Terlilit Utang 400 Ribu Triliun, Ekonomi AS Ternyata Ditopang Negara Lain dan Para Investor

Mediaumat.news – Ekonomi Amerika Serikat (AS) selama ini dinilai mendapat topangan dari negara lain dan para investor, sehingga terlilit utang lebih dari 28 trililun dollar AS atau melampaui Rp 400.000 triliun dan terancam tak bisa membayarnya pada Oktober nanti.

“Artinya, ekonomi AS selama ini ditopang oleh negara lain dan para investor,” ujar Peneliti Forum Analisis dan Kajian Kebijakan untuk Transparansi Anggaran (FAKKTA) Muhammad Ishak kepada Mediaumat.news, Rabu (29/9/2021).

“Jika mereka tidak percaya lagi kepada AS maka negara itu akan mengalami goncangan hebat dan menyebabkan krisis global. Dan hal itu bisa saja terjadi,” sambung Ishak.

Menurut Ishak, setiap tahun APBN AS mengalami defisit sehingga harus ditutupi dengan berutang. Salah satu caranya dengan menerbitkan surat utang. Surat utang tersebut ada yang berbentuk treassury bills (jangka waktu 1-12 bulan), notes (jangka waktu 2-10 tahun), dan bond (jangka waktu 30 tahun). Surat-surat utang tersebut kini dipegang oleh berbagai negara dan institusi keuangan sebagai sarana investasi untuk mendapatkan bunga. Dan akumulasi utang tersebut kini mencapai US$28,4 triliun.

Ishak memandang, jika senat dan kongres AS menolak kenaikan jumlah utang pemerintah, maka pemerintah AS berpotensi tidak bisa membayar bunga utangnya kepada para investor, termasuk membayar gaji pegawai pemerintahan mereka.

Namun, kata Ishak, sepanjang sejarahnya AS belum pernah mengalami default atau gagal bayar, karena pada akhirnya pemerintah AS tetap mendapatkan persetujuan senat dan kongres untuk menambah batas atas utangnya.

“Saat ini pun, kongres dan senat dikuasai oleh Demokrat yang mendukung pemerintah AS saat ini,” ucapnya.

Ishak menilai, AS baru akan menghadapi masalah serius jika kepercayaan para investor yang memegang surat utangnya merosot sehingga melepas kepemilikan mereka. Hal itu berakibat suku bunga surat-surat utang tersebut akan meningkat tajam sehingga akan menyulitkan AS untuk membayarnya. Sedangkan membayar utang dengan mencetak uang besar-besaran justru akan menyebabkan nilai dolar AS merosot tajam.

 Tak Bisa Didikte

Ishak menyebut, meski memiliki utang yang sangat besar ke negara Cina dan Inggris tapi kedua negara tersebut tidak bisa mendikte Amerika, sebagaimana Indonesia yang kerap didikte negara-negara pemberi utang.

Menurut Ishak, hal ini dikarenakan AS menawarkan surat utangnya melalui pasar modal dengan mekanisme suku bunga. Jika tingkat kepercayaan mereka turun maka tingkat suku bunga naik. Berbeda dengan utang bilateral atau multilateral yang dilakukan pemerintah Indonesia, utang bilateral atau multilateral ini biasanya diikat dengan berbagai persyaratan yang memaksa negara pengutang menurut kepada persyaratan tersebut.

“Cina dan Inggris serta investor lain sifatnya oportunis, selama mereka mendapatkan keuntungan dengan investasi mereka dengan memiliki surat utang mereka maka akan tetap memegangnya,” pungkas Ishak.[] Agung Sumartono

Share artikel ini: