudah lebih dari 30 ribu kasus. Semestinya tugas Jokowi adalah mencegah terjadinya kerumunan. Padahal selama ini Jokowi selalu bilang bahwa masyarakat harus taat prokes, melakukan social distancing dengan kebijakan PPKM.
“Tapi ketika dihadapannya sendiri ada kerumunan kenapa dia malah bagi-bagi kaus,” sebut Erwin.
Erwin mengatakan, untuk apa ada PPKM dan seruan untuk social distance kalau perilaku pimpinan tertingginya seperti itu. “Apakah dengan cara seperti itu dia mengira akan mendapatkan popularitas, justru sebaliknya,” ucapnya.
Erwin menilai, dalam kasus penyebab kerumunan semestinya Jokowi dihukum lebih berat daripada HRS karena Jokowi adalah presiden. Erwin mempertanyakan, apakah karena penguasa maka punya pemahaman tidak dapat dihukum. Kalau pemahamannya seperti itu, maka sikap tersebut menunjukkan arogansi kekuasaan dihadapan hukum sekaligus konfirmasi bahwa betapa tidak adilnya Jokowi menjalankan hukum. Hukum hanya untuk orang lain, sedangkan Jokowi sendiri bebas.
“Betapa banyak kasus orang yang melakukan perkumpulan di masa PPKM yang kemudian berhadapan dengan pengadilan dan menjadi tersangka seperti HRS dan masih banyak yang lain,” pungkasnya.[] Agung Sumartono