Mediaumat.id – Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana meminta, tiga BUMN yang bergerak di industri pertahanan yaitu PT Pindad, PT PAL, dan PT Dirgantara Indonesia, yang dilaporkan ke Komnas HAM, terkait dugaan menjual senjata ke Myanmar harus diusut.
“Kasus ini harus diusut,” tuturnya dalam video Skandal! 3 BUMN Dituding Jual Senjata ke Junta Myanmar, Kamis (5/10/2023) melalui kanal YouTube Justice Monitor.
Menurutnya, dari kasus ini ada pelajaran terkait pentingnya penyelidikan pelanggaran yang mungkin terjadi dalam tubuh BUMN agar sejalan dengan upaya regional untuk akuntabilitas di Myanmar dan koneksi yang kuat dengan Indonesia, jika pengadilan di Jakarta ingin mengadili kasus-kasus terhadap militer Myanmar.
“Kita juga butuh transparansi dan akuntabilitas dalam perdagangan senjata internasional,” imbuhnya.
Prihatin
Agung mengaku prihatin melihat dunia seakan masih terdiam melihat kejahatan rezim Myanmar.
“Kita juga prihatin melihat dunia seakan masih terdiam melihat kejahatan rezim Myanmar,” ungkapnya.
Dukungan dunia, lanjut Agung, tidak banyak memengaruhi nasib Muslim Rohingya (etnis dari daerah Arakan wilayah negara bagian Myanmar) yang masih berada dalam ketidakpastian.
“Bahkan sebagian negara menolak kehadiran pengungsi Rohingya di tanah mereka seperti Thailand, Malaysia, juga Bangladesh,” bebernya.
Ia menerangkan, Komisi Tinggi untuk Pengungsi PBB (UNHCR) beberapa tahun lalu pernah menuding negara-negara ASEAN sedang bermain-main dengan nyawa orang, ibarat memainkan pingpong maritim.
“Juru bicara UNHCR kala itu Vivian Tan mengatakan bahwa negara-negara ASEAN semestinya berbagi tanggung jawab krisis kemananusiaan seperti menyelamatkan nyawa dan menyediakan bantuan kemanusiaan,” ucapnya.
Agung kecewa dengan sikap PBB ini, karena di satu sisi menyerukan berbagai krisis kemanusiaan tapi di sisi lain PBB tidak pernah bertindak keras dan tegas terhadap kejahatan Myanmar atas Rohingya.
“PBB tidak memberikan sikap keras terhadap pemerintah Myanmar untuk menyelesaikan konflik dalam negeri yang membuat Rohingya terusir dari negerinya. Inilah menurut saya hipokrit dari PBB,” kritiknya.
PBB, sambungnya, selalu menyuarakan hak asasi manusia tetapi sesungguhnya PBB gagal memperjuangkan hak kemanusiaan yang semestinya didapat waharga Rohingya.
“Lembaga dunia semacam PBB ini, hanya mampu bersuara di atas kertas dengan jargon, yang minim aksi jika menyangkut kepentingan kaum Muslim. Mereka justru memberikan solusi pragmatis dengan meminta negara-negara tetangga menampung para pengungsi Rohingya,” ulasnya.
Butuh Perisai
Agung mengatakan, Muslim Rohingya membutuhkan pelindung dan perisai (junnah) hakiki yang mampu menjaganya dari perlakuan diskriminasi penindasan dan penganiayaan.
“Rohingya dan negeri-negeri Muslim lainnya memerlukan pemimpin dan rumah yang mampu menjamin nyawa manusia dan kehormatan Islam,” lugasnya.
Rohingya dan umat Islam dunia, lanjutnya, membutuhkan ikatan akidah dan ukhuwah islamiah yang menjadikan umat ini bersatu tanpa memandang sekat-sekat bangsa, suku, dan ras, sebagaimana pernah terwujud ketika sistem Islam mempersatukan umat Islam dari berbagai bangsa, suku, ras, dan golongan.
“Melindungi umat dari kejahatan, membela kaum yang terusir dan tertindas dari tanah kelahiran mereka, serta menyatukan seluruh negeri Islam dalam satu naungan bersama. Inilah yang kita sebut sebagai khilafah islamiah,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun