Mediaumat.id – Dimunculkannya kembali kasus pidana yang menyeret Donald Trump, dinilai Pengamat Hubungan Internasional Dr. Hasbi Aswar sebagai bentuk kekhawatiran terhadap mantan presiden Amerika Serikat (AS) ke-45 tersebut yang berpeluang menjadi presiden untuk kedua kalinya.
“Saya kira konteks politiknya itu karena sekarang ada kekhawatiran, Trump dan (Partai) Republik itu akan menjadi pemenang lagi dan Trump kembali menjadi presiden,” ujarmya, dalam Kabar Petang: Hot News! Skandal Stromy Daniels – Trump Guncang Amerika, Ahad (9/4/2023) di kanal YouTube Khilafah News.
Pasalnya, AS dalam satu tahun ke depan bakal menggelar pemilihan umum presiden. Untuk itu, kasus tersebut ia nilai sebagai kekhawatiran terpilihnya kembali sosok Trump menjadi presiden AS dari Partai Republik.
“Memang ada kekhawatiran dari kubu (Partai) Demokrat, Partai Republik akan menguasai parlemen,” tegasnya lagi.
Seperti diberitakan, permasalahan dimulai ketika Daniels menerima USD130 ribu atau sekitar Rp1,9 miliar tepat sebelum pemilihan presiden 2016 yang disebut sebagai uang tutup mulut untuk tak bicara apa pun soal skandalnya dengan Trump di masa lalu.
Karenanya, Selasa (4/4), Trump sempat ditahan sebentar oleh polisi New York sebelum menuju ruang persidangan oleh polisi setempat.
Untuk diketahui pula, hal itu muncul buntut laporan Stromy Daniels hingga membuat Trump yang dua kali selamat dari pemakzulan dan lepas dari kasus penghilangan berkas rahasia, jadi berhadapan dengan hukum.
Persaingan Ketat
Tak hanya itu, kata Hasbi lebih lanjut, dilihat dari dominasi Partai Demokrat atas Partai Republik juga tergolong sangat tipis, yang menjadikan pemilu sela tahun ini sebagai persaingan ketat.
Indikasi lain yang mengarah ke sana di antaranya, sambung Hasbi, dukungan terhadap Partai Republik makin meningkat. “Di satu sisi, suara Republik atau dukungan terhadap Republik itu semakin meningkat,” ulasnya.
Malah jajak pendapat terbaru mengindikasikan Partai Republik bisa merebut dominasi dalam DPR. “Dalam berita-berita yang ada pun menyebutkan bahwa malah kejadian ini membuat popularitas Trump semakin meningkat,” ungkapnya.
Cuma, sebut Hasbi, karena sosok Trump yang memang kontroversial, akhirnya berdampak terbentuknya polarisasi yang kuat di AS sehingga dirinya kalah dalam pemilu tahun kemarin.
Kendati demikian, ia menyampaikan bahwa Trump masih populer karena dianggap berani bertindak dan selalu mengatasnamakan kepentingan rakyat AS. “Saya kira ini juga yang memenangkan Trump tahun 2016 pada pemilu kemarin,” imbuhnya.
Dengan kata lain, dimunculkannya kasus tersebut tidak bisa dilepaskan dari konteks pemilu tahun depan.
Terlebih, kata Hasbi, sebagaimana keterangan di dalam buku ‘How Democracies Die, terbitan 2018, yang ditulis oleh ilmuwan politik dari Universitas Harvard, yaitu Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt, kepemimpinan Trump sebelumnya juga disejajarkan dengan para pemimpin otoriter dunia lainnya.
Terlebih lagi, Partai Republik, pengusung Trump, keras terhadap imigran. “Itu partai memang yang sangat keras dan kesannya sangat anti imigran, konservatif dan itu dampaknya menjadi sangat buruk ketika (Partai) Republik yang berkuasa,” jelasnya.
“Apalagi Trump yang berkuasa,” lanjutnya, seraya membeberkan karakter Trump yang blak-blakan, sehingga akun Twitter-nya pun di-suspend.
Belum lagi ketika rivalnya kala itu, Joe Biden, memenangi pemilu kemarin, pengikut fanatiknya menyerbu Capitol Hill. “Sempat ada kerusuhan dan itu menjadi aib katanya dalam sejarah perpolitikan Amerika Serikat,” urainya.
Tak ayal, Hasbi pun menekankan kembali bahwa memang ada upaya sistematis untuk menjegal Trump kembali berkuasa. “Jadi Trump ini memang sengaja, atau ada upaya sistematis untuk menjegal Trump menjadi presiden,” pungkasnya.[] Zainul Krian