Sebagai bagian dari publikasi opini The Washington Post bahwa tujuan lokakarya Bahrain, bukan yang diumumkannya. Surat kabar tersebut mempublikasikan sebuah artikel oleh penulis Ishaan Tharoor di mana ia mengatakan bahwa tujuan dari lokakarya ini adalah untuk membuat rakyat Palestina menyerah. Artikel tersebut mencatat bahwa pengumpulan 50 miliar dolar untuk investasi di wilayah tersebut, masih belum diketahui sumbernya, termasuk banyak proyek yang merupakan visi menantu Trump (Kushner) adalah salinan dari rencana sebelumnya yang diimpikan oleh pemerintah asing, Bank Dunia, RAND Corporation, dan lainnya, di mana semuanya gagal karena tidak adanya kesepakatan damai, yang memuaskan (Israel) dan Palestina.
Penulis menekankan bahwa menantu Trump (Kushner) dan para pejabat Amerika lainnya tahu bahwa tidak akan ada pertumbuhan ekonomi atau kemakmuran bagi Palestina tanpa solusi politik yang berkelanjutan dan adil untuk konflik, dengan mengatakan bahwa Kushner menyatakan hal ini dalam pidatonya di Manama, tetapi ia dan anggota timnya telah menunda mengumumkan rincian rencana politik mereka setidaknya sampai setelah pemilihan baru dan pembentukan pemerintah (Israel) berikutnya, sebuah proses yang diharapkan akan selesai pada bulan November.
Dia menambahkan bahwa banyak analis berharap bahwa pemerintahan Trump yang sangat dekat dengan kubu sayap kanan Netanyahu mungkin tidak akan pernah mengedepankan sesuatu yang menuntut konsesi serius Israel, apalagi proposal yang secara resmi untuk mengakhiri pendudukan. Sebaliknya, itu mungkin untuk membuka jalan yang sebaliknya.
Harry Reis dari New Israel Fund, sebuah organisasi nirlaba yang berbasis di AS, yang mendukung kelompok masyarakat sipil di Israel, mengatakan bahwa apa yang disampaikan Kushner di Manama tidak memiliki konten politik apa pun, sebab dari awal memang tidak dirancang untuk Palestina, serta tidak dirancang untuk diterapkan, tetapi ia dirancang untuk memaksa Palestina mengatakan “tidak”. Mengapa? Untuk membuka jalan bagi aneksasi unilateral (Israel) atas wilayah Palestina.
Penulis juga mengingatkan apa yang ditulis oleh Duta Besar Israel untuk PBB, Danny Danon, di New York Times minggu ini, yang mendesak Palestina untuk meninggalkan tuntutan mereka atas tanah air dengan imbalan keuntungan ekonomi yang tengah disiapkan oleh Kushner untuk mereka. Duta Besar Israel untuk PBB mengatakan bahwa aspirasi untuk negara Palestina “melahirkan budaya kebencian” dan ia berharap melihat bunuh diri nasional terhadap etos politik dan budaya Palestina saat ini.
**** **** ****
Barat, yang dipimpin oleh Amerika, masih memperlakukan masalah Palestina dengan ringan, jauh dari apa yang dilakukan dua dekade sebelumnya terhadap kaum Muslim. Di mana ia pikir telah membuat kemajuan dalam memaksakan kebijakan dan visinya tentang solusi. Ia telah menipu dirinya sendiri dengan menyatakan tentang kesiapan para penguasa Teluk untuk menormalisasikan hubungan dengan entitas musuh bangsa ini. Kami bertanya: Kapankah konflik para penguasa Muslim dengan para gelandangan Yahudi dan entitas perampasnya menjadi suatu konflik eksistensi, bahkan konflik itu menjadi konflik umat dengannya. Sesungguhnya sikap para penguasa dalam konflik ini telah dan masih, bahwa mereka berada di pihak Yahudi dan melawan umat. Bahkan semua yang tidak sepakat, benar-benar telah dinyatakan sebagai pengkhianatan oleh para penguasa. Ini adalah sikap yang justru membuka dan menelanjangi keburukan mereka, bukan sikap yang memberi mereka kekuatan [Al-Waie, edisi 394, Tahun ke-34, Dzul Qa’dah 1440 H. – Juli 2019 M.]