Mediaumat.id – Direktur Pamong Institute Wahyudi al-Maroky menyatakan Angkasa Pura II harus bisa menjelaskan mengapa tiga aviation security (avsec) yang bertugas di Bandara Soekarno-Hatta dipecat usai mencium tangan dan mengawal Habib Bahar bin Smith beberapa waktu lalu.
“Angkasa Pura harus bisa menjelaskan ini supaya pandangan publik tidak memberikan gambaran yang buruk bahwa AP II sudah terpapar islamofobia,” ujar Direktur Pamong Institute Wahyudi al-Maroky kepada Mediaumat.id, Selasa (4/4/2023).
Bahkan menurutnya, tak sekadar terpapar, tetapi AP II sudah masuk kategori benci terhadap Islam. “Kategorinya bukan sekadar terpapar tapi sudah masuk kepada kebencian terhadap Islam,” sambung Wahyudi.
Untuk diketahui sebelumnya, melansir situs sttkd.ac.id, laman sekolah tinggi kedirgantaraan, avsec adalah profesi sekaligus pekerjaan yang dilakukan oleh petugas berlisensi yang bertugas menjaga lingkungan keamanan bandara dan juga para penumpang pesawat.
Apalagi mengingat, yang dijemput lantas dicium tangan adalah seorang habib, gelar kehormatan yang ditujukan kepada para keturunan Nabi Muhammad SAW yang tinggal di daerah Hadhramaut Yaman, Asia Tenggara, Afrika Timur. “Ternyata yang dijemput, yang dicium tangan itu adalah Habib Bahar bin Smith,” tandas Wahyudi.
Kata Wahyudi, bila dibandingkan dengan kejadian-kejadian sebelumnya yakni ketika menjemput bahkan menyambut artis atau orang terkenal lainnya, anggota avsec tidak diperlakukan seperti usai menyambut sang habib.
Karenanya sekali lagi ia menekankan, pihak AP II harus bisa menjelaskan alasan terjadinya perbedaan perlakuan dimaksud. “Saya pikir di sini harus bisa dijelaskan dengan clear (terang) oleh pihak Angkasa Pura kenapa terjadi perbandingan yang mencolok seperti itu,” imbaunya.
Padahal semestinya, terhadap anggota avsec tersebut tidak serta-merta dipecat. Tetapi, pendekatan persuasif yang menurut Wahyudi lebih baik. “Mungkin mereka dilakukan pembinaan persuasif, saya pikir itu juga lebih baik dibanding juga tadi saya sebutkan artis yang dikawal juga oleh avsec, dijemput juga, didampingi juga, kenapa mereka juga tidak dipecat?” ulasnya.
Narasi Radikal-radikul
Selain itu, peristiwa ini juga tak bisa dilepaskan dari narasi-narasi yang kerap dibuat oleh rezim saat ini yang selalu mengedepankan program radikal-radikulnya.
Ditambah, ketika pihak AP II tidak bisa menjelaskan alasan pemecatan yang rasional atas ketiga petugas avsec tadi, membuktikan bahwa komponen masyarakat termasuk BUMN yang bergerak dalam bidang usaha pelayanan jasa kebandarudaraan dan pelayanan jasa terkait bandar udara tersebut turut terpapar isu radikal-radikul ini.
Terlebih ia pun khawatir, jika pemecatan terjadi memang karena faktor kebencian terhadap Islam, agama mayoritas di Indonesia, kejadian ini bakal membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Di samping itu, situasi demikian bisa menjadi catatan buruk bagi pelayanan bandara di negeri ini, termasuk pemecatan tiga petugas avsec tersebut. “Saya pikir ini menjadi catatan buruk bagi pelayanan di bandara kita,” pungkasnya.[] Zainul Krian