Terlapor Pelecehan Seksual Ancam Balik Laporkan Korban, LPSK: Tak Berdasar Hukum
Mediaumat.news – Ancaman balik terlapor pelecehan seksual sesama jenis pegawai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) kepada korban karena mengalami bullying di dunia maya setelah korban membuat surat terbuka soal dugaan pelecehan dinilai Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) RI Dr. Maneger Nasution, M.A. tidak memiliki dasar hukum.
“Sekira betul adanya, ancaman laporan terlapor tidak memiliki dasar hukum yang memadai,” tuturnya kepada Mediaumat.news, Rabu (8/9/2021).
Manejer pun menyebutkan beberapa alasannya. Pertama, ancaman laporan karena terlapor dalam perundungan mengalami cyberbullying di dunia maya, menurutnya, laporan itu tidak memiliki dasar tindak pidana yang jelas.
“Subjek hukumnya, siapa yang mau dilaporkan? Apakah korban atau orang-orang yang melakukan bullying? Kalau yang dilaporkan korban, korban tidak melakukan bullying tetapi hanya melaporkan saja. Kalau yang melaporkan (dilaporkan) itu adalah orang yang mem-bully di media sosial atau netizen itu juga tidak bisa diklarifikasi sebagai perbuatan pidana,” ujarnya.
Kedua, dalam konstruksi hukum LPSK, korban atau pelapor kasus dugaan pelecehan seksual sesama jenis seharusnya tidak dapat dituntut secara hukum. “Saksi, korban, saksi pelaku, dan/atau pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikannya, kecuali kesaksian atau laporan tersebut diberikan tidak dengan itikad baik,” jelasnya.
“Apabila ada tuntutan hukum terhadap korban atau pelapor atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikan, tuntutan hukum tersebut wajib ditunda hingga kasus yang ia laporkan atau ia berikan kesaksian telah diputus pengadilan dan berkekuatan hukum tetap,” tambahnya.
Manejer mengatakan, perlindungan korban sebagai pelapor tersebut diatur pada Pasal 10 Ayat (1) dan (2) UU Nomor 31 Tahun 2014 tenttang Perlindungan Saksi dan Korban. “Perlindungan hukum itu diberikan agar masyarakat yang menjadi saksi, korban, saksi, pelaku dan/atau pelapor tindak pidana tidak takut mengungkap tindak pidana yang dialami atau diketahuinya,” terangnya.
Sementara, terkait korban yang sebagai pelapor itu justru menurutnya, korban berupaya membantu penegak hukum untuk mengungkap kasus pelecehan seksual sesama jenis tersebut. Ikhtiar dan keberanian yang bersangkutan sejatinya diapresiasi karena sebagai warga negara korban aktif membantu penegak hukum membongkar pelecehan seksual sesama jenis.
“Oleh karena itu, LPSK mempersilakan korban atau pelapor untuk mengajukan perlindungan ke LPSK karena sebagai pelapor sekaligus korban tindak pidana, hak-haknya dilindungi oleh negara,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it