Terlibat Bisnis PCR, Luhut dan Erick Thohir Disebut Manfaatkan Jabatan

Mediaumat.info – Sekalipun mengaku filantropis, dua menteri Jokowi yang terlibat bisnis PCR dinilai Pengamat Politik Rocky Gerung telah melakukan pelanggaran dalam hal memanfaatkan jabatan atau kekuasaan.

“Bukan soal untung ruginya, tetapi dia sudah melanggar janjinya untuk tidak memanfaatkan kekuasaannya,” ujarnya dalam podcast Kabinet Prabowo Orang Lama Istana?! Ingat Rocky Sebut Satu Kabinet JKW ‘BUT4’! di kanal YouTube Refly Harun, Sabtu (25/5/2024).

Dengan kata lain, keadilan dalam berbisnis terutama yang dilakukan oleh pejabat publik, tak tergantung pada untung ruginya saja tetapi ada tidaknya konflik kepentingan di dalamnya. “Tergantung pada ada conflict of interest apa tidak, ada insider trading apa enggak,” sambungnya.

Dengan kata lain pula, kendatipun dalam bisnis tes PCR kala itu menanggung kerugian, misalnya, Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan serta Menteri BUMN Erick Thohir tetap melanggar etika publik dalam hal memanfaatkan kekuasaan yang ada pada diri mereka.

Karenanya, menurut Rocky, mengundurkan diri atas inisiatif sendiri adalah pilihan paling bagus bagi mereka. Sebab, perkara etika adalah kontrol terhadap moral, yang berarti mereka telah mempermalukan dirinya ketika ketahuan memanfaatkan kekuasaan.

Pun terhadap presiden, Rocky berharap tidak diam saja ketika dua pembantunya tersebut belum juga mengundurkan diri. Sebab, jika tidak, Jokowi bakal dicatat oleh generasi berikutnya sebagai presiden yang membiarkan sesuatu berlangsung secara tidak etis.

Bahkan lebih jauh, Jokowi bakal dianggap telah bersekongkol dengan para pelanggar etika, dengan merestui pelanggaran dimaksud.

Adalah sebelumnya, beredar kabar keterlibatan Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri BUMN Erick Thohir dalam bisnis tes polymerase chain reaction (PCR).

Diduga kuat, Luhut dan Erick telah melakukan tindak kolusi dan nepotisme karena terlibat dalam bisnis tes PCR pada masa pandemi Covid-19. Sekadar diketahui, kedua menteri tersebut memiliki saham di PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI) yang mendapat proyek pengadaan tes terkait Covid-19.

Padahal, mengacu pada UU 28/1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, tak patut mereka berdua pada saat yang sama berada dalam perusahaan yang mendapat proyek PCR.

Karenanya, kembali Rocky menekankan, lebih baik mereka berdua mengundurkan diri. “Sebaiknya dengan gagah berani dua menteri ini menyatakan ‘kami melanggar etik’ (lalu mengundurkan diri),” ujarnya, sebagaimana yang dilakukan di negara-negara beradab.

Maksudnya, sama sekali tak ada persoalan seorang pejabat publik menjadi filantropis dalam aktivitas bisnis, selama tidak ada konflik kepentingan di dalamnya. “Ukuran kita adalah larangan (adanya) conflict of interest. Jadi sekali lagi di situ poinnya itu,” tegasnya.

Sementara, sikap mengundurkan diri adalah lumrah dan sebaiknya memang demikian. Pasalnya, sanksi pelanggaran etika memang muncul dari dirinya sendiri, berbeda dengan sanksi sosial yang diberikan oleh masyarakat.

Makanya, ia pun menuturkan betapa penting seorang pejabat publik mengatur dirinya dengan prinsip integritas maupun intelektualitas, bukan sekadar elektabilitas dengan melontarkan pernyataan ‘biar rakyat yang menilai pantas tidaknya mereka menjadi menteri’.

“Itu pentingnya pejabat publik itu mengatur dirinya dengan prinsip integrity intellectuality, bukan prinsip electability,” pungkasnya. [] Zainul Krian

Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini: