Terkait Draf PJPN, Gubes UNY: “Saya Kaget, Mas Menteri Bilang ‘Kalau Ada Boks yang Mengganggu Kita Ganti Boksnya”
Mediaumat.news – Terkait draf Peta Jalan Pendidikan Nasional (PJPN), Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Prof. Suyanto Ph.D. mengaku kaget saat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim bilang, ‘Kalau ada boks yang mengganggu kita ganti boksnya’.
“Saya kaget bahwa Mas Nadiem bilangnya ‘Kalau ada boks yang mengganggu kita ganti boksnya’. Artinya, birokrasi itu tidak penting bagi mereka. Kalau misalnya aturannya itu mengganggu, ya diganti,” tuturnya dalam Live Event Focus Group Discussion #10: Peta Jalan Pendidikan Indonesia, Sabtu (13/3/2021) di kanal Youtube Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa.
Suyanto mengatakan, hal itu disampaikan saat Nadiem bertemu dengan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). “Nadiem mengusulkan bahwa, ‘Kita harus bisa out of the box’,” ujarnya.
Padahal, menurutnya, mengganti aturan itu butuh waktu dan pembicaraan dari banyak pihak. “Nadiem tidak tahu bahwa mengganti aturan itu perlu waktu dan perlu pembicaraan antar institusi dan antar kementerian. Akhirnya birokrasinya tidak men-support. Jadi, ini kadang-kadang pincang-pincang jalannya di kementerian itu,” tandasnya.
Ia menilai, pola pikir seperti ini mengaburkan dimensi historis bangsa Indonesia. “Karena mengabaikan historis bangsa Indonesia, akibatnya tidak paham bahwa umat Islam itu perjuangannya luar biasa. Pertaruhannya ketika merebut kemerdekaan dianggap biasa saja,” ungkapnya.
“Bahkan dalam YouTube itu, Mas Nadiem sering berkata bahwa ‘Saya tidak paham masa lalu. Yang saya pahami adalah masa depan’. Ini luar biasa,” ujarnya.
Menurut Suyanto, mengelola pendidikan itu berbeda dengan dengan mengelola aplikasi ojek daring. “Dianggapnya bahwa mengelola pendidikan itu segampang mengelola Gojek, misalnya saja. Gojek itu kalau sopirnya enggak perform bisa dikasih bintang 1 atau bintang 0 dan di off-kan langsung bisa,” ujarnya.
Tapi kalau pendidikan, menurutnya, tidak bisa diperlakukan seperti demikian. “Kita ini memiliki guru yang ilegal itu 500 ribu. Mau diapakan guru ilegal itu? Kan tidak bisa tiba-tiba dikasih bintang 1 atau bintang 0 kemudian dia tidak ngajar lagi? Tidak bisa. Kenyataannya, ini ada unsur politis yang luar biasa,” pungkasnya. [] Achmad Mu’it