Oleh: Agung Wisnuwardana – Indonesia Justice Monitor (IJM)
Inisiatif pemerintah membentuk Tim Hukum Nasional mendapat penolakan keras dari sebagian masyarakat. Pemerintah dinilai turut campur dalam penegakan hukum pidana.
Tim Asistensi Hukum yang dibentuk Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto dikabarkan sudah mulai bekerja mengkaji aktivitas dan ucapan 13 tokoh pasca pemilu 2019 yang semuanya menjadi pendukung calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Diantaranya ada Ustadz Bachtiar Nasir, Eggi Sudjana, Kivlan Zen, Permadi, Amien Rais.
Kebijakan pemerintah ini dinilai masyarakat menunjukkan ketidakmampuan pemerintah dalam mengelola isu politik yang tengah bergejolak.
Pemerintah dinilai bertindak terlalu jauh. Apa sebabnya? Karena sudah ada lembaga yang memiliki kewenangan untuk menentukan apakah suatu ucapan atau tindakan seseorang merupakan suatu tindak pidana atau bukan, yakni Kejaksaan dan Kepolisian.
Pemerintah era Jokowi dinilai masyarakat melakukan tindakan berlebihan dan berpotensi mengkriminalisasi pemikiran. Diduga tampak seperti mencari-cari kesalahan. Sehingga opini yang berkembang penguasa telah memanfaatkan hukum demi mempertahankan dan meraih kekuasaan.
dalam KUHAP Penyelidik bekerjasama dengan Penuntut Umum. Mereka memiliki kewenangan untuk segera melakukan tindakan yang diperlukan dalam rangka mencari dan menemukan apakah suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana dilakukan penyidikan. Sikap yang dikeluarkan pemerintah ini juga menunjukkan ketidakpercayaan Pemerintah terhadap sistem peradilan pidana yang selama ini sudah ada.
dalam negara yang menjamin kemerdekaan berpendapat, kritik yang disampaikan di muka umum terkait dengan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah adalah hal yang wajar. Hal itu mengingat Indonesia dalam konstitusinya menjunjung tinggi kemerdekaan dalam mengeluarkan pikiran baik secara lisan dan tulisan.
Pasal 28 E ayat (3) UUD 1945 secara eksplisit menjamin kebebasan mengeluarkan pendapat. Pasal 22 ayat (3) UU Undang-Undang (UU) No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia secara lebih dalam mengatur mengenai kebebasan berekpresi tersebut yang secara internasional juga dijamin dalam Pasal 19 Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU 12 tahun 2005.
Walhasil, menurut hemat penulis, Tim Asistensi Hukum yang dibuat pemerintah layak dibatalkan. Pemerintah harus mengedepankan asas praduga tak bersalah, asas due process of law dan asas kepastian hukum.[]