Mediaumat.news – Pernyataan Joko Widodo (Jokowi) yang mengungkap tiga strategi besar yakni hilirisasi industri, digitalisasi UMKM dan ekonomi hijau untuk memulihkan ekonomi Indonesia dalam Peresmian Pembukaan Sarasehan 100 Ekonom Indonesia secara virtual, Kamis (26/8/2021) dinilai hanya isapan jempol.
“Ketiga strategi besar Jokowi untuk memulihkan ekonomi Indonesia tersebut, menurut saya hanyalah isapan jempol belaka,” tutur Direktur Indonesian Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana kepada Mediaumat.news, Ahad (29/8/2021).
Terkait itu, Agung menyampaikan tiga catatan kritisnya. Pertama, rezim Jokowi harus jujur yang menguasai hilirisasi industri adalah asing. “Mari kita lihat bersama, contoh hilirisasi nikel yang dibanggakan rezim Jokowi, ternyata fakta membuktikan bahwa 35 smelter nikel yang sedang dan akan beroperasi di Indonesia didominasi investasi Cina. Sebagaimana data ini diungkap langsung oleh Kementerian ESDM,” ujarnya.
“Indonesia dapat apa dari investasi asing ini? Asinglah yang untung, dan rakyat buntung,” imbuhnya.
Kedua, rezim Jokowi harus jujur, yang sesungguhnya menguasai digital ekonomi di negeri ini ternyata juga asing.
“Peneliti INDEF Ariyo Irhamna mengatakan startup lokal yang dibanggakan oleh pemerintah nyatanya mayoritas sahamnya sudah dikuasai asing sekali pun masing ada yang dimiliki investor dalam negeri. Startup yang didanai oleh investor asing terutama e-commerce ternyata turut andil dalam memperparah defisit neraca dagang atau current account defisit (CAD). Pasalnya, e-commerce dikuasai barang impor,” ungkapnya.
Menurutnya, Peneliti INDEF Bhima Yudistira mengatakan data asosiasi e-commerce menunjukkan kecenderungan 93% barang yang dijual di marketplace adalah barang impor. Artinya produk lokal hanya 7%. Jadi digitalisasi UMKM hanyalah isapan jempol, saat akar masalah investasi asing tak diselesaikan. Indonesia akan semakin rapuh tak mampu berdikari.
Ketiga, komitmen rezim Jokowi terkait ekonomi hijau dan keberlanjutan terlalu rendah.
“Greenness of Stimulus Index (GSI) alias Indeks Stimulus Hijau dalam laporan terbarunya bahkan memberi angka negatif untuk Indonesia. Dalam laporan berkala edisi ke-5 itu menyebut penurunan skor tersebut terjadi karena kemunculan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja yang memiliki potensi berdampak negatif terhadap alam dan iklim,” ujarnya.
Kemudian, lanjut Agung, laporan Vivid Economics pada edisi Mei 2020 menyoroti Indonesia yang mengesahkan UU Mineral dan Batu Bara (Minerba). Kebijakan ini dianggap berisiko merusak komitmen sebelumnya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, melestarikan alam dan memperkuat modal alam.
Oleh sebab itu, ia menilai, keinginan masuk pada ekonomi hijau rezim Jokowi hanyalah isapan jempol belaka. “Kekhawatiran saya, dengan adanya pidato Joe Bidden yang mengaitkan kondisi Jakarta dan perubahan iklim, plus terpilihnya Sri Mulyani sebagai co-chair dari koalisi menteri keuangan dunia untuk aksi perubahan iklim periode 2021-2023, hanya sebatas mengarah pada target perolehan utang luar negeri sebesar 3700 triliun,” ujarnya.
Kalau hal ini terjadi, menurutnya, tumpukan utang luar negeri Indonesia akan semakin menggunung. “Takkan beruntung dan pastinya rapuh, sebuah negara yang dibangun dengan investasi asing dan utang luar negeri,” tegasnya.
Tak sekadar itu, Allah pun mengharamkan orang kafir menguasai orang-orang yang beriman, karena menurut Agung, investasi asing dan utang luar negeri hanya akan menguatkan cengkeraman kafir penjajah di negeri ini.
“Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir (untuk mengalahkan) orang-orang yang beriman,” pungkas Agung mengutip Al-Qur’an surah an-Nisaa’ [4]: 141.[] Achmad Mu’it