Oleh: Abu Inas (Tabayyun Center)
Para pengusung ide pluralisme kadang menggunakan ayat-ayat al-Quran yang berbicara tentang kalimatun sawa’. Allah SWT berfirman:
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلا نَعْبُدَ إِلا اللَّهَ وَلا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ
Katakanlah, “Hai Ahlul Kitab, marilah kita berpegang pada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan di antara kami dan kalian, yakni bahwa kita tidak menyembah kecuali Allah dan kita tidak mempersekutukan Dia dengan apa pun; tidak pula sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah.” (QS Ali Imran [3]: 64).
Para pengusung gagasan pluralisme mengatakan bahwa agama Yahudi, Kristen dan Islam merupakan agama langit yang memiliki prinsip-prinsip ketuhanan dan berasal dari Tuhan yang sama. Lebih jauh mereka juga menyatakan bahwa umat Islam, Yahudi dan Kristen berasal dari keturunan Ibrahim as. Ketiga pemeluk agama besar itu memiliki akar kesejarahan dan nasab yang sama. Semua menyembah Allah dan sama-sama berpegang pada kalimat[un] sawa’.
Menurut Ibnu Katsir, kata kalimat[un] dalam surah ini dipakai untuk menyatakan kalimat sempurna yang dapat dipahami maknanya. Kalimat sempurna itu adalah sawa baynana wa baynakum (yang sama, yang tidak ada perbedaan antara kami dengan kalian). Frasa ini merupakan sifat yang menjelaskan kata kalimat[un] yang memiliki makna dan pengertian tertentu. Adapun makna hakiki yang dituju oleh frasa kalimat[un] sawa’ baynana wa baynakum adalah kalimat tauhid, yaitu “an la na’budu illa Allâh (hendaknya kita tidak menyembah selain Allah).
Inilah makna sesungguhnya dari kalimat[un] sawa’, yaitu kalimat Tauhid yang menyatakan bahwa tidak ada sesembahan yang berhak untuk disembah kecuali Allah SWT; bukan patung, rahib, api dan sebagainya. Kalimat tauhid adalah kalimat yang dibawa dan diajarkan oleh seluruh Rasul yang diutus oleh Allah SWT, termasuk Musa as. dan Isa as.
Jelas, surah Ali Imran ayat 64 ini sama sekali tidak menyerukan kesatuan agama, atau pembenaran Islam atas truth claim agama-agama selain Islam. Sebaliknya, ayat tersebut justru berisikan ajakan kepada Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani)—yang telah menyimpang jauh dari konsepsi tauhid—untuk kembali mentauhidkan Allah SWT, sebagaimana yang telah diajarkan pertama kali oleh Musa as. dan Isa as.[]