Oleh: Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si (Koordinator LENTERA)
Film “The Santri” menuai polemik. Bahkan film yang dibintangi sejumlah artis muda favorit generasi milenial, seperti Gus Azmi dan Wirda Mansur ini, panen kritikan. Tak tanggung-tanggung, kritik dilayangkan oleh sejumlah ulama. Sebelumnya ada menantu Imam Besar Front Pembela Islam Rizieq Shihab, Hanif Alathas. Kemudian ada Ustaz Maaher Atthuwailibi. Tak ketinggalan, kritik juga datang dari tokoh Nahdlatul Ulama Jawa Timur, KH. Luthfi Basori. Kyai Luthfi bahkan menegaskan bahwa dirinya siap di barisan depan dalam menolak adanya film “The Santri”.
.
Ironisnya, film ini direncanakan akan mulai ditayangkan di bioskop pada 22 Oktober mendatang, bertepatan dengan peringatan Hari Santri Nasional.
.
Kritik terhadap film “The Santri” setidaknya dapat dilandaskan pada dua hal. Pertama, konten film disebut tidak mencerminkan akhlak santri yang keberadaannya di pesantren adalah dalam rangka dicetak menjadi ulama. Ini karena ditemukan sejumlah adegan yang jauh dari nilai-nilai Islam. Kedua, terdapat adegan yang mencerminkan sinkretisme (mencampuradukkan) Islam dengan ajaran agama lain. Jika kedua hal ini sukses terekspos melalui film yang bersangkutan, maka sangat dikhawatirkan adanya upaya lanjut untuk mengkampanyekan deradikalisasi bahkan deideologisasi dan deislamisasi pesantren.
.
Mencermati peristiwa ini, tentu umat Islam patut menyadari peran strategis santri dan pesantren. Di tengah hiruk-pikuk maraknya perilaku amoralisasi generasi muda, pesantren masih selalu menjadi solusi. Pesantren, bagaimana pun, adalah tempat yang tepat untuk menempa diri, menuju pertaubatan sejati.
.
Di tambah lagi era digitalisasi kehidupan kaum muda hingga memunculkan istilah generasi Z, nyatalah bahwa pesantren adalah sarana efektif agar mereka tak mudah ikut gerusan zaman berikut arah pergaulan yang negatif. Pada intinya, tak sedikit para orang tua yang meyakini bahwa pesantren dapat memberikan penjagaan dan pendidikan secara holistik bagi putra-putri mereka.
.
Dalam kamus online KBBI, santri didefinisikan sebagai orang yang mendalami agama Islam, orang yang beribadat dengan sungguh-sungguh, dan orang yang shalih. Artinya, jika peran strategis santri dikembalikan sebagaimana definisinya, maka sungguh besar potensi santri untuk kemajuan bangsa. Patutlah kabar gembira dalam sabda Rasulullah ﷺ berikut ini.
.
Dari Abu Hurairah ra, dari Nabi ﷺ, beliau ﷺ bersabda: “Tujuh golongan yang dinaungi Allâh dalam naungan-Nya pada hari dimana tidak ada naungan kecuali naungan-Nya: (1) Imam yang adil, (2) seorang pemuda yang tumbuh dewasa dalam beribadah kepada Allah, (3) seorang yang hatinya bergantung ke masjid, (4) dua orang yang saling mencintai di jalan Allâh, keduanya berkumpul karena-Nya dan berpisah karena-Nya, (5) seorang laki-laki yang diajak berzina oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan lagi cantik, lalu ia berkata, ‘Sesungguhnya aku takut kepada Allah.’ Dan (6) seseorang yang bershadaqah dengan satu shadaqah lalu ia menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfaqkan tangan kanannya, serta (7) seseorang yang berdzikir kepada Allah dalam keadaan sepi lalu ia meneteskan air matanya.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).
.
Karena itu, sungguh sangat krusial untuk diwaspadai jika terdapat upaya-upaya membelokkan potensi santri. Terlebih untuk mengokohkan eksistensi sekularisme. Padahal Islam adalah metode kehidupan, di mana hanya tata aturan kehidupan Islam sajalah yang layak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Dan inilah yang seyogyanya ditekankan dan diberdayakan oleh pesantren. Sudah semestinya pesantren konsisten menjadi lembaga pendidikan pemersatu umat dan terdepan menegakkan syariat.
.
Akan sangat disayangkan jika ada santri, alumni pesantren, atau bahkan kyai, yang justru menghalalkan riba, aktivitas hura-hura, gaul liberal, termasuk mengkompromikan yang haq dan bathil. Padahal, sikap seperti ini sungguh meminggirkan sekaligus menumpulkan posisi strategis santri tadi. Firman Allah SWT: “Dan janganlah kamu campur adukkan yang haq dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang haq itu, sedang kamu mengetahui.” (QS Al-Baqarah [02]: 42).
.
Di negeri kita ini, sungguh urgen andil santri bersama umat berjuang secara politis mengembalikan Islam sebagai sistem aturan kehidupan. Liberalisasi santri sebagaimana dalam film “The Santri” tak ubahnya pengalihan arah pandang agar santri tak melek akan peran sejatinya bagi umat.
.
Sudah saatnya mengembalikan peran para santri sebagaimana spirit Resolusi Jihad KH Hasyim Asy’ari. Hendaklah santri menjadi garda terdepan para pembela Islam. Para santri adalah motor-motor penggerak kebangkitan dan konstruktor peradaban Islam. Umat ini butuh solusi mendasar dari Sang Khaliq, di mana ujung tombak pembelajarnya adalah para santri. Terlebih di tengah kian derasnya invasi tsaqofah Barat, para santri adalah orang-orang yang menempati posisi krusial sebagai simpul-simpul persatuan umat.[]